Mohon tunggu...
Elly Nagasaputra MK CHt
Elly Nagasaputra MK CHt Mohon Tunggu... Administrasi - Konselor Pernikahan dan Keluarga

Konselor Profesional yang menangani konseling diri, konseling pra-nikah, konseling pernikahan, konseling suami istri, konseling perselingkuhan, konseling keluarga. www.konselingkeluarga.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pasangan Saya Tidak Mengerti Kebutuhan Saya, Lalu Bagaimana Saya dan Anak-anak?

11 Mei 2017   18:43 Diperbarui: 15 Mei 2017   16:38 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Betapa banyak kita hadapi fenomena di kota besar ini, dimana pasangansibuk dengan pekerjaan, pergi pagi buta dan pulang ketika sudah sangat malam.Tidak ada waktu utnuk membina hubungan dengan pasangan bahkan relasi  dengan anak anak pun terabaikan. 

Seorang klien menumpahkan isi hatinya kepada Saya. Katanya, rumah tangga yang Ia bina dengan sang suami selama lima tahun lebih tengah diterpa masalah. Ketika diusut lebih dalam, jam kerja suami yang tak menentu merupakan sumber masalahnya.

Si istri tidak terima, Ia dan buah hatinya bukan lagi menjadi prioritas utama sang suami. Kadang—kata si istri, saat hari libur suaminya lebih memilih panggilan kantor daripada keluarga. Jika sudah begitu, siap-siap saja adu argumen seharian.

Jika melihat kasus di atas, kadang timbul pertanyaan dalam hati, siapa sih yang harus mengalah? Suami dan pekerjaannya atau istri dan kesabarannya?

Sebelum mencari kambing hitam dalam problematika macam ini, perlu diketahui jika pasangan yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja, tak melulu patut dicap egois.

Coba tengok akar masalahnya, pasangan yang sibuk bekerja bisa jadi memiliki dua masalah utama. Pertama, tuntutan hidup. Jika penghasilan keluarga belum memadai, bisa jadi pekerjaan ekstra waktu dan mengambil proyek sampingan adalah satu-satunya pilihan untuk menyelamatkan keluarga dari tuntutan finansial.

Lalu yang kedua, adanya tuntutan dari tempat kerja. Bisa jadi, pasangan Anda ingin segera pulang dan bercengkrama dengan Anda di rumah. Tetapi apa mau dikata, tuntutan di kantor membuatnya harus larut dalam pekerjaan yang menumpuk.

Jika masalahnya adalah karena tuntutan pekerjaan, bisa jadi, pasangan menikmati hal tersebut namun tak jarang juga karena alasan dedikasi yang tinggi. Menikmati tuntutan pekerjaan karena biasanya, menyukai posisi dan jabatan yang tengah ditempati. Jika karena dedikasi, berarti Anda memiliki pasangan yang bertanggungjawab (setidakya pada atasan, bawahan atau tugas). Ia tak mau pulang lebih dahulu dari atasan atau  bawahan atau karena pekerjaan belum selesai.

Anda sebagai pasangan, tentu berhak menegur jika suami atau istri telalu sering menghabiskan waktunya berkelut dengan pekerjaan. Anda perlu berlaku sebagai penolong dari pasangan dan bahkan memiliki KEWAJIBAN untuk menegur jika ada sesuatu yang berjalan di luar kesepakan rumah tangga. Karena jika didiamkan terlalu lama, kondisi rumah tangga akan semakin parah dan takutnya, akan sampai pada titik Anda dan pasangan bertingkah seolah-olah sudah tak lagi saling  membutuhkan.

BAGAIMANA JIKA PASANGAN MEMANG TIPIKAL WORKAHOLIC?

Jika ternyata akar masalah utama adalah pribadi pasangan yang cenderung seorang yang workaholic, hal tersebut bukan akhir dari rumah tangga Anda. Saya sering kali menemui klien yang rumah tangga akhirnya sangat bermasalah  yang ternyata pada akarnya ada pada salah satu pasangan yang  memiliki sifat gila kerja.

Lalu bagaimana menyikapi pasangan dengan kecenderungan tersebut? Seorang workaholic atau si penggila kerja menganggap pekerjaan adalah sesuatu yang menyenangkan dan bukan sebuah beban.

Seorang workaholic juga kerap tak memiliki hobi. Malah bisa jadi, pekerjaan yang digeluti adalah bagian dari hobinya. Maka tak heran, seorang workaholic tak peduli jika bekerja lebih dari delapan jam sehari.

Sialnya, kadang kita ‘berjodoh’ dengan tipe manusia seperti itu. Jika sudah begitu, ajak bicara baik-baik mengenai skala prioritas. Katakan dari awal, jika seorang workaholic memutuskan untuk berumah tangga, memiliki pasangan dan keluarga, maka orang tersebut harus menyadari jika prioritas hidupnya akan berubah.

Pekerjaan, dengan sangat terpaksa harus turun tepat di bawah kepentingan keluarga. Karena ketika memutuskan untuk berumah tangga, ada prioritas-prioritas baru yang harus dimasukkan dalam daftar hidup.

Intinya, adalah akan sangat baik jika pasangan workaholic perlu diberikan kesadaran sebelum memutuskan untuk menikah. Ini akan lebih baik dan lebih aka ada perubahan dibanding memendam rasa kesal selama bertahun-tahun dan menuntut untuk dijadikan prioritas oleh pasangan.

Meski begitu, Anda juga tidak bisa menuntut pasangan untuk menurunkan skala prioritas pasangan tentang ‘kerja’ dari urutan satu menjadi ke nomor sepuluh. Setidaknya, buat pekerjaan ada pada prioritas ketiga setelah relasinya dengan Tuhan YME lalu dengan Anda dan keluarga.

Kapan waktu yang tepat untuk menuntut perhatian pasangan? Tentunya cari waktu yang baik dan ucapkan dengan lembut. Singkirkan emosi dan praduga ketika mengajak pasangan ‘berkompromi’ masalah prioritas. Anda perlu cari tahu landasan utama mengapa Ia sibuk bekerja. Jika perlu, buat kesepakatan tentang hari di mana Ia memberikan 100% waktunya untuk keluarga. Misal disepakati bahwa Minggu adalah waktu untuk pasangan dan keluarga sehingga pada hari itu si pasangan workaholic dapat komit untuk tidak memegang gadget atau duduk didepan meja kerjanya.

Namun hal diatas tersebut mudah dikatakan tapi sesuai pengalaman saya maka Anda akan sangat sulit mempraktekan hal tersebut. Karena perkatangan dan nasehat dan himbauan pasangan biasanya hanya akan didengar, masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan tanpa ada perubahan berarti dalam hidup sehari-hari.

Atau mungkin berubah, seminggu dua minggu lalu kembali lagi ke kebiasaan semula. Itu lah sebabnya Anda akan membutuhkan bantuan Konselor Pernikahan Profesional yang dapat mementor, mengcoaching dan membimbing setahap demi setahap dengan metode yang kami miliki di Konseling Keluarga sehingga perubahan yang dialami dalam hidup sehari hari adalah NYATA dan bersifat PERMANEN JANGKA PANJANG. Bukan hanya perubahan yang sementara saja karena si pasangan ngomel-ngomel dan melelahkan pendengaran si workohalic terssebut. Bukan untuk menyenangakan pasangan secara sesaat.

Sehingga jika Anda sudah membicarakan dengan pasangan namun masih belum ada perubahan signifikan sesuai yang Anda inginkan maka langkah bijaksana yang Anda (jika ingin menyelamatkan rumah tangga) lakukan adalah mencari Konselor Pernikahan yang Profesional seperti yang saja jelaskan diatas tadi.

Dalam sesi konseling secara professional dengan saya,  anda dan pasangan bisa datang, berbicara dan yang terpening tujuannya  adalah menemukan jalan keluar yang PERMANEN dan BENAR BENAR DIAPLIKASIKAN dalam kehidupan berubah tangga sehari-hari. Bukan hanya teori tapi nol dalam aplikasi.

Dan tentu saja diperlukan keseriusan  dan komitmen untuk mau memperbaiki rumah tangga secara sungguh-sungguh.  Banyak kasus keretakan rumah tangga di kota besar yang sebenarnya bisa diselamatkan namun terlanjur kebablasan dan dibiarkan hancur karena masing-masing pihak tidak peka bahwa hal itu “berbahaya”

Maka, jangan tunggu saatitu datang. Jangan tunggu sampai Anda maupun pasangan sudah patah arang, tidak memiliki perasaan 

lagi bahkan mungkin sudah menjalin keinitman dengan pihak lain.

Jika tak bisa memperbaiki sendiri, Anda harus mencari bantuan ‘dokter’ karena Konselor Pernikahan Profesional akan membantu Anda memformulasikan bentuk pernikahan yang membahagiakan bagi kedua belah pihak dan yang terpenting adalah hal itu nyata bisa Anda alami dan nikmati dalam kehidupan rumah tangga Anda.

So, no need to lose hope, help is just at the corner.

Salam Sejahtera,

screenshot-2017-05-05-11-41-01-com-miui-notes-1493959295842-59144d6e23afbd4928f08a89.jpg
screenshot-2017-05-05-11-41-01-com-miui-notes-1493959295842-59144d6e23afbd4928f08a89.jpg
-healing hearts-changing life-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun