Setiap tempat memiliki kelebihan dan kekurangannya. Catatan perjalanan akan menjadi lembaran kenangan. Di bawah ini catatan kesan dan perjalanan kami di dua kota Maroko.
Marrakech
Kota Merah adalah sebutan untuk kota Marrakech, di Barat Daya Maroko. Kota dengan penduduk hampir 1 juta jiwa ini, namanya berarti Tanah Tuhan". Dari nama kota ini pula, konon nama negara Maroko berasal. Marrakech adalah satu dari 4 Kota Raja Maroko (Fes, Meknes, Marrakech, Rabat), artinya kota-kota yang pernah jadi ibu kota dalam sejarah Maroko. Ibu kotanya sekarang Rabat.
Kami memang sengaja mencari penginapan tradisional yang disebut Riad di dalam kota tua (Medina) Marrakech. Akibatnya, kami tidak bisa parkir di depan Riad, tapi untunglah kami bisa menemukan tempat parkir di depan gang menuju ke Riad. Setelah check in, kami pergi jalan kaki mencari makan siang di tengah Medina.
Rongrongan Tawaran di Marrakech
Setelah makan siang di warung kecil itu, kami akan istirahat dulu di Riad, tapi rongrongan untuk segera ke tengah kota tua karena ada pasar terakhir suku Berber sungguh gencar, dengan susah payah kami tidak lakukan. Ketika kami tanya ke pengurus Riad, yang juga orang Berber, tentang pasar terakhir itu ternyata berita itu tidak betul.
Tapi kami termakan juga ajakan orang lokal lain, yang kebetulan jalan kaki satu arah dengan kami menuju Riad. Katanya tidak jauh dari situ ada tempat penyamakan kulit. Sebetulnya, kami tidak berencana melihat tempat penyamakan kulit di Marrakech tapi akhirnya kami ke sana juga karena kami kira betul-betul dekat.
Memang harus hati-hati di Marrakech, dari seluruh perjalanan kami, Marrakech bagi kami paling tidak meninggalkan kesan positif. Bila belanja souvenir, carilah toko yang mencantumkan harga dengan jelas dan masuk akal. Urusan tawar-menawar bila tidak tahu harga wajarnya, bisa sial.
Demikian juga dengan urusan uang saat di alun-alun paling terkenal di Maroko, Djemaa el Fnaa. Di sini harus sangat hati-hati, karena tempat ini luar biasa penuh oleh manusia. Bila makan di salah satu tendanya, jangan pernah mau terima makanan yang tidak dipesan, karena di akhir nanti kita ditagih juga. Lalu setiap uang kembali dicek lagi. Orang-orang di alun-alun ini, luar biasa penetran dan licin.