Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Elaborasi Heritage of Toba Menuju Wisata Berwawasan Budaya

13 November 2021   13:10 Diperbarui: 13 November 2021   13:12 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana menjelang pembukaan International Conference "The Heritage of Toba" Rabu (13/10/2021). Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.

Jangkauan Toba sebagai sebuah promosi wisata kelas internasional, sejatinya tak berhenti di keindahan pesona alam semata. Jika digali lebih dalam, kekayaan pesona menu wisata di sekujur Toba sangatlah melimpah.

Hal tersebut nyata dari pengakuan para para ahli budaya, pegiat seni, budaya, dan praktisi terkait pesona Toba dalam sesi International Conference bertajuk "Heritage of Toba: Natural and Cultural Diversity." Mereka melihat Toba jauh ke depan dengan daya eksotisme yang tahan zaman.

Viky Sianipar, musisi asal Batak, misalkan melihat kekayaan pesona pariwisata Toba dari kacamata musik tradisional.

Sebaliknya, Santhi Serad, Praktisi Kuliner Indonesia justru mengolah menu kekayaan wisata Toba dari sisi cita rasa makanan tradisional khas Batak. Semua bentuk kolaborasi ini ada dalam semangat pelestarian "Heritage of Toba".

Pendalaman mengenai kekayaan wisata Toba sebagai sebuah warisan budaya, dikupas dalam sesi International Conference bertajuk "Heritage of Toba: Natural and Cultural Diversity" yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (KEMENPAREKRAF/BAPAREKRAF)

Dalam Sesi II International Conference pada Rabu (13/10/2021), olahan keindahan pariwisata Toba sengaja diobral dan digali secara keseluruhan.

Sesi II Seminar Internasional ini mengulas tema terkait "Kolaborasi Budaya, Masyarakat, dan Pariwisata Toba." Tema ini dikupas oleh lima narasumber, yakni Prof. Uli Kozok, (Ahli Budaya Batak dari Universitas Hawaii), Athan Siahaan (Fashion Designer), Santhi Serad (Praktisi Kuliner Indonesia), Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), dan Viky Sianipar (Musisi).

Elaborasi Wisata Berwawasan Budaya

Kekayaan pesona Toba sebetulnya masih perlu digali lebih dalam. Sejarah terbentuknya Toba, jika ditelisik dari pesona budaya, selalu memberi ruang untuk dielaborasi.

Menurut Prof. Uli Kozok, wisata apapun seharusnya memiliki unsur budaya. Kekayaan budaya, biasanya memberi nilai ekstra pada postur sebuah objek wisata. Dalam hal ini, sebuah objek wisata selalu berkolaborasi dengan adat-istiadat dan budaya masyarakat setempat.

Kisah sejarah yang melekat dalam kebudayaan masyarakat setempat pada umumnya mempengaruhi unsur kebugaran sebuah tempat wisata. "Masih banyak jenis wisata yang perlu dikembangkan terkait perkembangan wisata di daerah Batak," kata Prof. Uli.

Suasana ruang International Conference
Suasana ruang International Conference "Heritage of Toba." Foto: Dok Pribadi Kristianto Naku.

Anjuran pengembangan nilai-nilai kebudayaan masyarakat setempat juga ditekankan oleh Athan Siahaan, sebagai seorang Fashion Designer. Menurut Athan, cara mempertahankan kekayaan budaya Batak bisa dikelola melalui kerajinan tenun khas masyarakat setempat.

Athan, mencontohkan, bagaimana tenunan Ulos yang menjadi jati diri orang Batak dipromosikan sebagai sebuah bentuk wisata berwawasan budaya. "Ulos merupakan peninggalan leluhur Batak yang sarat nilai sakral," kata Athan.

Menurut Athan, kain Ulos sudah dipromosikan di beberapa negara, seperti Rusia dan Jepang. Akan tetapi, eskalasi promosi Ulos masih perlu didongkrak untuk kemajuan pariwisata Toba.

Wisata berwawasan budaya, dalam hal ini, justru lebih menambah wawasan jika upaya promosinya dilakukan oleh masyarakat setempat.

Menuju proyek Wonderful Indonesia, kolaborasi budaya untuk sebuah kawasan wisata sangatlah penting. Tampilan budaya, pada dasarnya memberi warna tersendiri pada kemasan paket wisata di suatu daerah.

Athan Siahaan mengharapkan agar pemerintah membantu proses persalinan objek wisata baru dengan memanfaatkan kekayaan budaya masyarakat setempat.

Poster promosi wisata akan lebih dikenal jika pemerintah ikut membuka pasar baru untuk kearifan lokal masyarakat setempat. Kain Ulos sebagai "maskot" budaya Batak dan pintu masuk Toba, harus lebih sering dipromosikan demi kelanggengan sebuah pesona wisata.

Selain Ulos dan upaya pemberdayaan ruang gerak budaya serta adat-istiadat masyarakat setempat, sumbangan ekstra nilai budaya untuk sebuah promosi wisata juga bisa dikelola dari pojok musik tradisional. Dalam hal ini, musik dan lagu-lagu tradisional bisa dikemas dengan sajian yang berkualitas.

Viky Sianipar, salah satu musisi asal Batak, melihat peran lagu-lagu tradisional Batak mampu memberi kesan bermakna pada orbit wisata Toba. "Lagu dan musik lokal harus dikemas dengan selera kekinian agar mampu menarik minat pendengar," kata Viky.

Anak-anak muda sekarang, menurut Viky, lebih suka mendengar genre musik yang baru. Tugas musisi dalam hal ini adalah bagaimana mengemas musik lokal itu menjadi lebih berkualitas dengan kolaborasi zaman.

Wisata budaya juga sebetulnya ikut menggandeng cita rasa makanan lokal. Dari sekian banyak jenis wisata yang ada, wisata kuliner umumnya ikut membantu promosi kekayaan wisata.

Santhi Serad, Praktisi Kuliner Indonesia dalam ulasannya menyarankan agar kegiatan storytelling terkait jenis makanan khas Batak perlu ditingkatkan secara berkala.

"Kegiatan storytelling bertajuk makanan tradisional, pada dasarnya membantu para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara untuk memahami jenis makanan khas masyarakat setempat," kata Santhi.

Cita rasa makanan, biasanya memberi aroma yang tahan lama di hati dan pikiran para pengunjung. Melalui kegiatan storytelling, pemahaman para pengunjung tentang jenis kuliner masyarakat setempat pun semakin dekat dan akrab.

Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Wisata berwawasan budaya tentu tidak lahir begitu saja tanpa mengikutsertakan peran masyarakat setempat. Untuk itu, peran serta masyarakat lokal di mana budaya itu berkembang haruslah menjadi kunci pengelolaan promosi wisata berbasis budaya.

Hilmar Farid dalam pemaparannya menekankan tentang pentingnya keterlibatan masyarakat lokal untuk kemajuan sebuah objek wisata.

Suasana Stand UKM dari daerah-daerah kawasan Toba saat acara  international conference  
Suasana Stand UKM dari daerah-daerah kawasan Toba saat acara  international conference  "Heritage of Toba." Foto: Dok. Pribadi Kristianto Naku.

Hilmar menggarisbawahi upaya kolaborasi pemerintah dan masyarakat lokal. Di Pulau Samosir, misalnya, masyarakat diberi edukasi mengenai pentingnya upaya pelestarian budaya.

Pendampingan dan pelatihan secara berkala terkait upaya pelestarian budaya maupun unsur objek wisata, menurutnya, perlu diperkuat melalui temu-kenal masyarakat desa.

Menurut Hilmar, pasar wisata lebih menyentuh ketika masyarakat setempat dilibatkan dalam proyek promosi wisata. "Desa adalah lumbung kebudayaan," kata Hilmar.

Hilmar juga memberikan penekanan mengenai peran serta Kepala Desa setempat dalam mempromosikan kekayaan budaya. Tugas Kepala Desa adalah memantau, mengedukasi, dan mempromosikan upaya pelestarian kearifan lokal masyarakat setempat.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan justru memberi support dengan memberikan materi-materi edukatif kepada setiap perangkat desa untuk memajukan promosi wisata berbasis budaya.

Kekayaan wisata budaya juga ikut melibatkan menu lain yang mampu menarik wisatawan untuk berkunjung. Menurut Santhi Serad, Praktisi Kuliner Indonesia, kemasan wisata biasanya juga dilirik karena olahan makanannya.

Menu Ikan Arsik khas Batak, misalnya, bija dijadikan sebagai unsur lain dalam meminang minat para pengunjung. Memori seorang wisatawan biasanya melekat lama karena efek sajian kuliner wilayah setempat yang khas dan memikat.

Santhi mengharapkan agar wisata kuliner Batak bisa dielaborasi sesuai dengan prospek pengembangan pariwisata Toba ke depannya. Menurut Santhi, ada beberapa prospek yang diharapkan untuk pengembangan pariwisata Toba terutama dari bilik kuliner.

Pertama, pengembangan promosi kuliner sebaiknya memperhatikan upaya diplomasi kuliner. Dalam hal ini, sajian khas kuliner Batak Toba sebaiknya dimasukkan ke dalam menu saji kedutaan Indonesia Luar Negeri.

Kedua, membuat storytelling terkait ragam bumbu dan makanan khas Batak. Ketiga, menyajikan lebih banyak menu makanan dan minuman lokal di homestay dan hotel. Keempat, mengupayakan kolaborasi chef dan praktisi kuliner dalam mempromosikan masakan lokal Batak di tingkat nasional.

Kelima, membuka destinasi wisata kuliner berbasis pengolahan makanan tradisional. Keenam, membuka lokasi culinary centre sebagai dapur umum bagi wisatawan domestik dan mancanegara untuk belajar memasak, khususnya masakan tradisional Batak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun