Mohon tunggu...
Elly Nagasaputra MK CHt
Elly Nagasaputra MK CHt Mohon Tunggu... Administrasi - Konselor Pernikahan dan Keluarga

Konselor Profesional yang menangani konseling diri, konseling pra-nikah, konseling pernikahan, konseling suami istri, konseling perselingkuhan, konseling keluarga. www.konselingkeluarga.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbeda Keyakinan, Haruskah Kami Putus Saja?

25 Maret 2018   11:24 Diperbarui: 25 Maret 2018   11:30 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.jambur.com

Terlanjur Sayang

Sudah lima tahun, Rina (29) dan Doni(29) berpacaran. Bukan waktu yang sebentar. Berawal dari perkenalan lewat seorang teman, cinta keduanya tumbuh dan tak bisa terpisahkan. Kalau ditanya apakah hubungan mereka serius? Keduanya akan menjawab pasti bahwa hubungan mereka serius dan saling mencintai. Tapi, ketika mereka ingin melangkah ke tahap berikutnya, yaitu pernikahan, kendala perbedaan agama menjadi jurang yang besar.

Rina berasal dari keluarga yang cukup plural. Ada beberapa keluarga dari pihak ibunya yang menjalani pernikahan beda agama. Meski tak dilarang orang tuanya, tapi Rina sadar bahwa ayah ibunya akan jauh lebih bahagia jika ia memilih pasangan yang seagama.

Lain halnya dengan Doni, yang berasal dari keluarga yang sangat kuat agamanya. Dalam keluarga besarnya, tak ada sejarah menikah dengan orang yang berbeda agama. Keluarga mereka juga sangat taat beragama.

Lima tahun berpacaran, baru satu tahun terakhir ini Doni memperkenalkan Rina sebagai kekasihnya. Hal yang langsung mendapat penolakan dari keluarga Doni. Meski begitu, Doni tetap berusaha untuk meyakinkan keluarganya dengan pilihan hatinya.

Di lain hati, Rina mulai lelah dengan pertanyaan kapan menikah. Apalagi usianya juga sudah cukup mapan untuk membina keluarga. Ia ingin segera menikah dan membangun keluarga bersama orang yang ia cintai. Tapi, ketika melihat rumitnya hubungannya dengan Doni, terkadang membuat Rina ingin mundur saja. Tapi hatinya sudah terlalu cinta pada Doni, hingga untuk berpisah rasanya sulit sekali.

Dilema yang dialami pasangan Doni dan Rina, menjadi hal umum yang dialami oleh banyak pasangan lainnya yang berbeda agama. Apalagi kini ketika pergaulan semakin terbuka, orang bisa bertemu dan berteman dengan siapa saja dari berbagai kalangan.

Pada intinya, pilihan bagi pasangan beda agama untuk melanjutkan hubungan ke pernikahan atau tidak, ada di tangan masing-masing individu. Tidak ada jaminan bahwa mereka yang menikah beda agama, maka pernikahannya tidak akan langgeng. Karena pada kenyataannya, banyak juga pernikahan beda agama yang bertahan. Sebaliknya, banyak pula pernikahan seagama yang berujung pada perceraian. Jadi, memang tidak ada suatu "rumusan" yang akan menjadi jaminan sebuah pernikahan yang sukses.

Yang perlu disadari pasangan yang berbeda agama adalah bahwa hubungan mereka akan memiliki pro dan kontra. Jadi, di awal memulai hubungan, ketika memutuskan untuk berpacaran serius, persoalan agama ini harus menjadi isu penting, jangan disepelekan. Jadi, jangan pacaran sudah bertahun-tahun baru mikir soal perbedaan agama ini. Sudah terlambat nantinya.

Ada pepatah Jawa yang mengatakan dalam memilih pasangan melihat bibit, bebet, dan bobotnya. Inilah yang harus dilakukan ketika diawal ketika sedang melakukan pendekatan. Apalagi soal agama, prinsip hidup yang sangat krusial bagi manusia.

Pertajam Skill

Ketika berada dalam hubungan yang berbeda agama, jangan pernah mengharapkan suatu saat nanti pasangan Anda akan mengikuti kepercayaan yang Anda yakini. Karena hal ini akan sulit dan sudah pasti menjadi kendala besar ke depannya. Karena seperti Anda, seseorang yang mengimani sebuah agama, tentu ia akan mencintai agamanya dan akan sulit untuk menggantinya.

Dan tentu Anda setuju bahwa membangun pernikahan yang harmonis dan langgeng bukanlah perkara yang mudah. Pernikahan yang satu prinsip saja memiliki banyak keruwetan, apalagi jika ditambah dengan perbedaan agama. Perbedaan prinsip akan sesuatu yang mendasar jelas berpotensi untuk menimbulkan masalah di kemudian hari. Tapi, apakah perbedaan ini akan menjadi sumber konflik bagi pasangan, hal ini tentu  kembali ke individu masing-masing.

Selain itu, dalam budaya ketimuran seperti dianut oleh masyarakat kita, pernikahan bukan hanya soal pria dan wanita yang terlibat di dalamnya, tapi juga menyangkut "peleburan" dua keluarga besar. Itu sebabnya, dalam semua budaya dan agama, restu orang tua untuk sebuah pernikahan itu sangat penting. Untuk menikah, tidak bisa nyelonong saja.

Dalam kasus Rina dan Doni, yang sudah berpacaran selama lima tahun, maka isue perbedaan ini harus disadari oleh pasangan ini. Bahwa pernikahan mereka high risk sehingga harus benar-benar memperlengkapi diri untuk menguasai skill yang baik untuk mengatasi friksi yang mungkin timbul ke depannya. Misalnya, bagaimana menjaga agar kedua keluarga besar dapat harmonis, kedepannya bagaimana norma membesarkan anak dalam kaitan dengan kepercayaannya. Pada langkah awal saja, bagaimana agar kedua belah keluarga bisa menyetujui pernikahan mereka pun sudah merupakan "pr" yang cukup besar.

Soal ritual agama pasangan, terutama pada awal pernikahan, dengan cinta yang masih menggebu-gebu, mungkin tidak menjadi isue besar. Tapi, hal yang nantinya berpotensi menjadi ganjalan besar adalah ketika menyangkut anak. Bagaimana keluarga tersebut membesarkan anaknya. Memang, anak bisa memilih agama apa yang akan mereka anut ketika dewasa. Tapi ketika anak masih kecil dan belum bisa memutuskan sendiri agamanya, maka orang tua yang berbeda agama ini perlu mendiskusikannya sejak awal, agama siapa yang akan mereka landaskan pada sang anak.

Saran bagi pasangan berbeda agama yang akan melanjutkan ke jenjang pernikahan, sebaiknya melakukan Konseling Pranikah terlebih dahulu untuk membekali diri dengan skillyang diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul ke depannya.

Ada dua skill mendasar yang akan dibekali jika Anda mengikuti Konseling Pranikah di www.konselingkeluarga.com. Pertama, skilluntuk membuat kesepakatan di antara pasangan tentang aturan main yang akan ada di keluarga dengan konsep orang tua yang beda agama. Kedua, skill untuk mengatasi friksi yang dapat muncul di sepanjang tahun pernikahan.

Sebagai Konselor Pernikahan yang sudah berpraktek selama 9 tahun dan menjalani pernikahan selama 24 tahun, maka opini saya untuk pernikahan beda kepercayaan adalah, bukan berarti pasti gagal, tapi jelas akan ada banyak sekali potensi konflik yang harus benar-benar dipersiapkan agar tidak menjadi batu sandungan di kemudian hari.

Dan jika Anda seseorang yang cukup religius, dan sangat "setia" dan beriman teguh dalam kepercayaan Anda, maka saya sangat menyarankan untuk mencari pasangan yang satu kepercayaan. Karena hal itu akan sangat memperkuat fondasi pernikahan. Anda akan mantap karena akan sehati seiman dengan pasangan,  memiliki kesamaan visi misi dalam membangun biduk rumah tangga dan juga akan bagaimana  membesarkan  keturunan yang lahir dalam pernikahan tersebut.

Karena pada akhirnya kita semua sepakat bahwa menikah adalah suatu ibadah, bukan? J

Salam Sejahtera,

Elly Nagasaputra, MK, CHt

Marriage Counselor & Hypnotherapist

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun