Hari ini di akun Facebook saya terungkap kembali catatan kenangan saya beberapa tahun silam. Â Tak terasa, sudah delapan tahun berlalu. Waktu begitu cepat bergerak pergi meninggalkan berbagai kisah kenangan. Jejak digital mengungkit kembali peristiwa yang sudah sekian lama terjadi.
Hari ini, saya menemukan kembali catatan lepas saya tentang Rm Yance Laka, Pr, seorang imam diosesan Keuskupan Atambua. Beliau telah dipanggil Tuhan, delapan tahun silam. Waktu itu saya membuat catatan lepas tentang figur ini untuk mengenangnya karena karena saya melihat beliau sebagai motivator bagi para imam muda kala itu. Catatan itu saya beri judul: BAGAIMANA MELUPAKAN YANG TAK MUNGKIN DILUPAKAN? Saya menulis demikian:
Kemarin aku menulis tentangmu
Hari ini, aku menulis lagi tentangmu
Dan mungkin aku harus terus menulis tentangmu
Tentang kau yang hidup meski hadirmu tiada lagi.
Selasa, 6 Agustus 2013, pukul 10:49:29
Ketika udara Malang begitu bersahabat
Saya mendapat sebuah pesan singkat dari Semarang
Rm Yulius Celcius Nesi, Pr mengatakan:
"RIP: Rm Yance Laka, Pr."
RIP: Recuescat In Pacem. Beristirahatlah dalam damai.
"Haaaaa........Rm Yance meninggal?" Aku tersentak kaget.
Bagai tersambar petir, ketika hari bergerak di antara pagi dan siang
Berita duka tak terduga, menyambar dasyat
Menghantam hati dalam kesendirian di arena Singo Edan
Mengenang seorang kakak, saudara, sahabat, motivator,
Yang adalah juga seorang imam,
salah satu putra kebanggaan Keuskupan Atambua tercinta
Menanggapi SMS dari Semarang, saya bertanya:
Wahhh.....Kenapa begitu? Sakit apa? Kapan? Di mana? dan seterusnya
karena ketakpercayaan, terkejut, kaget, tidak menyangka.
Bahkan menyangsikan kebenaran info dari Semarang.
Tidak mungkin! Mana mungkin? Koq bisa?
Dalam termangu, kusebut namamu: RM YANCE LAKA, PR
Nama ini, orang ini, pribadi ini, figur ini.
Wahhhh.........mengapa secepat ini, jadinya?
Batin merintih, kesedihan merasuk, diam tanpa kata
tergambar jelas dalam kembara sendiri di bumi Singosari.
Tak tanggung-tanggung kusebarkan info ini
kepada saudara-saudara kita di negeri seberang
Rm Sixtus Bere,Pr dan Rm Lusius Tae Mau, Pr.Â
Kuinformasikan lewat Facebook
sebagaimana engkau menggunakan media ini
sebagai sarana pewartaan yang membangun dan mengembangkan.
Merekapun mengalami hal yang sama:
Terkejur, kaget, tidak percaya dan sebagainya.
Mereka memberondongku dengan sekian banyak pertanyaan tentangmu
Padahal aku sendiri minim informasi tentang saat pergimu itu.
Selasa, 6 Agustus 2013: Hari mengheningkan cipta
bagi kami saudaramu, adik-adikmu di tanah seberang.
Dari Semarang, Rm Vinsen Kolo, Pr menanyaiku, "Adik, bagaimana?'
Saya menjawab: 'Saya sedih, kakak.' Beliau pun demikian.
Dalam kesedihanku, kupersembahkan Ekaristi kudus untukmu
bersama teman-teman sekomunitas Frateran BHK di Malang.
Dari Filipina, Rm Lucius menanyakan perkembangan informasi
dan mengajakku: "Adik, kita saling mendoakan."
Dari Jerman, Rm Sixtus yang lagi berlibur dan sendirian di sana pun
mengungkapkan kedalaman hatinya mengenangmu:
"Totentanz-Tarian Kematian bisa di mana-mana...
Kali-langit Nenuk kembali gelap dan mencucurkan tetesan duka.
Peran sudah selesai di panggung besar dunia ini...
Tirai 'seberang' terbukalah dan sambut senior Yance Laka.
Semoga mereka bertemu di 'sana'...
Salam duka dari adik / saudaramu."
Rm Renzo Kofi pun menyatakan turut berdukanya
dengan mengajak rekan2 sekomunitas Bruder MTB
merayakan Ekaristi Kudus khusus untukmu.
Adik kita Rm Yulius Celcius bergerak cepat
bersama mahasiswa di Jogja, Asal Keuskupan Atambua,
mempersembahkan Ekaristi kudus untukmu.
Sedangkan adik kita Rm Sipri Tes Mau, Pr, teman serumahmu,
saat kuhubungi untuk memberikan sedikit gambaran tentang harimu itu,
Beliau menjawabku singkat, dalam tangis:
"Saya tidak sanggup menceritakan semuanya. Mari kita doakan beliau."
Artinya: Kami mencintaimu, kakak.
RM YANCE LAKA, PR
Kami mencintaimu, kami tertunduk diam saat mendengar harimu itu.
Dari seberang, kami berdaya dengan segala daya yang kami bisa.
Merindukanmu selalu namun apa hendak dikata
Sulit bagi kami namun indah rencana Tuhan
Tak rela melepasmu namun Tuhan memilih yang terbaik
Tak mungkin melupakanmu apalagi Tuhan yang mencintaimu.
Jejak-jejak cerita bersama kita
Terpatri indah dan sulit terhapuskan
Dalam kolegialitas dan kebersaudaraan kita.
Kembara dan jelajahmu luas dan membekas
Menoreh sejarah cinta dan cita yang tak pudar
Buat rumah kebanggaan, Keuskupan Atambua.
Kaulah yang mengatakan "MAJU TERUS DEMI HIDUP DAN MASA DEPAN"
Beranilah untuk mengarahkan diri, satu langkah lagi ke depan
Dengan melihat kekuatan dan kekayaan diri
Tanpa mengesampingkan kekurangan dan kesalahan.
Kekurangan dan kesalahan bukannya dihakimi namun dibenahi.
Mengingatkan tentang 'daging berduri' yang harus disantap
Mengingatkan adanya 'lampu merah' kehidupan
Dalam semangat dan motivasi membara
Yang kau kobarkan dalam korps dan persaudaraan
Kata-kata harus bertenaga
Tangan untuk memberkati dan menolong
Telinga untuk mendengar
Kerja keras, berpikir cerdas tanpa harus ber'ulah pedas
Demi merawat dan melestarikan tugas agung
'Sig Odore': Menyebarkan keharuman Tuhan
Karena tanda tak terhapuskan yang dimeteraikan
'Roh Tuhan ada padaku.'
Kau kobarkan semangat keberanian untuk bermimpi
Melalui alur berkesinambungan yang terurai dalam
Visi-misi-strategi-program hingga muncul 'focus dan relevan.'
Bahkan menimbulkan salah tafsir dan salah pengertian
Yang memicu perkataan: 'Bubar saja.'
Adalah proses perjalanan kebersamaan
Demi mimpi yang hendak digapai
Dalam rumah idaman Keuskupan Atambua tercinta.
Bagaimana bisa melupakan yang tak mungkin dilupakan
Yance Laka, Nama itu, orang itu, pribadi itu
Sulit terlupakan dari benak siapa saja yang mengenalnya.
Senyum, canda dan tawamu menunjuk pada kepribadianmu
Centilan-centilunmu senantiasa mewarnai hadirmu
Keteguhan pada prinsip menunjuk pada nilai yang ingin digapai
Keberanian bermimpimu berhasil mendobrak
keamanan dan kenyamanan serta tidur kesadaran yang membuai. Â .
Mengenang semua yang telah terjadi
Ingin kugugat Tuhan: Terlalu cepat KAU panggil dia.
Mengapa Engkau tidak memberikan kesempatan lebih lama lagi
Buat dia, untuk bersaksi, berkreasi dan beratraksi
Di atas panggung dunia yang masih membutuhkan hadirnya?
Atau toh bila ingin secepat ini,
Mengapa ENGKAU tidak memberi kesempatan kepada kami
untuk mengucapkan terima kasih atas jasa dan pengorbanannya?
Karena bagiku, dia bagai lector sekaligus actor kebaikan
Yang menggerakkan dari kata hingga perbuatan.
Aku menggugat namun Tuhan tetap mendaulatmu.
Air mataku berderai bukannya menyesal namun mengagumimu
Aku sedih bukan karena terharu tetapi tidak sempat mengucap terima kasih
Aku terharu bukannya cengeng tetapi karena kebaikanmu yang membekas
Hatiku merintih bukannya lemah tetapi karena perhatianmu yang takkan kau ulangi lagi
Aku menggugat Tuhan bukannya ingin memberontak apalagi berkhianat
tetapi karena ingin bersamamu lebih lama lagi.
Namun 'rancangan-Ku bukanlah rancanganmu'
Aku kalah dan akhirnya mengalah di titik ini, lalu diam.
Diam dengan tangis dan haruku.
Bukan hanya aku, tetapi semua teman-teman kita.
Bukan hanya aku dan teman-teman kita tetapi juga keluarga tercintamu.
Saya tahu, mama dan adik-adikmu akan menangis sejadi-jadinya.
Karena anda adalah penopang dan pelindung bagi mama dan adik-adikmu
tatkala bapakmu mendahuluimu beberapa tahun silam.
Bukan hanya aku, teman-teman dan keluargamu
tetapi juga umatmu tercinta baik dalam rumah Keuskupan kita
maupun di luar rumah kita, yang kau kenal dan mengenalmu
karena cinta, perhatian, keprihatinan, motivasi dan inspirasimu.
Kakak, kurangkai kata-kata ini dalam sendiri dan bisuku
Bersama deraian air mata mengenangmu.
Kutuliskan kata-kata ini di saat matamu tak lagi
Memandangku, teman-teman, keluarga dan seluruh umatmu.
Bagaimana bisa aku melupakan yang tak mungkin dilupakan?
Kutuliskan semuanya untuk mengenangmu dan menghormatimu.
Dari seberang kami mencintaimu dan mendoakanmu
Jadilah bagi kami pendoa setia di hadapan Tuhan.
Tuhan tetap menang, karena andalah andalan-Nya.
Terpujilah Tuhan, Dia telah memberi.
Terpujilah Tuhan, Dia telah mengambilnya.
Catatanku ini terjadi karena aku mencintaimu.Â
Terima kasih, saudaraku.Â
Selamat jalan.
Hari ini, saya mengulangi lagi kata-kata ini untuk menghormatimu. Jadilah bagi kami semua, pendoa yang setia di hadapan Tuhan. Beristirahatlah dalam damai Tuhan. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil kembali. Terpujilah nama Tuhan.