Konten negatif tersebut berpotensi untuk membentuk pola pikir anak yang akan terbawa dalam interaksi sosial sehari-hari di rumah dan di sekolah.
Selain faktor media, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua juga berperan penting. Banyak orang tua mungkin terlalu otoriter atau sebaliknya, terlalu membebaskan anak tanpa memberikan batasan yang jelas.
Ketidakkonsistenan dalam menetapkan aturan dapat menyebabkan anak merasa tidak mendapatkan konsekuensi dari perilaku mereka. Hal ini bisa mengakibatkan mereka cenderung mengabaikan norma atau tata krama.
Baca juga:Â Menggali Makna Tangan Kanan dalam Etika Sosial Indonesia
Dampak yang Ditimbulkan
Kurangnya rasa hormat bisa berakibat signifikan. Setidak-tidaknya, hubungan antara generasi dapat menjadi renggang. Anak yang tidak menghormati orang tua atau guru atau orang yang lebih tua, membuat komunikasi menjadi sulit. Tentu saja, kondisi ini memicu ketegangan dalam keluarga dan lingkungan sekolah.
Anak-anak yang tidak diajarkan untuk menghormati orang lain cenderung mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial yang sehat di masa depan. Kurangnya rasa hormat dapat mengarah pada perilaku sosial yang lebih luas yang merugikan masyarakat.
Jika generasi muda tidak belajar untuk menghargai orang lain, maka dapat menyebabkan peningkatan konflik dan penurunan moralitas dalam masyarakat.
Bagaimana Membangun Rasa Hormat?
Penting bagi orang tua dan pendidik untuk menerapkan pendekatan yang lebih efektif dalam mendidik anak khususnya mengenai nilai-nilai tata krama. Pendekatan yang dimaksud adalah soal penetapan batasan yang jelas, konsistensi, pemberian contoh atau model perilaku sopan dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi terbuka antara orang tua dan anak menjadi sangat penting. Orangtua juga perlu mendengarkan pendapat anak. Hal ini dapat membantu mereka merasa agar dihargai sekaligus memberi stimulus bagi mereka untuk menghormati orang lain.