Hal ini dapat dijabarkan dalam tiga pilar utama:
- Konservasi Berinsentif (Prioritas Ekologis): Meluncurkan program penanaman masif di Zona Wajib Tanam Bambu (lahan bekas tambang dan DAS kritis). Keberhasilan program ini harus didukung oleh insentif bagi petani atau koperasi yang berhasil merehabilitasi lahan dengan bambu, menjadikannya investasi ekologis yang menguntungkan.
- Industrialisasi Hijau (Akselerasi Ekonomi): Membangun Pusat Inkubasi Bisnis Bambu dan memfasilitasi Skema Kredit Usaha Bambu (KUR) berbunga rendah di tingkat desa. Fokus industrialisasi adalah produk bernilai tambah tinggi bahan bangunan modern, pengganti plastik, dan energi bersih, guna menjamin pasar yang luas bagi bambu hasil konservasi.
- Penguatan Kemitraan Sosial (Perekat Sosial): Mengaktifkan dan memberdayakan Koperasi Bambu Desa sebagai pengelola rantai pasok dari hulu ke hilir. Kemitraan ini memastikan bahwa manfaat ekonomi dari industrialisasi dirasakan langsung oleh masyarakat yang bertanggung jawab atas pelestarian lingkungan.
Ambisi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, bambu harus menjadi salah satu pilar strategis dalam peta jalan pembangunan berkelanjutan. Dalam jangka pendek (2024-2029), fokus pada konsolidasi melalui penguatan Program Perhutanan Sosial dengan integrasi budidaya bambu dan peluncuran Gerakan Nasional Penanaman Bambu di 10.000 Desa. Pada fase menengah (2030-2039), akselerasi industrialisasi dengan membangun 100 Sentra Industri Bambu Terpadu dan mengembangkan 5 Pusat Inovasi Bambu Nasional. Menuju 2045, targetkan kontribusi sektor bambu sebesar 5% terhadap PDB nasional dengan menjadikan Indonesia sebagai produsen bambu terkemuka dunia yang menguasai 25% pasar global.
Sinergi dengan program pemerintah menjadi kunci keberhasilan peta jalan ini. Integrasi bambu dalam pembangunan IKN Nusantara sebagai material konstruksi utama, pemanfaatan dalam Program Energi Baru Terbarukan sebagai sumber biomassa, serta kolaborasi dengan Kartu Prakerja dan Kampus Merdeka untuk penyediaan pelatihan keahlian industri bambu, akan menciptakan ekosistem yang saling memperkuat. Target kuantitatifnya meliputi 5 juta hektar hutan bambu terkelola berkelanjutan, penciptaan 10 juta lapangan kerja hijau, dan kontribusi pengurangan emisi 150 juta ton CO2 per tahun pada 2045.
Dengan menjadikan bambu sebagai arus utama pembangunan, Indonesia tidak hanya akan mencapai target SDGs dan NDC, tetapi juga membangun fondasi ekonomi yang inklusif dan berdaulat. Perlu komitmen melalui Regulasi (Perpres tentang Pengembangan Industri Bambu Nasional), Kelembagaan (Badan Pengelola Bambu Nasional), dan Pendanaan (alokasi APBN dan green funding) untuk mewujudkan mimpi besar ini. Bambu bukan sekadar tanaman masa depan, ia adalah jembatan menuju Indonesia Emas 2045 yang mandiri, maju, dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI