Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak  menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6: Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi, latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa secara tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.
Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Seperti yang sudah dijabarkan di atas, ada 11 pasal mengenai Kode Etik Jurnalistik yang seharusnya ditaati oleh para jurnalis dalam menjalankan profesionalitasnya.
Namun, sampai sekarang masih ada saja media online yang melanggar perjanjian-perjanjian yang telah disepakati ini.
Melihat Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik
 Dilansir dari antaranews.com, menurut Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Arif Zulkifli, per tahun 2020, ada sekitar 700 dan 800 aduan mengenai pelanggaran kode etik saat ini.