Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ekowisata (yang Sesungguhnya) ala Desa Wisata Candirejo

15 September 2016   16:00 Diperbarui: 15 September 2016   17:06 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa sih definisi ekowisata atau ecotourism? Menurut ini, Ecotourism is now defined as "responsible travel to natural areas that conserves the environment, sustains the well-being of the local people, and involves interpretation and education" (TIES, 2015). 

Desa wisata Candirejo ini tidak jauh dari Borobudur, dan merupakan salah satu tujuan kunjungan kami sekeluarga ke Magelang dan Jogja kali ini. Ternyata, di Jogja dan Magelang bukan hanya ada Keraton, Borobudur, Prambanan dan candi-candi bersejarah lain, ataupun angkringan, batik, pantai Parangtritis, Malioboro dan Beringharjo.

Bagi saya, kunjungan ke desa wisata ini memberikan highlight dan nafas lain akan Jogja dan Magelang. Kami tidak hanya bertemu penduduk asli di pelataran parkir Borobudur atau Prambanan tapi langsung mengunjungi rumah-rumah penduduk setempat, melihat kesehariannya dan turut main gamelan dengan mereka. Sangat istimewa!

Pegunungan Menoreh di kejauhan (dok pribadi)
Pegunungan Menoreh di kejauhan (dok pribadi)
Pemandu kami di Desa Wisata Candirejo, Mas Budi, sangat lucu dan informatif. Ia menceritakan sejarah desa ini, yang tentu saja menjadi lebih mengasyikkan lagi karena sejarahnya yang unik. Dulu Desa Candirejo, yang terletak di kaki pegunungan Menoreh (tempat persembunyian Pangeran Diponegoro) adalah tempat persinggahan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya saat perang melawan Hindia Belanda tahun 1825-1830.

Selain itu, karena desa ini juga dekat dengan candi Borobudur jadi masih saja ditemukan candi-candi atau batu-batu bersejarah lain di sekitarnya, sampai sekarang.

Pemandu kami juga menunjukkan batu peninggalan yang baru saja muncul dekat sungai, membuat keberadaan desa ini bagi saya semakin terasa mistis. Apalagi desa ini kan terletak di kawasan pegunungan Menoreh, jadi bagi yang membaca buku 'Api di Bukit Menoreh' tentu melihat pemandangan dan Desa Candirejo ini fantasi kepenulisannya akan semakin merajalela.

Pemanduan di desa ini tentu saja tidak gratis, tapi kami diberi fasilitas naik andong, berkeliling desa wisata dengan pemandu, belajar gamelan, berkunjung ke pabrik pembuatan Slondok dan diberi snack serta minuman. Menurut saya, kunjungan ini tidak mahal. Sesuailah dan wajar, karena dapat membantu perbaikan jalan atau penduduk desa tanpa merusak atau pun merubah tata kelola tradisional desa, sesuai tujuan ecotourism.

Berandong ria mengelilingi desa yang hijau nan asri (dok pribadi)
Berandong ria mengelilingi desa yang hijau nan asri (dok pribadi)
Berangkat dari Balai Desa setelah membereskan administrasi, kami naik andong, menuju ke pinggiran sungai Progo untuk melihat kerajinan bambu, yang menurut saya sih kerajinannya sudah berdebu dan tidak menarik (perlu dibuat lebih menarik nih dalam sektor ini).

Tapi untunglah tempat persinggahan itu di bawahnya mengalir Sungai Progo dan di kejauhan pegunungan Menoreh terlihat, jadi kami sempat beli minuman dan motret-motret. Di sana di jalan setapaknya ada batu bata yang asli zaman dulu dan batu-batu tua yang baru muncul ke permukaan sungai.

Batubata tua ukurannya lebih besar (dok pribadi)
Batubata tua ukurannya lebih besar (dok pribadi)
Batu-batu tua yang baru muncul ke permukaan sungai (dok pribadi)
Batu-batu tua yang baru muncul ke permukaan sungai (dok pribadi)
Dari sana kami mengunjungi ke rumah bapak dan ibu pembuat Slondok. Rumah sederhana tanpa ubin hanya tanah ini, terlihat memang hanya diperuntukkan produksi Slondok. Slondok ini berbahan dasar singkong, karena memang pohon singkong ini ditanam di mana-mana. Setelah singkong dikupas dan dihaluskan, lalu dibumbui dengan garam, bawang putih dan ketumbar.

Lalu dikukus dan digiling supaya memanjang untuk memudahkan pembentukan cincin. Setelah itu dikeringkan dan digoreng. Tungku pembuatan slondok dengan kayu bakar, mencari kayu atau ranting di sekitar rumah di Desa Candirejo ini kelihatannya memang masih mudah tanpa harus menebang pohon.

Singkong dihaluskan (dok pribadi)
Singkong dihaluskan (dok pribadi)
Tempat ngukus dan goreng calon Slondok (dok pribadi)
Tempat ngukus dan goreng calon Slondok (dok pribadi)
Mesin penggiling calon Slondok buatan sendiri (dok pribadi)
Mesin penggiling calon Slondok buatan sendiri (dok pribadi)
Tempat ngukus dan goreng calon Slondok (dok pribadi)
Tempat ngukus dan goreng calon Slondok (dok pribadi)
Slondok (dok pribadi)
Slondok (dok pribadi)
Dari sana kami lanjutkan ke Tempuran, tempat pertemuan tiga sungai Progo, Sileng dan Pabelan. Airnya dari kejauhan tampak cukup dangkal, dan arusnya tidak terlalu deras.

Walaupun katanya bisa berarung jeram di sana. Menurut informasi, Magelang memang memiliki sumber air baku yang cukup banyak dibandingkan Jogja. Pemandangan di depan saya menjawab itu semua. Sejauh mata memandang, hijau, asri, air dan damai.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dari Tempuran kami kembali berandong ria melalui jalan-jalan desa yang beraspal baik tanpa lubang ke tempat gamelan, dari jauh sudah terdengar sayup-sayup suara gamelan yang makin dekat makin kencang. Ah... ternyata kami di sana tidak hanya nonton tapi proaktif memukul gamelan yang yeeee.... ternyata tidak terlalu sulit untuk berirama, karena bimbingan Mas Budi dan lagunya mungkin yang dipilih juga mudah, kami sekeluarga bisa menyajikan satu lagu yang lumayan bisa dinikmati, heheh.

Sepanjang jalan kami melalui rumah-rumah penduduk dan lahan-lahan hijau pertanian berisi jagung, singkong, jeruk, kacang tanah. Anak-anak melambai-lambaikan tangan dari rumah-rumah mereka, lalu kunjungan berakhir di sebuah pendopo yang sudah tersedia snacks dan teh hangat. Terima kasih Desa Candirejo, kunjungan yang mengesankan. Semoga ekowisata ini membawa dampak yang baik dan keasrian serta ketradisionalan Desa Candirejo tetap terjaga. (ACJP)

snacks penutup (dok pribadi)
snacks penutup (dok pribadi)

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun