LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), sebuah BLU (Badan Layanan Umum) setingkat direktorat di bawah Kementerian Keuangan. Pada awalnya, lembaga ini digagas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dengan harapan adanya peningkatan kualitas pendidikan manusia Indonesia tanpa terlalu membebani APBN. Maka digagaslah pembentukan sebuah Satker di bawah kementerian keuangan pada tahun 2010, di masa pak Agus Martowidjojo. Kemudian pada tahun 2012, seiring dengan semakin banyaknya peminat, maka melalui Peraturan Menteri Keuangan, lahirlah BLU LPDP.
Setelah beberapa tahun berjalan, mulai terdengar suara-suara yang merasa bahwa LPDP sebaiknya dibubarkan saja (ICW) karena tidak sesuai dengan konstitusi. Kemudian ada pandangan dari beberapa anggota DPR yang merasa bahwa LPDP sudah mendapat cukup dana, tidak perlu mendapat suntikan dana lagi. Bahkan ada beberapa yang merasa bahwa LPDP sudah keluar jalur dengan adanya penerima beasiswa yang rumahnya berada di daerah elite. Tulisan ini mencoba untuk mendudukkan perkara dengan melihat secara gamblang, netral dan transparan.
Kelembagaan
Pertama-tama muncul lah pertanyaan, mengapa harus BLU ? Mengapa tidak langsung menyatu dengan induknya yaitu Kementerian Keuangan ? BLU memiliki beberapa kelebihan ketimbang instansi pemerintah biasa yaitu :
1.      Pendapatan dapat langsung digunakan tanpa perlu masuk ke PNBP
2.      Belanja menggunakan pola fleksibel dengan batas tertentu
3.      Dapat mengelola uang tunai (Diinvestasikan jangka Pendek)
4.      Dapat memberi piutang dan menghapuskan piutang (pada skim tertentu)
5.      Dapat memberikan Renumerasi bagi pegawainya (Horeee!)
6.      Pegawai dapat terdiri dari PNS maupun Profesional non-PNS
7.      Surplus dapat langsung digunakan tahun berikutnya tanpa perlu balik ke SILPA
Sehingga dari segi fleksibilitas penggunaan anggaran, pemilihan bentuk BLU merupakan pilihan yang cerdas, karena akan memberikan ruang gerak yang cukup dalam melakukan pelayanan pembiayaan beasiswa. Yang mengkhawatirkan sebenarnya adalah ukurannya, dengan total dana kelolaan mencapai 15 Trilyun (2013) dengan asumsi bunga 9.5%, maka "Anggaran" LPDP mencapai 1,35 Trilyun per tahun. Bandingkan dengan BNN yang 730 M, KPK 720 M, BNPT 300an M, BIN 1,2 T per tahun, maka jelaslah bahwa untuk ukurannya, LPDP termasuk kecil-kecil cabe rawit. Sayangnya, ukuran kecil ini juga menyebabkan pengawasan oleh masyarakat (via DPR tentunya) menjadi sedikit sulit. Permasalahannya karena BLU ini berada di bawah kementerian Keuangan, sementara parliamentary oversight yang (diasumsikan) paham pendidikan berada di komisi 10, sementara komisi mitra kerja kementerian keuangan berada pada komisi 11. Sehingga yang terjadi adalah "salah kamar" dan "salah ukuran". Salah komisinya dan terlalu besar ukurannya untuk hanya sekedar menjadi bagian dari suatu kementerian, mengingat bahwa kementerian BUMN saja hanya mendapat anggaran 115 miliar.
VISI dan MISI LPDP
Visi LPDP adalah Menjadi lembaga pengelola dana terbaik di tingkat regional untuk mempersiapkan pemimpin masa depan serta mendorong inovasi bagi Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan.
Misi LPDP :
- Mempersiapkan pemimpin dan profesional masa depan Indonesia melalui pembiayaan pendidikan.
- Mendorong riset strategis dan/atau inovatif yang implementatif dan menciptakan nilai tambah melalui pendanaan riset.
- Menjamin keberlangsungan pendanaan pendidikan bagi generasi berikutnya melalui pengelolaan dana abadi pendidikan yang optimal.
- Sebagai last resort, mendukung rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam melalui pengelolaan dana cadangan pendidikan.
(Paham mengapa sumpah pemuda tidak bergaung di kepala para pemuda-pemudi Indonesia, lembaga Pemerintahnya saja masih membanggakan bahasa lain!)
Secara visi dan misi, LPDP bisa dikatakan lebih baik dibandingkan sebagian besar institusi pemerintah, dimana ada dua hal utama dari visi nya yaitu Pemimpin masa depan dan menjadi pengelola dana terbaik di regional. Yang utama adalah menyiapkan pemimpin masa depan, karena hal itu merupakan yang terpenting.
Selain penggunaan kata last resort ("cadangan terakhir" atau "usaha terakhir" bisa kan) yang perlu diperbaiki adalah penggunaan kata optimal. Karena kata ini menjadi berlawanan dengan kebijakan yang dilakukan selama ini, yaitu penggunaan instrumen SUN dan Deposito. Walaupun aman, namun jauh dari optimal, karena bila ingin optimal tentu saja harus bermain di Saham maupun pasar uang. Mengingat volatilitas bukanlah hal yang diinginkan, bisa saja ditambahkan kata "stabil" atau "berkelanjutan" dibelakang kata optimal. Sehingga LPDP benar-benar menjelma menjadi suatu organisasi yang memenuhi visi misinya.
Keuangan dan Penganggaran
(Catatan : Laporan Keuangan LPDP, diselesaikan pada 30 April 2104, diaudit oleh KAP Ahmad Raharjo Utomo. Tersedia di http://www.lpdp.depkeu.go.id/profil/laporan-keuangan/)
LPDP termasuk lembaga yang unik, anggaran yang disediakan berasal dari hasil investasi dana abadi yang dianggarkan dalam setiap RAPBN. Sebenarnya, konsep dana abadi ini merupakan sebuah terobosan yang berani dari Kementerian Keuangan dan patut diacungi jempol. Karena ketimbang memanfaatkan dana APBN yang berarti harus menunggu persetujuan inter-departemen, dana tersebut bisa langsung diakses dan digunakan. Tentu hal ini mempercepat pencairan dan pemanfaatan dana.
Walau begitu, ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki seperti:
1. Perbandingan realisasi belanja layanan dan biaya operasional yang jomplang
Menurut laporan keuangan LPDP per 31 Desember 2013 sebagai berikut;
Pembiayaan
jumlah
S2 Dalam Negeri
7,406,523,031
S2 Luar Negeri
33,425,803,483
S3 Dalam Negeri
3,262,492,040
S3 Luar Negeri
13,121,676,981
Riset
1,153,852,534
Total
58,370,348,069
Biaya
jumlah
Biaya Operasional
29,559,736,882
Biaya Admin kantor
636,759,429
Biaya Pemeliharaan
161,959,019
Biaya Daya & jasa
2,894,428,881
Biaya Promosi
604,540,549
Gaji
1,065,894,965
THR
123,522,000
Lembur
266,447,800
Biaya penyusutan
734,706,066
Biaya Admin Bank & Giro
236,178,793
Total
36,284,174,384
Yang berarti untuk setiap 1 rupiah dikeluarkan untuk beasiswa dan riset membutuhkan 0,62 rupiah dalam bentuk biaya. Mudah-mudahan pada 2014 ini bisa ada perbaikan mendasar, karena jangan sampai dana yang banyak tersedia ini habis untuk operasional belaka.
2.      Tingkat utilisasi pendapatan
Sesuai dengan ide pembentukannya, LPDP diberikan dana abadi dengan harapan agar pemerintah cukup menyisihkan dana sekali saja (one-off) kemudian dari dana yang tersedia bisa terus menerus memberangkatkan calon pemimpin masa depan Indonesia. Sayangnya pada 2013 tampaknya LPDP masih belum maksimal dalam penggunaannya dimana  hanya 6 % yang dipakai untuk pembiayaan (baik beasiswa, riset dan perbaikan)
Untuk adil, kita juga harus mengapresiasi LPDP yang tahun 2014 ini tampaknya mulai bergerak cepat, sampai intake September 2014, LPDP sudah mengeluarkan pembiayaan seperti berikut;
Pembiayaan
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
Tahap VII
Tahap VIII
Tahap IX
Presidensial
Afirmasi
Total
S 2 Dalam Negeri
9
8
1
23
70
101
27
36
35
505
815
S 2 Luar Negeri
41
147
19
53
175
260
68
45
155
88
104
1155
S 3 Dalam Negeri
5
4
1
4
14
9
1
2
4
20
64
S 3 Luar Negeri
12
14
6
15
29
22
11
6
39
21
7
182
Tesis
11
7
4
35
22
79
Disertasi
2
3
12
12
14
43
Tentu pembiayaannya diestimasikan mencapai kurang lebih 1 T (S2 LN 500 juta, S2 DN 100 juta, S3 DN 200 juta, S3 LN 800 juta) atau mencapai 75 % dari pendapatan
3. Penempatan dana investasi pada Bank Syariah tanpa penjelasan nilai nisbah setara bunga.
Penempatan portofolio investasi di bank syariah merupakan langkah cerdas dari manajemen LPDP, dimana mungkin ada beberapa kalangan yang meragukan kehalalan hasil investasi yang didapatkan. Dengan menempatkan sebagian portofolio di bank syariah, maka keraguan ini bisa ditepis. Sayangnya, hal ini malah menyebabkan sedikit kebingungan mengenai berapa nilai investasi yang didapatkan.
Jangka Pendek
Bank
jumlah
Rate
tenor
BRI Syariah Abdul Muis
70,000,000,000
*
3 bulan
BTN Syariah Bekasi
148,000,000,000
*
3 bulan
BTN Syariah Harmoni
50,000,000,000
*
3 bulan
Mega Syariah Pangpol
24,000,000,000
*
3 bulan
Muamalat
370,000,000,000
*
3 bulan
Muamalat
129,000,000,000
*
6 bulan
Permata UUS
125,000,000,000
*
12 bulan
BJB Syariah Bidakara
25,000,000,000
*
12 bulan
BRI Syariah Abdul Muis
5,000,000,000
*
3 bulan
Aset Terikat Permanen
BJB Syariah Bidakara
150,000,000,000
*
12 bulan
BRI Syariah Abdul Muis
587,700,000,000
*
3 bulan
BSM Cipulir
100,000,000,000
*
3 bulan
BSM Cipulir
200,000,000,000
*
6 bulan
BSM Tanjung Priok
300,000,000,000
*
3 bulan
BTN Syariah Bekasi
300,000,000,000
*
3 bulan
BTN Syariah Harmoni
100,000,000,000
*
3 bulan
Muamalat
580,000,000,000
*
3 bulan
Permata UUS
250,000,000,000
*
12 bulan
Deposito Syariah
3,513,700,000,000
Deposito Konvensional
13,272,100,000,000
Total Portofolio Deposito
16,785,800,000,000
Yang mana artinya 3,5 Trilyun rupiah tidak diketahui secara pasti berapa proyeksi pendapatannya. Walaupun kami yakin bahwa uangnya pasti berbunga dan masuk ke kas LPDP, namun alangkah baiknya bila bisa diberikan berapa persen setara bunga untuk setidaknya memudahkan masyarakat ketika memperhatikan laporan keuangan. Karena bagaimanapun juga, ini adalah uang rakyat, dan rakyat berhak untuk tahu setiap sennya.
Polemik Penerima Beasiswa
Merunut pada beberapa media massa, ada kekhawatiran bahwa dominasi beberapa daerah terhadap penerimaan beasiswa. Ada lagi yang merasa bahwa banyak yang tidak pantas menerima karena berasal dari keluarga yang mampu untuk melanjutkan dengan biaya sendiri.
Kenyataannya, persentase penerimaan mahasiswa dari program bidik misi mencapai 31 % dari keseluruhan penerima beasiswa S2. Padahal alokasi pemerintah di level S1 maksimal 20 %. Artinya LPDP sudah melaksanakan program afirmasi bagi kalangan yang tidak mampu, lebih baik daripada program yang tersedia. Dari data yang tersedia, kita juga tidak bisa mengatakan bahwa penerima beasiswa Reguler dan Presidensial semuanya berasal dari kalangan mampu (atau sebaliknya).
Akhirnya, ucapan Irjen Kemendikbud Haryono Umar pada rapat kerja dengan DPR yang bunyinya : "Sebab kita mikirnya jangka panjang. Bisa jadi sekarang foya-foya, tetapi lima tahun kemudian kena masalah". Patut direnungkan oleh kita semua untuk terus memperbaiki LPDP di masa yang akan datang
Kesimpulan & Saran
1. Bentuk LPDP sebagai BLU sebenarnya mencukupi pada awal pembentukannya. Seiring dengan waktu, bertambahnya portofolio dan kepercayaan masyarakat, sekarang tampaknya sudah tumbuh terlalu besar. Saran : sudah saatnya Presiden Joko Widodo mengeluarkan keppres, dan memberikan status yang lebih kuat lagi sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
2. Setelah berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian, LPDP dimasukkan ke dalam mitra kerja komisi XI, yang membidangi Pendidikan.Â
3. Visi dan Misi dari LPDP sudah tepat hanya perlunya penambahan kata "berkelanjutan" setelah kata "optimal" - yang optimal dan berkelanjutan. Dan penggantian kata "last resort" menjadi "cadangan terakhir". Sekadar semantic, namun sangat krusial.
4. Untuk bagian keuangan,LPDP sudah melakukan inovasi yang terbaik dengan menaruh sebagian portofolio di perbankan syariah. Yang kurang hanya sekadar pemberian nisbah setara bunga. Kalaupun ternyata hanya 8,5 % atau bahkan lebih kecilpun sebenarnya tidak masalah.
5. Amanlah untuk dikatakan bahwa LPDP masih mempunyai itikad baik dalam pemerataan kesempatan dengan 31 % penerima beasiswa berasal dari bidik misi. Walaupun begitu, untuk beasiswa S2 BM LN, mungkin perlu diturunkan syarat kemampuan bahasa asingnya. Kemudian diberikan pelatihan tersendiri model beasiswa AAS (Australian Award Scholarship).
6. Dengan nilai asset kelolaan yang semakin besar. Sudah saatnya bagi LPDP untuk menggunakan KAP (Kantor Akuntan Publik) yang lebih baik. KAP Tanudiredja,Wibisana & Rekan yang berafiliasi dengan Price Waterhouse Coopers merupakan KAP yang terdaftar di OJK, dan bahkan dipercaya untuk mengaudit PERTAMINA dalam persiapannya untuk Go Public. Penulis menyarankan KAP ini untuk membantu LPDP agar bisa bertransformasi menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang bonafid.