Mohon tunggu...
Koes SafiraAmanidyansari
Koes SafiraAmanidyansari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komputer 2018, Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Ilmu Komputer 2018, Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Metode Pembelajaran Blended-Learning pada Jenjang TK di Masa pandemi COVID-19

5 Agustus 2021   17:31 Diperbarui: 8 Agustus 2021   14:55 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir satu setengah tahun semenjak pandemi COVID-19 merebak ke seluruh penjuru dunia. Berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat berubah semenjak WHO (World Health Organization) menyatakan secara resmi bahwa COVID-19 atau Virus Corona (SARS-CoV-2) sebagai pandemi pada Maret 2020. Semua kegiatan di luar kini harus dikerjakan dari rumah masing-masing demi mengurangi penyebaran virus tersebut. Salah satu aspek atau bidang yang terdampak karena adanya pandemi COVID-19 adalah bidang pendidikan.

Dengan adanya pandemi COVID-19, kegiatan belajar mengajar yang semula dilakukan di sekolah dengan terpaksa harus dilakukan secara daring dari rumah dengan mengandalkan aplikasi-aplikasi yang dipercaya dapat membantu kegiatan belajar mengajar agar tetap berjalan semestinya. Penerapan pembelajaran secara daring telah juga memberikan gambaran untuk bidang pendidikan di masa depan. Namun hal ini juga menjadi kendala baik bagi guru dan siswa. Perubahan sistem pendidikan secara tiba-tiba membuat guru dan siswa membutuhkan waktu beradaptasi sebelum bisa melakukan kegiatan belajar mengajar dengan nyaman dengan aplikasi-aplikasi tersebut. Apalagi untuk tingkat PAUD/TK dan SD kelas 1-3, hal ini menjadi sebuah tantangan yang sangat besar terutama bagi para guru.

Seorang guru dari sebuah TK di Kota Bogor, Jawa Barat mengaku kesulitan untuk menyampaikan materi kepada peserta didiknya dikarenakan kondisi dan keterbatasan saat ini. Ia merasa kebingungan akan cara yang tepat dan efektif untuk menyampaikan materi ajar kepada murid-muridnya dengan umur berkisar dari 4-6 tahun. Berbagai cara telah dicoba olehnya, namun sayang hasilnya belum bisa secara penuh memenuhi ekspektasi yang diharapkan. Belum lagi masalah eksternal yang tidak bisa dihindari, seperti susah mendapatkan sinyal yang bagus, juga ikut mempersulit keadaan ini.

“Anak TK kan masih sangat kecil. Disuruh diam melihat layar handphone saja belum tentu bisa, apalagi fokus mengikuti kelas daring yang berjam-jam,” ujarnya.

Ia juga mengatakan bahwa sekolah pernah libur sampai hampir 3 bulan akibat dari ketidaksiapan sekolah untuk menanggulangi kegiatan belajar mengajar secara daring. Namun setelah itu, TK tersebut mengambil langkah untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara blended-learning lewat aplikasi WhatsApp dan juga luring di kelas dengan cara dibagi sesi.

“Biasanya satu minggu kita kelas full pakai video call lewat WhatsApp. Dibagi 3 sesi dari jam 8 sampai jam 10, per sesi itu isinya sekitar 4-5 orang selama 1 jam. Lalu minggu depannya tatap muka di kelas, lalu minggu depannya lagi pakai WhatsApp. Kalau luring juga begitu (sistemnya),” ujar guru tersebut. “Kami tidak menggunakan aplikasi seperti Zoom dan Google Meet untuk kegiatan dengan anak-anak. Karena kalau menggunakan WhatsApp milik orang tuanya, orang tua mereka bisa ikut memantau dan membimbing kegiatan pembelajaran dari rumah.”

Blended-learning merupakan penggabungan metode pembelajaran tatap muka secara luring dan juga daring. Sebelumnya, penggunaan metode blended-learning lebih sering digunakan pada sekolah dengan tingkat yang lebih tinggi, seperti pada perguruan tinggi. Namun dikarenakan wabah saat ini, metode ini juga bisa menjadi alternatif untuk sekolah tingkat yang lebih rendah, seperti PAUD/TK dan SD, yang tidak bisa selalu mengandalkan kegiatan pembelajaran secara daring.

Selain menggunakan metode pembelajaran blended-learning, TK yang bertempat di Bogor Utara tersebut juga memaksimalkan pemanfaatan video pembelajaran untuk penyampaian materi kepada para siswa. Video pembelajaran biasanya dibuat sendiri oleh guru tersebut ataupun mengambil dari platform Youtube. Video lalu disebarkan lewat WhatsApp milik orang tua beberapa hari sebelum materi tersebut disampaikan ulang dalam kelas.

“Biasanya (video) dikirim 2 hari sebelum, jadi anak-anak bisa mengulang-ulang dulu videonya sebelum masuk kelas. Biasanya yang disebarkan sih video tepuk dan lagu,” ujar guru tersebut lagi.

Seorang mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia yang sedang menjalankan program KKN Tematik juga ikut membantu membuat video pembelajaran dan alat peraga. Mahasiswa tersebut juga membantu mengajarkan kepada para guru bagaimana cara membuat video pembelajaran yang mudah, efektif, interaktif dan menyenangkan juga cara menggunakan aplikasi video conference Google Meet untuk keperluan internal sekolah. Selain itu, mahasiswa tersebut juga membuat media pembelajaran berupa alat peraga huruf dan angka yang dapat membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar, baik secara daring dan luring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun