Bekerja itu merupakan impian bagi banyak orang. Dengan bekerja, seseorang bisa memenuhi kebutuhannya. Tidak sedikit orang mulai memfokuskan diri untuk  bekerja sejak lulus sekolah menengah atas. Saya mengalaminya pasca gagal melanjutkan ke bangku kuliah karena faktor ekonomi.
Bekerja menjadi rencana kedua untuk bisa melanjutkan pendidikan suatu saat nanti. Tetapi, mendapatkan pekerjaan dengan ijazah SMA memang tidak mudah. Kantor atau lapangan kerja selalu membutuhkan orang yang berpengalaman.Â
Tentu, syarat itu tidak akan dapat dipenuhi oleh orang-orang muda seperti saya ketika itu. Tapi tidak apa, ini pengalaman pertama bekerja. Setelah bekerja selama 2 tahun, saya menerima tawaran pekerjaan yang lebih menarik dan melaluinya selama 9 tahun lebih.Â
Pasca kerusuhan 1998 sekian waktu lalu, kondisi ekonomi nasional memaksa banyak orang harus rela untuk tidak bekerja lagi. Maka, banyak orang bekerja seadanya. Kuliah saya berhenti, dan saya terpaksa berhenti dari pekerjaan.
Saya beruntung masih bisa mendapatkan pekerjaan kedua yang lebih baik dari sebelumnya. Tapi, lagi-lagi dunia kerja tidak selalu berpihak kepada semua orang.Â
Tak dapat dihindari, saya pun terpaksa keluar dari pekerjaan di usia 31 tahun. Tidak mudah mendapatkan pekerjaan di usia ini. Banyak teman-teman terpaksa tetap di rumah karena sulitnya mencari pekerjaan. Berpindah pekerjaan di usia di atas 30 tahunan sangat beresiko.Â
Kita mungkin belum dalam kondisi yang kuat untuk berganti karir. Faktor ekonomi sering menjadi hal yang bisa mempengaruhi keputusan untuk resign atau berganti berganti karir pekerjaan. Ini perlu diantisipasi sebelum membuat keputusan.Â
Baca juga:Â Bikin Sebal! Ini Kebiasaan Negatif Penumpang Transportasi Umum, Tidak Ditiru
Bagi banyak orang, keluar dari pekerjaan bisa menjadi mimpi buruk. Lagi-lagi, saya beruntung mendapatkan pekerjaan yang lebih baik karena penghasilannya lebih besar dari sebelumnya. Pengalaman bekerja di bidang yang sama, sebelumnya yaitu keuangan, menjadi modal penting ketika mendapatkan pekerjaan baru.Â
Yah, keberuntungan memang berpihak pada saya. Dan, keberuntungan itu belum tentu diperoleh banyak orang lain. Maka, saya sangat bersyukur atas pekerjaan ini dan sangat mencintainya. Saya mendapat panggilan bekerja di salah satu perusahaan farmasi.Â
Setelah 11 tahun bekerja, kondisi perusahaan tidak baik-baik. Saya pun harus dirumahkan. Tapi, mimpi buruk tak selalu harus dimulai. Pengalaman menjadi guru terbaik dengan mengajarkan diri untuk menjadi pengusaha kecil-kecilan. Hobi memasak menjadi modal utama untuk berwira usaha selama 9 bulan.
Saya menekuni pekerjaan ketika masih bekerja sebagai karyawan. Tetapi, belajar dari kerja keras orang lain bagi saya merupakan pengetahuan tambahan. Meskipun untuk memulai usaha harus mampu melepas rasa gengsi dan malu. Banyak orang gagal di bagian ini. Akibatnya, keadaan menjadi stagnan.
Meski memasak menjadi hobi, tapi membuat masakan seperti gulai, tongseng, dan sate yang enak perlu belajar banyak. Adaptasi selama sebulan atau lebih dari 30 hari, nyaris membuat saya putus asa. Bagaimana tidak, modal usaha terus berkurang, kan. Tetapi memasuki bulan kedua, sedikit demik sedikit, sudah ada pelanggan tetap yang kemudian membuat usaha meningkat.
Jalan Tuhan tak dapat dielakkan. Saya diberi kesempatan untuk kuliah lagi. Gembira? tentu saja, tetapi tidak mudah. Saya menatap anggota keluarga yang menjadi jalan keputusan untuk memasuki bangku kuliah lagi. Selama 4 tahun berjuang sambil menjalani usaha di rumah bersama isteri.Â
Tidak banyak, dan cenderung pas-pasan untuk keluarga. Kuliah selesai, musim Covid-19 datang. Duh... saya kalau ingat kisah ini seperti menonton film kehidupan tentang jatuh dan bangun yang berulang-ulang. Sulit membayangkan jika keadaan lebih buruk dari saat itu. Â
Yang sulit saya pahami adalah soal keberuntungan. Tiga bulan pasca Covid-19, saya mendapatkan tawaran bekerja. Ini sungguh rezeki keluarga. Dari sinilah kehidupan terus membaik, bahkan saya bisa menyelesaikan studi S2 berkat pekerjaan ini.Â
Ada banyak saluran berkat yang ditunjukkan oleh Tuhan kepada saya dan keluarga. Saya melalui masa-masa sulit itu, berpindah kerja beberapa kali bukanlah keinginan diri, tapi kondisi yang memaksa demikian.Â
Baca juga:Â Tidur Larut Malam: Apa Jadinya pada Tubuh dan Sistem Memory?
Saya merefleksikan pengalaman itu sebagai pembelajaran hidup yang sangat berharga. Keberuntungan tidak harus jadi alasan membuat keputusan pindah karir. Orang harus berpikir matang sebelum memutuskan berpindah karir.Â
Selalu bersyukur atas rencana dan pemberian Tuhan. Ada banyak riak, dinamika persoalan yang dihadapi, dan itu tidak mudah untuk dilewati. Saya tidak meminta untuk pindah pekerjaan ketika itu karena saya tahu, saya belum mapan.
Memang, kini saya mengambil banyak pelajaran dari pengalaman hidup saya itu. Rencana hidup setiap orang berbeda. Ada yang lancar-lancar saja dengan satu pekerjaan selama puluhan tahun. Ada yang harus berganti-ganti tempat kerja seperti saya.
Pengalaman ini tidak cocok untuk diikuti apalagi ditiru, karena keberuntungan tidak selalu sama. Tapi, saya menangkap satu hal, yaitu terus berusaha dan menghadapi kesulitan dengan sikap sabar dan kuat. Gengsi merupakan racun yang menghambat jalan.Â
Dan, mungkin ini yang disebut jalan Tuhan atau rencana Tuhan untuk manusia. Kesulitan satu menjadi pintu masuk untuk pengalaman hidup yang baru. Ketika sudah di dalam, akan berhadapan dengan pintu masuk lain menuju pengalaman lainnya. Semoga ada hal positif yang bisa ditemukan dalam pengalaman ini.*** Â Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI