Selama masa pandemi Covid-19 ini setidaknya ada 4 peristiwa penting di Indonesia, yaitu maraknya dinasti politik, disahkannya UU Cipataker, kepulangan Habib Rizieq dan tertangkapnya Menteri KKP Edhy Prabowo oleh KPK.
Keempat peristiwa tersebut seolah mewakili keadaan bangsa, bagaimana abuse of power 'penyalahgunaan wewenang', dan dekadensi 'kemerosotan' moral para tokoh masih terjadi di era reformasi ini.
Apabila para pemimpin bangsa ini yang notabene menjadi teladan bagi rakyatnya tidak membenahi moralitas, perilaku, sikap dan integritasnya, maka kemungkinan dapat terjadi adanya krisis kepercayaan dan krisis kepemimpinan.
Membangun kepercayaan bukan dengan kata-kata yang manis dan hanya untuk pencitraan diri. Namun tindakan nyata yang berdampak pada kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.
Memang tidak dapat di hindari manusia membutuhkan pengakuan, penghargaan  dan aktualisasi diri, tetapi bukan itu yang menjadi tujuan. Ia akan ada sebagai efek penyerta dari nilai-nilai dan manfaat  yang telah dilakukan untuk kemaslahatan banyak orang.
Sebagai masyarakat yang tidak dapat berbuat banyak dan hanya menerima keputusan peraturan dari pemerintah. Masyarakat hanya melakukan apa yang dapat diperbuat sesuai dengan bidangnya.
Demikian halnya terhadap perilaku para elite politik dan tokoh masyarakat yang tidak pro rakyat, masyarakat hanya sebagai penonton sambil mengelus dada. Berdoa kiranya mereka kembali pada panggilan seorang pemimpin yang amanah.
Fenomena Dinasti Politik
Adalah Presiden Joko Widodo yang membuat keputusan kurang elok dengan merestui putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam gelaran Pilwalkot Solo tahun 2020 ini.
Demikian juga seolah tidak mau ketinggalan sang menantu Bobby Nasution juga siap bertarung dalam perebutan kursi Wali Kota Medan. Putra dan menantu Jokowi, kedua-duanya berlatar belakang pengusaha dan belum lama aktif di partai.
Walaupun secara hukum pencalonan itu tidak melanggar peraturan, tetapi telah membentur etika dan moral sebagai seorang pemimpin bangsa. Patut diduga Jokowi telah menyalah gunakan wewenang untuk mendikte para ketua partai meloloskan mereka, walaupun tentunya tidak secara langsung.