Pernahkah anda merasa sudah berusaha sekuat tenaga, tapi hasilnya tak pernah sebanding? Pernahkah anda bertanya-tanya kenapa sebagian orang bisa melesat jauh, sementara anda tertatih hanya untuk bertahan? Mungkin anda sempat menyalahkan diri sendiri. Kurang pintar, kurang giat, kurang cepat membaca peluang.
Tapi... bagaimana kalau masalahnya bukan hanya soal anda?
Kita hidup dalam dunia yang tak semuanya dimulai dari titik yang sama. Ada yang lahir dengan akses ke pendidikan berkualitas, jaringan keluarga yang kuat, bahkan jaminan masa depan sejak lahir. Sementara yang lain, mungkin termasuk saya maupun anda... berjuang dari awal, dengan jalanan yang tidak rata dan rintangan yang tak terlihat di peta keberhasilan.
Sistem sering kali tidak netral.Â
- Pendidikan? Lebih mudah dinikmati oleh mereka yang bisa membayar lebih.
- Ekonomi? Dipegang oleh segelintir orang yang mengatur permainan.
- Hukum? Lebih berpihak pada mereka yang bisa menyewa kuasa, bukan pada siapa yang benar.
Lalu kita yang berada di tengah semua itu, dituntut untuk "sukses". Tanpa petunjuk. Tanpa keadilan. Tanpa perlindungan.
Dan ketika gagal, dunia meminta untuk menerima bahwa kegagalan itu karena kita kurang berusaha.
Padahal bisa jadi, ini bukan soalan gagal---anda hanya sedang mendaki gunung dengan beban yang orang lain tak pernah tahu.
Dan salah satu beban paling awal itu bernama: PENDIDIKAN
Pendidikan seharusnya menjadi jembatan keluar dari kemiskinan, bukan? Itulah yang dulu kita dengar dari guru-guru. Belajarlah yang rajin, nanti anda bisa jadi orang sukses. Tapi semakin dewasa, anda mulai sadar: janji itu tidak terasa universal. Tidak semua orang punya jembatan yang sama panjangnya. Tidak semua jembatan dibangun di tanah yang kokoh.
Pendidikan hari ini yang jadi alat penyamarataan justru sering kali menjadi mesin penguat ketimpangan. Karena nyatanya, kualitas pendidikan yang anda terima sangat ditentukan oleh siapa orang tua anda dan di mana anda dilahirkan.