Mohon tunggu...
Krueger Kristanto Tumiwa
Krueger Kristanto Tumiwa Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar, Peneliti, Penulis

Krueger tertarik dengan isu agama, sosial dan pendidikan. Selain itu ia juga penggemar anime, pencinta alam serta tidak suka membuang makanan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apakah Film "Dirty Vote" dan Wawancara BTP Akan Memengaruhi Habitus Swing Voters?

14 Februari 2024   06:30 Diperbarui: 14 Februari 2024   06:40 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Ahok https://www.porosjakarta.com/jakarta-utara/06454586/pnjakartautaraakansidangahok dan Channel YouTube Dirty Vote

Beberapa hari yang lalu, di saat semua kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden selesai dilaksanakan, di masa tenang Pemilu 2024, muncul tayangan di Youtube yang menarik perhatian publik terutama mereka yang akan menggunakan hak pilihnya. Video yang lebih dulu tayang adalah live streaming diskusi yang bertajuk "Ahok Is Back" (ditayangkan secara langsung pada tanggal 8 Februari 2024) dan wawancara eksklusif antara Azizah Hanum dengan Basuki Tjahaja Purnama (ditayangkan perdana pada tanggal 10 Februari 2024, yang dibagi dalam video bagian 1 dan bagian 2). Kedua acara dialog tersebut diunggah oleh Liputan 6. Selain itu, pada tanggal 11 Februari 2024 muncul dokumenter Dirty Vote yang diunggah oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) yang membahas tentang kecurangan dalam proses Pemilu 2024.

Semua video tersebut berhasil mendapatkan perhatian netizen yang dibuktikan dengan masing-masing tayangan tersebut sudah ditonton oleh jutaan orang. Meskipun demikian, apakah konten-konten Youtube tersebut akan memengaruhi pemilih di hari pencoblosan? Saya coba menganalisa hal ini secara singkat menggunakan teori Pierre Bourdieu terutama tentang kapital budaya, sosial dan hubungannya dengan habitus.

Kekuatan Ahokers

Kita tentu tidak boleh melupakan daya dari "teman Ahok" yang sangat besar terutama saat Pilkada DKI Jakarta beberapa tahun lalu. Bahkan meskipun Basuki Tjahaja Purnama atau BTP sudah lama tidak muncul dalam kontestasi atau diskusi politik Indonesia, tetapi para pemilih BTP saat Pilkada yang lalu masih menaruh harapan bahwa BTP akan muncul lagi ke publik dalam konteks politik.

Dalam berbagai kesempatan akhir-akhir ini, BTP bersuara tentang kondisi demokrasi dan konstitusi Indonesia. Sebenarnya topik ini bukan lagi topik baru di masa Pemilu 2024 ini. Sejak ditetapkannya tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, topik itu selalu menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Namun, BTP terlihat ingin menyampaikan kepada publik posisinya, baik sebagai kader partai maupun personalnya, terkait kondisi demokrasi dan konstitusi tersebut. BTP secara tegas tidak mendukung proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan tidak sejalan dengan presiden Jokowi yang seolah-oleh mendukung pasangan calon 02, Prabowo-Gibran.

Posisi BTP terkait presiden Jokowi dan pasangan calon 02 dapat menjadi referensi bagi pemilih terutama swing voters yang mengagumi BTP. Mungkin ada di antara pemilih yang sudah mulai memperlihatkan kecenderungan ke salah pasangan calon tertentu tetapi masih ada keraguan, hadirnya BTP dapat mengubah situasi karena beliau sudah menjadi kapital budaya dan juga sosial dalam kehidupan bermasyarakat. BTP pada akhirnya, saat ini, bukan lagi sekadar person tetapi sudah menjadi pemikiran dalam kehidupan banyak orang. BTP sudah menjadi pengetahuan yang terinternalisasi dalam berbagai aspek hidup masyarakat terutama pengikut atau sekadar penggemarnya. Oleh karena itu, munculnya BTP diberbagai acara diskusi atau wawancara menjadi penting dalam kontestasi Pemilu kali ini.

Efek Dokumenter Yang Panjang

Film Dirty Vote merupakan hasil karya berbasis riset yang disutradarai oleh Dandhy Laksono. Film bergenre dokumenter ini mengulas berbagai temuan yang terindikasi kecurangan dalam proses Pemilu 2024 di berbagai lapisan, termasuk menyoroti pencalonan anak presiden menjadi salah satu calon wakil presiden. Ada banyak yang dibahas sebagai hasil temuan riset, tetapi rasanya sajian utama dalam dokumenter itu adalah pencalonan Gibran.

Gibran dalam kontestasi Pemilu kali ini mendapat spotlight dari berbagai kalangan karena pencalonannya yang dianggap tidak biasa. Namanya memang sudah terdengar di masa awal-awal sebelum partai-partai menentukan calon presiden dan wakil presiden. Namun masyarakat tidak terlalu menggubris karena Gibran sedang fokus dengan pekerjaannya di Solo. Hingga namanya secara resmi disebutkan oleh Prabowo sebagai calon wakil presiden dari partai koalisi Indonesia Maju dan situasi di akar rumput pun berubah.

Dirty Vote menyoroti hal itu. Apakah karya yang kaya akan data dan temuan itu akan berefek pada pilihan dari swing voters? Mungkin efeknya tidak akan terlalu besar. Mungkin 50/100 tingkat keberhasilannya dalam memberi referensi bagi pemilih untuk tidak mendukung salah satu paslon (jika itu tujuannya). Mengapa? Dinamika perpolitikan di Indonesia mengalami perubahan seiring dengan begitu cepatnya perubahan di ranah sosial media. Dulu, Facebook menjadi platform yang sangat ampuh dalam mengkampanyekan sesuatu. Termasuk juga Youtube. Namun, kini tren video berdurasi pendek lebih digemari oleh banyak orang apalagi generasi Z. Sepertinya internalisasi budaya Tiktok dan Instagram Reels berperan penting dalam masa Pemilu 2024 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun