Mohon tunggu...
Jojo Simatupang
Jojo Simatupang Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan | Guru | Penulis

Menjadi manfaat bagi banyak orang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wisata Horor sebagai Alternatif Hiburan

17 Oktober 2015   01:56 Diperbarui: 17 Oktober 2015   02:50 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sendiri tidak melihat apa-apa, kemudian Babeh mengarahkan ke sebuah batu makam, "silakan kalian berlima duduk disini, kalau bosan silakan ke sana (2 makam dari sana), duduk disana, boleh mencar", kata Babeh. Kamipun duduk berlima di salah satu makam yang ditunjuk Babeh, Babehpun pamit untuk kembali ke tempatnya semula. Beberapa menit kami duduk melihat sekeliling kami, tidak ada yang bisa kami lihat. Merasa bosan akhirnya kami berpencar, saya dan 2 teman saya pindah mendekati pohon kembar, salah satu teman kami cukup mengerti akan hal mistis. Salah satunya suara Tokek yang katanya ada hal aneh jika berbunyi dengan jumlah genap. Bayangan lewat, 2 teman saya lihat, namun saya tidak. Kemudian ada suara tokek, tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . tokek . . . nah, benar saja, jumlahnya 8.

Saya mulai timbul rasa gentar, 2 teman saya yang bosan kembali menuju tempat Babeh. Tidak lama dari itu, datang rombongan lain, 3 pasangan anak muda, laki-laki dan perempuan, mereka mengambil tempat duduk di dekat pohon kembar, sangat dekat. Mereka sangat berisik sekali, gaduh, saya mulai tidak nyaman dengan perlakuan mereka. Kegaduhan mereka semakin menjadi ketika salah satu perempuan dari mereka berteriak, dengan gaya pemberani salah satu laki-laki dari mereka menghampiri pohon kembar dan bergelantungan serta memeluk pohon tersebut. Kami bertiga semakin tidak nyaman dan memutuskan untuk kembali ke tempat Babeh.

Titik pertama selesai, kami menceritakan kepada Babeh. Kami minum dan beberapa merokok sambil berbincang dengan babeh. "Mau lanjut? Kita kesana ke pohon Benda", tawar Babeh. Kami yang sudah istirahat sejenak langsung diantarkan Babeh ke pohon Benda, lokasinya cukup jauh dari sumber cahaya, gelap dan sedikit sulit jalannya karena makamnya tidak beraturan dan beberapa tanahnya basah. Sampai di pohon Benda, kami hanya berjarak 3 meter dari pohon Benda, pohon ini umurnya sudah sangat tua, diperkirakan puluhan hingga ratusan tahun usianya. Babeh langsung bicara pada kami tanpa menunjuk dan melihat ke atas pohon Benda, "nah, itu di atas ada makhluk, hati-hati ya. Silakan duduk disini. Eh, tapi jangan, terlalu dekat, bahaya. Kita mundur, duduk di nisan itu saja, kalian yang merokok tidak boleh putus (tidak boleh sampai mati), kalau mati atau habis rokoknya, teman lain yang perokok harus merokok, pokoknya tidak boleh berhenti", kata Babeh.

Babeh yang dari awal sudah ragu karena jumlah kami yang ganjil langsung mengintruksikan kami, "kalau kalian terkena lemparan batu yang kecil, jangan takut, itu biasa, kalau sudah batunya besar, silakan kembali (ke tempat Babeh)", ujar Babeh. "Siap Beh", jawab kami. Babehpun kembali ke tempatnya meninggalkan kami berlima di dekat pohon Benda. Kami berlima duduk di nisan menghadap sebuah pohon yang tinggi dan besar, pertama teman saya melihat ke atas, "ada Kuntilanak di atas sana", kata teman saya. "Iya, gue juga lihat tuh di atas", jawab teman saya yang lain. "Iya tuh, gue lihat", saya juga lihat. Wajahnya gelap memang, seram, sedikit tampak kalau wajahnya buruk, ada cacing atau belatung di wajahnya, posisinya tengkurap di dahan pohon sambil memperhatikan kami. Saya kemudian menunduk karena tidak tahan melihat rupanya. 1 di antara kami tidak dapat melihat apa-apa, dia kebingungan, namun ia hanya berbisik kalau dia tidak lihat apapun. Tassssss . . . terdengar suatu benda keras menghantam sesuatu, ternyata salah seorang teman kami dilempar kerikil hingga kerikil itu pecah.

"Gue dilempar nih, ini pecahan batunya". "Gede gak?" "Segini gede ngga? (sambil menunjukkan satu ruas jari kelingkingnya sebagai tolak ukur kerikil tersebut)" "Gede tuh." "Iya itu gede". "Aduh, gede itu". "Ah kecil". Kami yang dalam kondisi takut langsung bergegas lari-lari kecil menuju Babeh, keluar dari areal pohon Benda. Babeh yang baru keluar dari warung langsung menghampiri kami dan bertanya "loh, hehehe kok sudah keluar?" "Aduh Beh, saya dilempar batu Beh." "Sebesar apa batunya?" "Segede ini Beh (sambil menunjukkan jarinya)". "Halah, itu sih kecil, gak apa-apa itu mah, kalau sebesar batu bata baru kalian lari", kata Babeh. "Yahhhh . . ." sahut saya tanda menyesal. "Ya sudah balik lagi yuk", ajak saya. "Ogah ah, adanya kita dikira meremehkan makhluknya, apalagi ada yang gak bisa lihat, nanti adanya kita kena musibah", sambung teman saya. Akhirnya kami istirahat sejenak setelah mengunjungi titik kedua tersebut.

"Hey, jangan masuk mobil dulu", pekik Babeh. "Oh iya Beh", jawab saya. Saya sudah paham maksudnya agar kami tidak diikuti oleh makhluk tersebut. Saya menghabiskan minuman saya, beberapa asik merokok untuk menenangkan dirinya. Setelah itu kami membasuh tubuh kami/wudhu, kemudian kami diperbolehkan pulang. Hanya dengan Rp 10.000,00 sebagai jasa antar kepada Babeh dan Rp 5.000,00 untuk parkir, kami sudah dapat mengunjungi dan berwisata horor di TPU Jeruk Purut. Hanya 2 dari 3 titik wisata yang kami kunjungi, karena insiden di titik kedua, kami sudah enggan mengunjungi titik ketiga. Titik ketiga adalah yang paling seram, karena yang dikunjungi adalah makam Wali dan tempat Pastur Kepala Buntung berada. Saya putar arah dan langsung pulang menuju kosan, waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB, sudah waktunya beristirahat.

Saya berpikiran selera orang berbeda-beda, ada yang memiliki selera humor, horor, romantis, dan lain-lain. Bagi yang memiliki selera horor dapat menjadikan hal ini sebagai wisata demi memuaskan rasa ingin tahu anda. Wisata ini seharusnya tidak hanya di TPU Jeruk Purut, di tempat-tempat angker lainnya harus ada. TPU Tanah Kusir salah satunya, mungkin bisa juga Rumah Kentang, Alas Roban, dan lain-lain. Tentu dengan catatan sang pemandu harus dapat mengendalikan situasi dan kondisi, karena hal ini berhubungan dengan nalar manusia dan dapat memberikan dampak bahaya jika tidak dapat dikendalikan. Selain itu pengunjung harus menjaga sikap dan mengukuti segala aturan dan ketentuan yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun