Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Good Cop, Bad Cop, atau Just Right? Menemukan Keseimbangan dalam Disiplin Sekolah

19 Februari 2025   10:37 Diperbarui: 20 Februari 2025   18:58 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru memarahi muridnya | Pexels/RDNE Stock project 

Disiplin di sekolah selalu menjadi tantangan bagi para pendidik. Di satu sisi, guru ingin menciptakan lingkungan belajar yang tertib dan kondusif.

Namun, di sisi lain, pendekatan disiplin yang terlalu keras bisa membuat siswa merasa tertekan, sementara pendekatan yang terlalu lembut bisa membuat aturan sekolah diabaikan.

Menyeimbangkan antara ketegasan dan empati dalam mendidik siswa adalah seni yang terus berkembang dalam dunia pendidikan.

Salah satu pola yang sering muncul dalam penerapan disiplin di sekolah adalah fenomena "Good Cop, Bad Cop."

Dalam skenario ini, seorang guru berperan sebagai pihak yang tegas dan disiplin (Bad Cop), sementara guru lainnya mengambil peran yang lebih lembut dan pengertian (Good Cop).

Pola ini sering digunakan untuk menyeimbangkan aturan dan pendekatan emosional terhadap siswa.

Namun, apakah strategi ini benar-benar efektif dalam jangka panjang? Ataukah justru menciptakan kebingungan di antara siswa mengenai bagaimana disiplin seharusnya diterapkan?

Bagaimana fenomena "Good Cop, Bad Cop" memengaruhi iklim sekolah, apa kelebihan dan kekurangannya, serta bagaimana menemukan pendekatan disiplin yang "Just Right"---yaitu keseimbangan antara ketegasan dan empati dalam mendidik siswa?

Fenomena "Good Cop, Bad Cop" dalam Sekolah

Dalam lingkungan sekolah, sering kali terdapat guru yang dikenal sebagai "Good Cop"---guru yang bersikap lembut, penuh pengertian, dan cenderung lebih fleksibel dalam menegakkan aturan.

Guru dengan peran ini biasanya lebih mudah didekati oleh siswa, memberikan toleransi terhadap pelanggaran kecil, dan sering mencoba memahami alasan di balik perilaku siswa sebelum memberikan konsekuensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun