"Fenomena seperti itu yang terjadi, generasi milenial zaman sekarang terkena "penyakit kejiwaan" FOMO atau Fear of Missing Out," jelasnya.
Ia juga menyayangkan andai saja para pelaku hate speech itu dibekali pola pikir yang matang sejak kecil di keluarganya, niscaya tak akan mudah melakukan hate speech.
Selain itu Maman juga mengungkapkan bahwa alasan mengapa seorang melakukan hate speech di media sosial itu salah satunya adalah faktor balas dendam atau meluapkan emosinya.
"Karena mereka tidak dibiasakan berdialog di keluarganya. Selama ini dia hanya menerima instruksi satu arah dari orang tuanya, sehingga berdialog bukan hal yang biasa mereka lakukan," jelasnya.
Ketika hal itu terjadi, anak akan cenderung menjadi pribadi yang "liar" dan susah diatur di media sosial.
Sementara itu, Kompasianer Jennifer Gracellia mengatakan untuk menanggapi warganet yang tidak bisa diatur itu mudah.
"Untuk menanggapi orang yang tidak mau diatur menurut saya ya berikan saja fakta-fakta dan data yang ada di lapangan agar mereka percaya dan harapannya bisa memikirkan kembali lalu jera," ungkapnya.