Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ngomongin Pangan Lokal Bareng Repa Kustipia, dari Gastronomi Indonesia hingga Mataram Kuno

16 Oktober 2023   10:36 Diperbarui: 16 Oktober 2023   17:35 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hasil olahan Kompasiana (dok. Repa Kustipia & KOMPAS.com)

Kompasianer, apakah kamu termasuk yang memanfaatkan pekarangan rumah untuk bercocok tanam tanaman pangan? Tanaman apa yang biasanya kamu tanam? Selain itu, apakah di sekitarmu ada semacam kebun bersama atau kebun komunitas?

Seperti kita tahu, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk pangannya.

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan. Indonesia memiliki potensi besar untuk menghasilkan pangan yang beragam, baik dari sektor pertanian, perikanan, peternakan, maupun kehutanan.

Namun, kekayaan pangan kita saat ini tidak berarti tanpa tantangan. Selain persoalan ketergantungan impor, kemandirian pangan oleh kita sendiri rasanya perlu dibenahi.

Baru-baru ini Kompasiana berbincang dengan Kompasianer Repa Kustipia, yang juga seorang peneliti antropologi pangan. Kami berbincang panjang lebar soal gastronomi dan pangan lokal Indonesia.


Repa merupakan peneliti independen antropologi pangan di Center for Study Indonesian Food Anthropology (CS-IFA). Sejak 2011 dirinya sudah tertarik dengan dunia gastronomi. Namun siapa sangka dirinya dulu adalah seorang ahli gizi. Dia mengaku ini merupakan transformasi dari pilihan hidupnya.

"Awal ketertarikannya dulu kuliah ahli gizi ada mata kuliahnya antropologi gizi dan pangan, lebih tetarik ke situ. Kalau misalkan ngurusin kuliner atau budaya atau regulasi itu kayanya saya bisa lebih jauh tersenyum walaupun kalau dibanding-bandingkan itu lebih enak sebagai ahli gizi," katanya.

Ketertarikan wanita asal Tasikmalaya, Jawa Barat, ini tak lepas dari hobinya kulineran. Dan berkat Gong Fu Cha lah dia terjun lebih jauh dalam dunia Gastronomi dan menjadi peneliti independen.

"Saya waktu itu kan di Jakarta ikutan upacara teh Cina, namanya Gong Fu Cha. Ini apa nih artinya, kan ngga mungkin kalau Gong Fu Cha doang, harus ada artinya, ada filosofinya. Saya kurang mendapatkan kepuasan dari situ. Saya akhirnya ikutan program dari upacara teh itu. Di situ ternyata ada yang diajarin sama tea master. Nah dari situ saya jadi suka ke budaya. Ternyata dari makanan itu ada artinya, ada hal-hal lain yang bisa diungkapkan," bebernya.

Keseharian Repa tak lepas dari penelitian. Setiap bulannya memiliki tema tersendiri, yang terikat oleh roadmap selama satu tahun. Untuk tahun ini, diungkapkannya, adalah mengenai multispesies etnografi gastronomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun