Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Alasan di Balik Hate Speech Warganet

2 April 2021   08:10 Diperbarui: 2 April 2021   08:14 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Kata Netizen] Medsos, Menghargai Perbedaan (Sumber: KompasTV)

Bagaimana caramu memberikan kritik terhadap sesuatu atau seseorang? Apakah yang kamu sampaikan itu benar hanya sekadar kritik atau sudah tergolong hate speech atau ujaran kebencian?

Untuk mengetahui batasan antara kritik dan hate speech juga alasan mengapa seseorang melakukannya, semua diulas tuntas dalam program Kata Netizen yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (01/03/2021).

Ada tiga narasumber yang terlibat dalam diskusi kali ini, yaitu pegiat literasi Maman Suherman selebriti sekaligus aktivis perempuan Melanie Subono, Kompasianer Jeniffer Gracellia.

Sebagai seorang aktivis sekaligus selebritis, Melanie Subono kerap mendapatkan kritik bahkan hate speech di media sosialnya.

Dikatakan Melanie, selama itu hanya sebatas kritik ia tidak akan mempermasalahkannya. Karena baginya itu merupakan hak setiap orang untuk menyampaikan kritik.

"Buat gue, kalau itu cuma kritik, sih, fine. Tapi kalau sudah menggunakan kata-kata kasar, kotor, apalagi seksis, itu baru masalah," jelasnya.

Melanie menambahkan orang Indonesia masih bergantung dan menganggap penting pendapat orang lain.

"Sayangnya, kita hidup di negara yang penting banget apa kata orang lain," katanya.

Sementara itu Maman Suherman menjelaskan alasan mengapa banyak orang yang berani melakukan hate speech di media sosial. Menurutnya literasi masyarakat Indonesa masih tendah.

"Literasi kita dahsyat rendahnya. Nomor 60 dari 61 negara di dunia. Tapi, Indonesia negara nomor 5 paling cerewet di media sosial," ungkapnya.

Maman juga mengatakan bahwa masyarakat milenial zaman sekarang merasa dirinya ada karena pendapat orang lain.

"Fenomena seperti itu yang terjadi, generasi milenial zaman sekarang terkena "penyakit kejiwaan" FOMO atau Fear of Missing Out," jelasnya.

Ia juga menyayangkan andai saja para pelaku hate speech itu dibekali pola pikir yang matang sejak kecil di keluarganya, niscaya tak akan mudah melakukan hate speech.

Selain itu Maman juga mengungkapkan bahwa alasan mengapa seorang melakukan hate speech di media sosial itu salah satunya adalah faktor balas dendam atau meluapkan emosinya.

"Karena mereka tidak dibiasakan berdialog di keluarganya. Selama ini dia hanya menerima instruksi satu arah dari orang tuanya, sehingga berdialog bukan hal yang biasa mereka lakukan," jelasnya.

Ketika hal itu terjadi, anak akan cenderung menjadi pribadi yang "liar" dan susah diatur di media sosial.

Sementara itu, Kompasianer Jennifer Gracellia mengatakan untuk menanggapi warganet yang tidak bisa diatur itu mudah.

"Untuk menanggapi orang yang tidak mau diatur menurut saya ya berikan saja fakta-fakta dan data yang ada di lapangan agar mereka percaya dan harapannya bisa memikirkan kembali lalu jera," ungkapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun