Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Guru - Learning facilitator in SMA Sugar Group

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat dan bercita² menghasilkan karya buku solo melalui penerbit mayor. (Learning facilitator di Sugar Group Schools sejak 2009, SMA Lazuardi 2000-2008; Guru Penggerak Angkatan 5; Pembicara Kelas Kemerdekaan di Temu Pendidik Nusantara ke 9; Pemenang Terbaik Kategori Guru Inovatif SMA Tingkat Provinsi-Apresiasi GTK HGN 2023; Menulis Buku Antologi "Belajar Berkarya dan Berbagi"; Buku Antologi "Pelita Kegelapan"; Menulis di kolom Kompas.com; Juara II Lomba Opini Menyikapi Urbanisasi ke Jakarta Setelah Lebaran yang diselenggarakan Komunitas Kompasianer Jakarta)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hati-Hati Memberi Label Siswa Nakal! Coba Adaptasi Penerapan Teori Maslow di Sekolah

17 Mei 2024   10:28 Diperbarui: 17 Mei 2024   10:44 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi siswa tidak termotivasi (sumber: edweek.org)

"Ketika orang-orang tampak bukan sesuatu yang baik dan layak, itu hanya karena mereka bereaksi terhadap stres, rasa sakit, atau kehilangan kebutuhan dasar manusia seperti keamanan, cinta, dan harga diri".- A. Maslow

Memberi label "nakal" kepada siswa adalah praktik yang sering kali dilakukan dengan mudah, tetapi memiliki dampak jangka panjang yang serius terhadap perkembangan mereka. Label ini bukan hanya menciptakan stigma negatif, tetapi juga dapat merusak harga diri siswa, mempengaruhi motivasi belajar mereka, dan menghambat perkembangan sosial serta emosional. Siswa yang dicap nakal mungkin mengalami penurunan prestasi akademis, isolasi sosial, dan peningkatan perilaku bermasalah karena mereka mulai melihat diri mereka melalui lensa negatif yang diberikan oleh orang lain. Seringkali, perilaku yang dianggap nakal adalah tanda dari masalah yang lebih mendalam, seperti kesulitan di rumah, tekanan sosial, atau kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. 

Di sinilah peran guru menjadi sangat penting. Guru tidak hanya bertanggung jawab untuk mengajar mata pelajaran, tetapi juga untuk memahami dan mendukung kebutuhan emosional dan psikologis siswa mereka. Dengan pendekatan yang empatik dan memahami, guru dapat membantu mengidentifikasi penyebab mendasar dari perilaku negatif siswa dan bekerja sama dengan mereka untuk menemukan solusi yang konstruktif.

Alih-alih memberi label, sekolah sebaiknya mengidentifikasi akar masalah dengan cara mencari tahu penyebab di balik perilaku negatif dan bekerja sama dengan siswa untuk menemukan solusi. Selain itu sekolah juga memainkan perannya dalam menawarkan dukungan dan bimbingan yang sesuai, seperti konseling dan intervensi yang dipersonalisasi. Terakhir yang tidak kalah penting, Mengajarkan empati dan pemahaman kepada seluruh komunitas sekolah untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif.

Selain guru, ekosistem sekolah memegang peranan penting dalam membentuk masa depan generasi muda. Lebih dari sekadar tempat untuk belajar akademis, sekolah adalah lingkungan di mana siswa belajar tentang nilai-nilai kehidupan, mengembangkan keterampilan sosial, dan membangun karakter. Dengan menyediakan dukungan emosional dan sosial yang memadai, sekolah berfungsi sebagai fondasi yang kuat bagi perkembangan holistik siswa. Peran sekolah tidak hanya mencakup transfer pengetahuan, tetapi juga mencakup penciptaan suasana yang positif dan inklusif yang memungkinkan setiap siswa merasa dihargai dan didorong untuk mencapai potensi terbaik mereka. 

Dalam konteks pendidikan, sangat penting untuk memahami dan memenuhi kebutuhan dasar siswa agar mereka dapat berkembang dengan optimal. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan menerapkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow dalam membangun budaya positif di sekolah.


Photo: Bettmann / Contributor (biography.com)
Photo: Bettmann / Contributor (biography.com)

Melansir dari laman Kompas.com, Abraham Maslow adalah psikolog Amerika Serikat yang menjadi pelopor aliran psikologi humanistik. Namanya juga dikenal luas sebagai pencetus teori hierarki kebutuhan, yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun atas lima hierarki yang berpuncak pada aktualisasi diri. Abraham Maslow tercatat sebagai salah satu psikolog paling berpengaruh di abad ke-20. Bahkan dalam sebuah survei yang diterbitkan pada 2002, Maslow menjadi psikolog di urutan kesepuluh yang paling banyak dijadikan rujukan pada abad ke-20.

(sumber: Plateresca / Getty Images )
(sumber: Plateresca / Getty Images )

Berikut 5 Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Teori Maslow dan Adaptasi Penerapannya di Sekolah.

Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs).

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar yang mencakup makanan, minuman, tempat tinggal, dan istirahat. Sekolah sepatutnya menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman, menyediakan fasilitas makan yang sehat, air bersih, dan lingkungan yang mendukung kesejahteraan fisik siswa. Ini juga mencakup memastikan waktu istirahat yang cukup dan ruang yang memadai untuk aktivitas fisik.

Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs). 

Kebutuhan akan rasa aman mencakup keamanan fisik, emosional, dan psikologis. Sekolah harus menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan, intimidasi, dan pelecehan. Ini termasuk penerapan aturan disiplin yang adil, adanya sistem pendukung untuk masalah kesehatan mental, serta lingkungan yang mendukung kepercayaan dan rasa aman.

Kebutuhan Sosial (Social Needs).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun