Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Buat yang Jenuh WFH, Dapat Salam dari Freelancer!

17 April 2020   20:24 Diperbarui: 23 April 2020   17:28 1825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pexels.com | ANDREA PIACQUADIO

Artikel ini adalah bagian dari Seri Liputan Khusus Kompasiana yang menyoroti pola kerja lepas di kalangan masyarakat. Kami mewawancarai sejumlah pekerja lepas yang bekerja untuk ragam sektor industri dan para profesional yang ranah kerjanya bertautan dengan gaya hidup ini.

Nyaris sebulan berlalu sejak pemerintah mengeluarkan anjuran untuk beraktivitas dari rumah. Sejak itu sudah begitu banyak upaya adaptasi yang coba kita lakukan setiap harinya. Berbelanja online, beribadah lewat live streaming, keluar rumah dengan proteksi penuh, dan menjaga kesehatan tubuh dengan berbagai cara

Beraktivitas di rumah bahkan diramalkan akan menjadi gaya hidup yang bertahan setelah Covid-19 lewat. Forbes memuat analisis tentang para atasan yang dalam beberapa pekan ini telah menemukan cara terbaik untuk memantau timnya. Sementara itu korporasi mulai menyadari bahwa output maksimal dapat dihasilkan tanpa memerlukan kehadiran.

Kamu merasa mendapatkan angin segar untuk remote working pada masa mendatang? Eits, tunggu dulu.

Meski terasa mengasyikkan, bekerja dari rumah tanpa pemenuhan kebutuhan sosialisasi yang cukup dapat mengganggu kesehatan mental. Pada konteks Indonesia, minggu-minggu pertama masa Work From Home (WFH) diwarnai oleh postingan di media sosial yang isinya mengeluhkan kejenuhan, minimnya akses internet, anak yang rewel, hingga tidak tersedianya meja kerja yang layak.

Pada ranah domestik, WFH berkepanjangan memang dapat membuat seorang ibu/ayah pekerja memiliki waktu yang cukup untuk berkumpul dengan keluarga. Mereka juga lantas lebih mudah berempati pada pekerjaan domestik yang dilakoni oleh anggota keluarga atau asisten rumah tangganya.

Tapi di lain sisi, Yayasan Pulih mengingatkan potensi peningkatan konflik dan KDRT pada keluarga-keluarga yang kesulitan mengelola stres.

Ancaman PHK, tiadanya batasan waktu kerja yang jelas, kondisi rumah yang kurang memadai, dan tuntutan belajar online untuk anak, dapat memicu konflik yang serius. 

Padahal, sekilas masalah-masalah ini terasa sepele. Kondisi ini diperparah dengan keharusan diam di rumah, sehingga tiap anggota keluarga tidak bisa mengambil jarak sejenak demi mengelola emosinya.

Upaya Menjelaskan WFH kepada Mereka yang Belum Paham
Pada 10 tahun yang lalu bahkan sebelum Covid-19 melanda, bekerja dari rumah bukanlah pilihan yang populer. Para pelakunya kerap dianggap aneh dan malah dicap sebagai pengangguran.

Himam Miladi seorang Kompasianer pernah menuliskan dalam sebuah artikel mengenai kesulitan yang ia hadapi saat harus menjelaskan profesinya. 

Ia adalah seorang fulltime blogger yang bekerja dari rumah. Sementara lingkungan sekitarnya tetap berpegang dengan pemahaman bahwa seorang yang bekerja haruslah beraktivitas di kantor.

"Libur Mas?"
"Nggak kerja Mas?"
"Kerja apa sih Mas, kok di rumah terus?"

Demikianlah pertanyaan yang kerap dilontarkan tetangga kepada Himam Miladi berulang kali. Yosh Aditya (29) seorang Public Speaker menceritakan pengalaman serupa kepada kami. Orang lain ternyata kerap meragukan pekerjaannya dengan nada meremehkan. "Oh freelance? Oh MC ya? Udah pernah ngemsi di mana aja?"

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya bisa dijawab tapi tak akan pernah memuaskan Si Penanya. Maklum, orang yang biasanya bertanya memang biasanya belum memahami bagaimana konsep bekerja dari rumah.

Mantan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri pernah menyampaikan dalam sebuah kesempatan audiensi tertutup kepada Kompasiana tentang ancaman hilangnya mata pencaharian tradisional, digantikan dengan jenis pekerjaan model baru yang mengandalkan digital (baca juga di Kompas.com).

Pekerjaan baru ini, adalah pekerjaan-pekerjaan yang tidak atau belum dikenal oleh masyarakat kita kebanyakan. Salah satunya, dengan pola bekerja dari rumah.

"Ketika saya jawab menulis atau ngeblog, banyak tetangga, teman, juga keluarga sendiri yang belum bisa menerima bahwa menulis itu jenis pekerjaan dan pilihan karir. Anggapan mereka, menulis itu hobi. Sedangkan karir sungguhan yang kerjanya menulis itu cuma wartawan. Padahal kan, beda banget," ungkap Himam Miladi.

Freelancer Sudah WFH Sejak Dulu Kala
Seorang narasumber kami yang berprofesi sebagai penerjemah sempat mengungkapkan keheranan saat melihat teman satu kosnya --yang adalah pekerja kantoran-- mengalami kendala koordinasi selama WFH.

"Ternyata bekerja dari rumah tuh bisa terasa segitu sulitnya ya bagi kalian. Bagi beberapa orang yang tidak biasa WFH," demikian ungkap Maria Dolorosa Farah Diena (29). Ia telah memutuskan untuk menjadi freelancer purnawaktu sejak 2016 hingga membuka badan layanan bahasa sendiri pada tahun 2018 di rumahnya.

Keheranan Diena ini mungkin mewakili ketakjuban para freelancer lain ketika menyaksikan reaksi masyarakat yang "terpaksa" WFH sebulan belakangan.

"Terima aja. Kapan lagi lo bisa stay di rumah. Manusia kok gak ada puas-puasnya. Pas kerja minta libur, pas libur minta kerja. Yaudah, lah. Malah hemat kok stay di rumah," ujar Yosh menanggapi perilaku orang-orang yang menyuarakan kejenuhannya bekerja dari rumah.

Tapi ternyata tidak semua freelancer terbiasa kerja dari rumah. Memang, bisa atau tidaknya seseorang WFH sesungguhnya juga ditentukan oleh sektor industri dan jenis aktivitasnya. 

Seperti yang dialami oleh Andini Harsono (30) yang sehari-harinya bekerja sebagai Event & Trip Organizer. Covid-19 membuat penyelenggaraan acara yang ditanganinya mundur atau dibatalkan sama sekali.

Auliani Annwar (26) seorang Make-Up Artist, malah merasa tersiksa lantaran kebutuhannya bertemu orang banyak tidak terpenuhi. "Aku butuh banget ketemu orang banyak selain keluarga. Kayak batre aku udah tinggal 50%, stres sendiri gak ketemu orang. Jatohnya jadi nyampah banget di medsos."

Hadeeehhhhhh.... Ilustrasi oleh bigalmanack.com
Hadeeehhhhhh.... Ilustrasi oleh bigalmanack.com
6 Tips Betah Kerja di Rumah
Ragam alasan diungkapkan oleh narasumber kami mengenai alasannya memilih "jalan hidup" sebagai freelancer. Padahal tak semuanya memiliki keleluasaan untuk menentukan jam kerja sendiri lantaran tetap terikat kontrak atau kesepakatakan dengan klien. Misalnya, Make-up Artist dan Event Organizer yang kerap berangkat kerja subuh-subuh.

Bagi Aura Asmaradana (27), memilih pekerjaan sebagai editor dan researcher dengan pola freelance memungkinkannya tetap hadir di rumah untuk mengurus kedua anaknya, sementara penghasilan jalan terus. "Jika sedang jenuh bekerja, ya tidak usah ambil pekerjaan," ungkapnya.

Tapi tak seperti freelancer, pekerja kantoran tentunya tak bisa sewaktu-waktu meninggalkan pos tugasnya. Dalam kondisi WFH yang rentan stres, diperlukan sejumlah strategi supaya semuanya dapat dilalui dengan kepala dingin.

Kepada para pekerja yang gagap WFH, para narasumber kami memberikan 6 tips:

1. Merancang pojok kerja yang nyaman

Bukan. Maksudnya bukan membangun satu ruangan baru di rumah khusus untuk bekerja. Yang disarankan di sini adalah menyesuaikan ruangan yang ada di rumah sehingga layak menunjang aktivitasmu duduk berjam-jam.

Rumah kita memang kadung abai terhadap pentingnya pojok kerja sehingga duduk di kasur kerap menjadi pilihan. Tapi untuk WFH selama Covid-19, kasihanilah pundak dan punggungmu. Cari meja dan kursi yang membuat pandanganmu lurus ke layar laptop/PC seperti ketika di kantor. Jika ada dana, ada baiknya berinvestasi membeli kursi kerja yang nyaman.

Diena menyarankan untuk memilih bagian rumah yang relatif aman dari lalu-lalang orang dan "gangguan" lainnya seperti godaan ngemil dan rebahan. Karena itu, sebaiknya jangan bekerja di zona yang digunakan untuk tidur. Kelak, pikiran kita akan sulit membedakan momentum bekerja dan beristirahat. Tidak baik untuk kesehatan mental.

"Perlu ada batasan jelas antara tempat kerja dan leyeh-leyeh. Kalau capek, cukup lo-nya aja yang pindah ke kasur. Laptopnya jangan," ujarnya. Demikian pula ketika waktunya makan siang, beristirahatlah dengan sungguh, jangan disambi bekerja.

2. Hormati jadwal kerja

Seperti sedang bekerja di kantor, berlakulah profesional. Mandi pagi sebelum mulai bekerja dapat menambah efek segar untuk memulai proyek baru. Bersiap-siaplah sebelum waktu kerja dimulai, dan tetap lakukan meeting seperti yang biasa dijadwalkan.

Bekerja dari rumah dapat memberikan keleluasaan untuk melakukan pekerjaan rumah lainnya. Tidak apa, tapi tetap perkirakan waktu demi menyelesaikan tanggungan di sekitar waktu pulang kerja.

3. Jaga komunikasi

Bekerja dari rumah dapat menimbulkan krisis kepercayaan antar-rekan kerja dan kesulitan koordinasi yang berujung pada miskomunikasi. Ajak rekan-rekan untuk membuat SOP khusus WFH sehingga semua pekerjaan dapat terpantau secara terbuka dan diketahui oleh rekan lainnya.

"Ingat, teman-teman lo juga bergantung pada lo. Jangan lupa kabarin perkembangan pekerjaan ke teman-teman. Berinisiatiflah untuk mengabari duluan. Bertanyalah langsung di grup kerja. Hindari japri (jalur pribadi) supaya semua orang tahu perkembangannya," saran Diena. Ohya, jangan lupa upayakan internet yang jaringannya nggak bikin emosi ya.

Kalau lagi WFH, jangan andalkan Bahasa Kalbu. Ilustrasi dari Youtube Aquarius Musikindo
Kalau lagi WFH, jangan andalkan Bahasa Kalbu. Ilustrasi dari Youtube Aquarius Musikindo

4. Tetap produktif dan buat target harian

Kerja di rumah bukan berarti target kerja jadi berantakan. Sebaliknya, ada beberapa pekerjaan yang mungkin menbutuhkan waktu lebih lama untuk dieksekusi. Karena itu, buatlah target dan list to do supaya semuanya lebih tertata.

Tidak ada yang dikerjakan karena event tertunda? Tetaplah mencoba produktif sehingga ritme kerja tetap terjaga. Buatlah agenda yang berisi alternatif kegiatan dari hari ke harinya. Ini adalah saatnya menggenapi impian kita untuk merealisasikan hobi dan keinginan-keinginan ajaib seperti menanam tomat, berdonasi, memilah pakaian bekas, sampai berjualan di marketplace.

5. Upgrade diri

Bila tak bisa berinteraksi dengan banyak orang, ini adalah saatnya berinteraksi dengan diri sendiri. Pakailah waktu setelah bekerja untuk mencatat pencapaian-pencapaian, introspeksi diri, dan membuat perencanaan setelah Covid-19 ini berakhir.

Tingkatkan kapasitas dirimu dengan menonton tutorial, diskusi, webinar, dan membaca buku terkait soft skill profesimu atau apapun hobi yang kamu minati.

6. Kelola stres

Ketika tibanya hari libur, katakan pada rekan kerja bahwa kamu butuh istirahat. Sedapat mungkin, buatlah perjanjian dengan pasangan mengenai pekerjaan rumah dan tanggungan mengurus anak. Semoga karenanya, akan ada 1 hari supaya kamu bisa berjarak dengan masalah hidup yang tiada habisnya.

Carilah cara untuk relaks. Lakukan hobi, kegemaran, meditasi, sampai yakinkan dirimu bahwa pandemi ini bukan maumu dan akan segera berlalu. (WID)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun