Mohon tunggu...
Elly Nagasaputra MK CHt
Elly Nagasaputra MK CHt Mohon Tunggu... Administrasi - Konselor Pernikahan dan Keluarga

Konselor Profesional yang menangani konseling diri, konseling pra-nikah, konseling pernikahan, konseling suami istri, konseling perselingkuhan, konseling keluarga. www.konselingkeluarga.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Istri "Lebih" dari Suami

7 April 2018   08:54 Diperbarui: 8 April 2018   12:07 2865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh ikerayestaran.com

Irawan (45) dan Mei (43) adalah pasangan yang berhasil. Karier keduanya sukses. Irawan seorang General Manager di perusahan lokal besar. Sedangkan Mei, tiga tahun lalu diangkat sebagai Country Director wilayah Asia di sebuah perusahaan multinasional. Jabatan Mei membuat pendapatan Mei tiga kali lebih besar daripada Irawan.

Butuh diskusi
Keuangan keluarga mereka pun semakin kuat. Mei berusaha mendapatkan semua yang terbaik untuk keluarganya. Dari kualitas makanan dan kebutuhan sehari-hari, sekolah internasional untuk anak-anak yang uang pangkalnya seharga sebuah mobil, asisten lengkap, suster, asisten rumah tangga, sopir dan tentu saja city car terbaik disediakan khusus untuk anak-anak, les di berbagai tempat, hingga liburan di setiap ada kesempatan. Intinya, hidup mereka tak pernah kekurangan, bahkan cenderung berlebihan.

"Wah, bahagianya mereka," pikir banyak orang. Hmm, benarkah? Irawan, Mei, dan kedua remaja tanggungnya memang tampak bahagia. Mereka tak pernah tampak kesusahan. Pendapatan Mei dan Irawan memang bisa membuat keluarga mereka "aman" untuk waktu yang lama. Bahkan pendapatan Mei saja sudah cukup membuat mereka tenang.

Sayangnya, di balik semua itu, Irawan ternyata harus menyembunyikan perasaannya. Ternyata, dalam mengambi keputusan untuk keluarga, Mei dan Irawan jarang sekali berdiskusi. Misalnya, Mei bisa tiba-tiba memutuskan long weekend besok akan mengajak anak-anak liburan ke Perth, bahkan sudah membeli tiket untuk berempat. Padahal, Irawan sudah punya rencana mengajak anak-anak menengok neneknya di Yogya, karena Mei selama ini tak pernah bilang apapun soal ke Perth. Meski kecewa, akhirnya ia membatalkan janji ke ibunya.

Atau, ketika si sulung lulus SMP, Mei ternyata sudah mendaftarkannya di sekolah internasional yang lokasinya jauh dari rumah. Lagi-lagi Irawan tak pernah diajak diskusi soal ini. Irawan pun terpaksa mengalah. Rencananya menyekolahkan si sulung di SMA negeri terbaik di Jakarta yang lokasinya sangat dekat rumah pun, terpaksa ia batalkan.

Irawan tahu kalau Mei berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya, apalagi penghasilan Mei memang mampu untuk melakukan itu semua. Namun Irawan senantiasa memendam kekecewaan demi kekecewaan. Banyak hal keputusan istri, yang sebenarnya tidak disetujuinya. Pemilihan sekolah misalnya. Irawan selalu bercita-cita anaknya bisa bersekolah di tempat di mana dia dulu juga bersekolah, sekolah yang bisa membuat anak mereka bergaul dengan berbagai kalangan, bukan sekolah internasional yang menurut Irawan hanya akan membuat anak mereka tembah bergaya hidup borjuis.

Kekecewaan Irawan sangat beralasan. Ia merasa kehadirannya sebagai suami sudah tak dibutuhkan dan tidak dianggap. Sejak pomosi, Mei jarang sekali mendiskusikan masalah keluarga yang butuh keputusan keuangan. Seperti memilih sekolah, membeli mobil, hingga liburan keluarga. Padahal itu bukan masalah kecil. Meskipun itu menggunakan uang Mei. Karena gaji Irawan pun sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Mei dengan ambisinya ingin memberi yang terbaik bagi keluarga, justru menjadi hal yang membuat Irawan gerah karena tidak selalu sejalan dengan pandangan Irawan.

Meski masing-masing suami istri mempunyai opini dan pendapatan sendiri, sebuah keputusan dalam keluarga sudah seharusnya diambil berdasarkan keputusan bersama antara suami istri, terlepas dari siapakah yang membiayai.

Untuk mendapatkan keputusan bersama, tentu dibutuhkan pembicaraan. Bukan sekadar obrolan sepintas, tapi diskusi yang mendalam. Karena banyak hal dalam keluarga, bukan sekadar keputusan pemakaian keuangan, tapi menyangkut hal yang lebih dalam. Seperti value dalam sistem pendidikan formal anak, value dalam menikmati liburan yang bermakna untuk membangun kedekatan keluarga, value dalam mendidik kemandirian anak dalam kaitan adanya asisten rumah tangga yang senantiasa membantu dan lain sebagainya.

Tak dibutuhkan
Bukan sekadar merasa tak diajak diskusi namun seorang suami yang istrinya terlalu mandiri akan merasa tak dibutuhkan lagi. Mei misalnya. Ia kini bisa memanjakan dirinya sendiri dengan membeli barang-barang indah dan mewah, yang biasanya didapat istri dari suaminya. Mungkin Mei berpikir, "Daripada merepotkan suami, lebih baik aku beli sendiri, toh uangnya ada, kan?" Hal yang dianggap baik oleh Mei justru membuat Irawan merasa "gerah" karena merasa tidak dibutuhkan, Irawan justru sangat merindukan sosok Mei yang semasa pacaran, suka bermanja-manja kepadanya jika membutuhkan sesuatu.

Istri yang juga terbiasa tegas dan berwibawa di kantor karena jabatannya sebagai pemimpin, tanpa sadar mungkin akan membawa sikapnya itu hingga ke rumah. Ia jadi jarang bermanja-manja, bahkan yang biasanya ngobrol santai sebelum tidur pun, sudah tak pernah dilakukan. Kalau tidak ada yang urgent dibicarakan, istri juga jarang bicara dengan suami. Pulang pun kerap sudah malam dengan energi yang sudah tersita dengan tuntutan pekerjaan yang tinggi. Sehingga akhirnya hanya fisik mereka bersama ketika malam hari tapi tanpa ada intimasi sama sekali.

Dalam berumah tangga seorang istri juga harus memahami posisinya, bahwa ia boleh saja memiliki tanggung jawab yang amat besar di kantor. Namun pulang ke rumah, ia tetap harus menjalankan perannya sebagai istri, karena di rumah yang mempimpin adalah suami. Istri tetaplah menjadi wakilnya.

Pria biasanya suka memendam masalah. Ia tidak merasa bahagia, namun tak pernah bilang. Namun, semakin dipendam membuatnya makin lama akan menarik diri. Sedangkan istrinya, karena merasa suami tak pernah protes, maka ia akan semakin menjadi-jadi. Dipikirnya suami setuju dan berarti semua sempurna.

Di sinilah diperlukan ketegasan pasangan, dalam hal Irawan dan Mei adalah suaminya. Jika memang ini sudah sering terjadi, sang suami harus tegas mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan sikap istri yang memutuskan sesuatu tanpa diskusi. Ungkapkan hal-hal yang mengganjal di hati. Utarakan keberatan Anda serta perasaan ditinggalkan ini. Juga perlu adanya perbaikan mekanisme pengambilan keputusan agar dapat menampung aspirasi kedua belah pihak secara seimbang.

Hal ini tentu mudah dikatakan, tapi ketika dipraktikkan dalam rumah tangga kadang malah menimbulkan konflik besar. Si istri tidak terima karena merasa telah bekerja susah payah dan telah berusaha memberi yang terbaik untuk keluarga, istri dapat pula akhirnya merasa bahwa si suami menjadi protes hanya karena merasa "terancam" dan tidak senang dengan prestasi istri yang jauh melesat diatas suami. Sementara suami akan merasa istrinya begitu sulit diberitahu dan telah "berubah" kepribadiannya ketika telah mencapai kesuksesan hari ini.

Salah paham berlarut-larut tentu membahayakan bagi kelangsungan keluarga. Dan jika memang usaha untuk memperbaiki sendiri kerap buntu dan hanya berakhir dengan pertengkaran atau perang dingin maka sudah waktunya Anda meminta pertolongan ahlinya, yaitu kepada Konselor Pernikahan yang berpengalaman.

Pada intinya harus diingat bahwa dalam suatu rumah tangga tidak bisa ada dua nahkoda. Pemimpin adalah tetap sang suami, terlepas dari siapa yang membawa penghasilan lebih banyak ke dalam rumah tangga. Dan istri harus menyadari bahwa posisi istri di rumah adalah pendamping dan penolong setara dari suami tapi bukan sebagai kepala dalam rumah tangga.

Jabatan/posisi istri yang sangat tinggi di kantor harus jelas bahwa itu adalah di kantor dan tidak terbawa ke rumah. Kantor adalah kantor dan rumah adalah rumah. Dua tempat yang berbeda. Dan istri harus menyadari, seberapa besarpun penghasilan yang dihasilkan, seberapa tinggi jabatan yang dipegang di kantor, seberapa besar tanggung jawabnya di perusahaannya, ketika kembali ke rumah, istri adalah pendamping dan penolong setara dari sang pemimpin keluarga yaitu suaminya.

Sumber: https://ributrukun.com
Sumber: https://ributrukun.com
Salam Sejahtera,

Elly Nagasaputra, MK, CHt

Marriage Counselor & Hypnotherapist

www.konselingkeluarga.com

www.klinikhipnoterapijakarta.com

- healing hearts -- changing life -

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun