Mohon tunggu...
Yudho Sasongko
Yudho Sasongko Mohon Tunggu... Freelancer - UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

narahubung: https://linkfly.to/yudhosasongko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konflik Berbasis Agama

19 Mei 2020   08:55 Diperbarui: 19 Mei 2020   08:51 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayat-ayat pilihan Ramadan bagian-17

Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah 192)

Dalam magnum opusnya, al-Muqaddimah, karya Ibnu Khaldun, belia menyebutkan bahwa sejarah perang dan segala bentuk perseteruan antarmanusia, sebenarnya seumur dengan sejarah dunia itu sendiri.

Ketika terpojok kata benda nama diri (proper name), maka terproduksilah nama-nama agama seperti Islam, Nasrani, Yahudi, Hindu, BuDdha dan lainnya. Tiap-tiap "proper name" di atas punya potensi Sara.

Perang dalam Islam adalah komitmen untuk mempertahankan diri dan harga diri. Perlu diperhatikan bahwa Islam ssuka damai. Perang yang pernah tersulut bukan dibangun dari  sudut pandang kebencian, fanatisme dan arogansi. Perang hanyalah sarana keterpaksaan untuk mempertahankan diri.

Islam mengutamakan sikap toleran, kooperatif, persaudaraan atas nama kemanusiaan, dan penghormatan atas nama kemanusiaan, dan penghormatan terhadap setiap perjanjian dan kesepakatan. Itulah basis dan manajemen konflik antar-agama. 

Konflik keagamaan bisa juga terjadi karena faktor non-agama yang dipaksa untuk diagamakan agar terjadi perseteruan Berbagai masalah, terutama politik, pemberontakan, perebutan kekuasaan, masalah sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya sering dibumbuhi dan berkedok agama agar terjadi konflik. 

Semua disulap dan dibelokkan menjadi masalah agama. Sebaran dan pengelompokan konflik memang sangat mudah terjadi di ranah agama bagi negara yang berketuhanan. 

Konflik berbasis agama juga bisa terjadi secara internal Begitu halnya dengan konflik internal di tubuh umat Islam. Hanya karena gesekan pemikiran, perbedaan mahzab, selisih pendapat bisa menyulut pertikaian dan berujung bentrok. Apalagi masalah tersebut dihubungkan dengan dengan kekuasaan. Maka, sangatlah cepat tersulut dan bersumbu pendek.  Politisasi dan eksploitasi perbedaan aliran pemikiran serta mazhab patut diwaspadai.  

Islam mengajarkan hal permaafan yang besar terhadap konflik. Pada Al-Baqarah ayat 192 ini memberikan pelajaran sifat pemurah dan penyayang dari sifat-Nya, Ar Rahman dan Rahim-Nya. 

Hijab-hijab (al-Hujub) klebencian dan wasilah (jalan) gelap yang saling berseliweran, selesaikanlah dengan hati bersih hingga terang cahaya-Nya. Badan-badan yang gelap (zulmaniyyah) atau badan-badan yang berjisim (al-Jismaniyyah) adalah tubuh dan hati kita yang pekat dengan angkara. Kekotoran hati dan nafsu kita adalah iblis-iblis (al-Abaalisah) itu sendiri. Maka selesaikanlah semua dengan cahaya terangh kerukunan dan perdamaian. 

Gramatikal

Fa iniintahau fa innallooha ghafuurun rahiim (Kemudian jika mereka berhenti dari memusuhi kamu, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Al-Baqarah 192

Merupakan gabungan antara:

-- Harfun fa' isti'nafiyah, adat syarat dan fi'il madhi mabni 'alal fathah dan fa'ilnya pada lafaz "fai iniintahau".
-- Waqoitu fi jawabul syarat, harfun musyabbah bil faa'il dan lafadz jalaalah pada lafaz "fainnallooh".
-- Khobar inna marfu' bi dhommah dan Khobar tsani pada lafaz "ghafuururrahiim".

Tafsir

1. Sifat Rahman dan Rahim-Nya semestinya mendorong keras untuk berusaha menjadi pribadi yang pemurah dan penyayang.

2. Terlihat Islam anti-konflik pada lafaz "Fa iniintahau" yang merupakan frasa anti-konflik dengan makna utama "mereka berhenti (memusuhi)", maka konflik janganlah diperpanjang. Jika aggressor, intruder, annoyer, disturber berhenti menggalang permusuhan maka maafkanlah.

3. Sifat pemurah dan penyayang akan menempatkan iman yang tersembunyi (al-Iman al-Khafiy) atau anti ujub dan kekafiran yang zahir (al-Kufr al- Zahir) pada tempatnya masing-masing.

4. Tabir-tabir manusia (al hujubi adamiyyah) mudah "dirobek" maka robeklah (maafkanlah, sayangilah).

5. Setiap konflik akan mempunyai peluang sifat-sifat merusak seperti disembelih (al- Mazbuuh), ditunggangi (al-Markuub), dimakan (al-Ma'kuul) dan diminum (al-Masyruub).

PP. Alhasyim, Irab Al-Qur'an
Corpus Qur'an, Quranic Grammar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun