Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melihat Kemungkinan Serangan Militer Asing ke Indonesia

28 April 2020   09:12 Diperbarui: 30 April 2020   08:32 4976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya ilustrasi dan diambil dari DoD photo by Pfc. Andre Forrest, U.S. Army/Released (Wikipedia)

Doktrin Pertahanan Indonesia

Pertahanan Indonesia disusun berdasarkan pertahanan semesta, dengan bersifat tidak agresif dan tidak ekspansif selama kepentingan nasional tidak terancam (Buku Putih Pertahanan 2014).

Dari pernyataan di atas dan bentuk diplomasi Indonesia yang bersifat bebas & aktif, terlihat jelas bahwa Indonesia memilih bentuk pertahanan pasif-defensif.

Ini juga tergambar jelas dari berbagai Latihan gabungan TNI yang skenarionya adalah pasukan musuh masuk ke wilayah Indonesia, selanjutnya ditahan oleh KODAM beserta masyarakat, dan terakhir dilakukan perebutan kembali wilayah oleh satuan KOSTRAD.

Secara hierarki UUD, UU, buku putih pertahanan dan terakhir Latihan gabungan sebagai bentuk pelaksanaan dari doktrin, semuanya telah sealur dan sesuai.

Sebagai konsekuensi, sebuah serangan konvensional invasi (contoh seperti D-day di Normandia, Invasi Jepang di Cirebon, dsb), membutuhkan jumlah pasukan serbu dan pendukung yang tidak sedikit.

Kesimpulan

Dengan asumsi jumlah pasukan yang dibutuhkan untuk mengunci gerak gerilyawan adalah sebanyak 10:1, maka pada tahap awal saja praktis negara yang menginvasi wilayah tertentu di Indonesia harus mempersiapkan sekurangnya 150.000 personil tempur. Sehingga scenario invasi wilayah darat bisa dikesampingkan.

Adapun scenario kedua yaitu berupa penggunaan serangan NuBiKa, sebagai sebuah serangan awal (fisrt-strike), hampir tidak mungkin digunakan. Karena penggunaan senjata ini, tanpa kejelasan adanya sebuah konflik di awal, dapat menyebabkan negara superpower lain salah mengira, dan melakukan retaliasi.

Skenario ketiga, yaitu scenario perang local demi akses, menjadi sebuah scenario yang paling mungkin terjadi. Permasalahannya bagi Indonesia, doktrin pertahanan kita menjadi mandul untuk menghadapi konsep perang seperti ini. 

Mungkin bila kita ingat kejadian dimana kapal penjaga pantai Tiongkok masuk ke ZEE Indonesia untuk mengawal kapal nelayan mereka, Indonesia merespon tidak proporsional dengan mengirim kapal perang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun