Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mem-back Up Minuman Keras

2 Maret 2021   08:41 Diperbarui: 3 Maret 2021   07:49 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minuman beralkohol. Foto: kompas.com.

Jika dicermati, keempat provinsi ini memang memiliki tradisi tertentu dalam pengelolaan minuman beralkohol. Pada dasarnya pengelolaan minuman ini dipakai untuk kebutuhan upacara adat tertentu. Sebagai contoh, di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), minuman alkohol jenis sopi atau arak putih telah dipakai bertahun-tahun dalam ritus adat tertentu. 

Jika kegiatan-kegiatan budaya digelar, sopi atau arak putih akan digunakan sebagai minuman jamuan. Kebiasaan ini diwariskan dan dilestarikan dari generasi ke generasi. Akan tetapi, dalam perjalanan waktu, jenis minuman ini kadang mulai digunakan di luar seremoni adat tertentu dan dijadikan selebrasi tak sehat.

Ketika minuman jenis arak dan sopi dikelola di luar ritual-ritual adat, dosis penggunaannya pun tak terbendung. Minuman ini, jika diteguk memang membuat beberapa orang ketagihan dan di sisi lain mereka yang tak kuat secara fisik akan menuai efek samping. Di luar ritus upacara adat tertentu, konsumsi minuman jenis arak putih dan sopi kadang menciptakan banyak efek negatif. 

Biasanya, efek negatif ini muncul karena mereka yang mengonsumsi tak memperhatikan dengan baik dosis yang seharusnya. Jika takaran sopi dan arak putih tak terlalu banyak, hemat saya, efek berlebihan, seperti mabuk, munculnya tindakan kekerasan, dan kecelakaan pasti dapat dihindarkan. Seperempat gelas untuk kebutuhan selebrasi semata tentu tak berpengaruh terhadap stamina fisik dan kesehatan tubuh.

Ditolak

Berita terkait pelegalan minuman keras memang tak disambut baik oleh semua kalangan masyarakat. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Porvinsi Papua KH Saiful Islam Al Payage misalnya menolak legalitas produksi minuman keras ini. Payage menilai kebijakan pelegalan minuman keras dalam kerangka penanaman modal justru merupakan sebuah upaya penghancuran masa depan generasi. 

Bagi Payage minuman keras selama ini telah banyak membuat hidup banyak orang hancur dan menimbulkan banyak masalah sosial di tengah masyarakat.

"Karena minuman keras akan menghancurkan pikiran orang Papua, menghancurkan karakter orang Papua, menghancurkan pola pikir, pola hidup, dan untuk membangun generasi Papua ke depan akan berat jika model kebijakannya seperti ini," kata Ketua MUI Provinsi Papua (Republika, 1/3/2021).

Pernyataan Payage diperkuat oleh bukti-bukti di mana minuman keras di wilayah Papua sungguh memberi efek yang kurang baik kehidupan warga. 

Dalam laporan yang disampaikan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe pada 2017 silam, angka kematian di wilayah Papua 22 persen disebabkan oleh kebiasaan mengonsumsi minuman keras. 

Selain data kematian yang yang disebabkan langsung oleh kebanyakan mengonsumsi minuman keras, kematian juga dipengaruhi oleh efek turunan dari miras itu sendiri, yakni kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya di Papua, di wilayah-wilayah lain, seperti NTT dan Bali, tingkat kecelakaan akibat pengaruh miras juga cukup tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun