Akan tetapi, betapapun keras dan panasnya pertarungan, tak ada satupun orang yang dipolisikan. Alhasil, polisi Australia bisa fokus kepada tugas pokoknya: memberikan rasa aman kepada masyarakat. (Baca selengkapnya)
2. Perang Dagang a la Donald Trump
Donald Trump adalah pribadi yang unik, tulis Kompasianer Ronald Wan, kalau tidak bisa dikatakan sangat berbeda. Pasalnya Donald Trump kerap kali menggunakan Twitter untuk mengumumkan sebuah kebijakan membuat semua orang harus menyesuaikan diri.
Tetapi yang kini tengah hangat menjadi perbincangan adalah ketika Donald Trump percaya bahwa penerapan tarif atas barang impor eks-China akan dibayar oleh China dan akan menguntungkan AS.
Namun, yang sebenarnya terjadi bahwa semua tarif impor dibayar oleh konsumen negara yang mengimpor.
" Tambahan tarif akan dianggap sebagai biaya oleh importir dan biasanya akan dibebankan kepada konsumen melalui harga jual yang meningkat," tulis Kompasianer Ronald Wan.
Selain itu beberapa target negosiasi perang dagang bisa berbalik akan memberikan insentif bagi perusahaan AS untuk memindahkan pabrik ke China.
Jika AS berhasil untuk menekan China untuk mengubah kebijakan ini, maka kemungkinan perusahaan AS akan termotivasi untuk investasi di China. (Baca selengkapnya)
3. Apakah Huawei Bakal Menjadi Kompetitor Terbesar iPhone?
Seperti halnya yang telah ditulis Kompasianer Ronald Wan, dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China menurut Kompasianer Gatot Tri, sudah merembet ke bisnis smartphone, yaitu Huawei.
Boikot dari Android kepada semua perangkat Huawei yaitu meliputi tidak boleh menggunakan OS tersebut. Boikot dari Android ini termasuk akses ke layanan Google.
Boikot Huawei di AS oleh karena kebijakan pemerintah AS menimbulkan kompetisi tidak seimbang di ranah smartphone, yaitu kompetisi antara Huawei dan iPhone.
Di satu sisi Huawei tidak bisa masuk ke AS, negara asal iPhone namun Huawei justru berkompetisi head to head dengan iPhone di China. (Baca selengkapnya)