Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pada Hari Ulang Tahun

11 Agustus 2020   19:11 Diperbarui: 11 Agustus 2020   20:56 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu lalu, dengan penuh harap Mas Dien ingin bertemu denganku. Hanya ingin bertemu, katanya tanpa menjelaskan maksudnya.  Dan aku sudah menyanggupi untuk meluangkan waktu baginya. Aku sudah mengaguminya sejak lama dan pernah berangan-angan seandainya...

 Tetapi semua menjadi kacau karena seorang Tanti tiba-tiba mendatangiku pada waktu yang seharusnya aku bersama Mas Dienara. 

"Wid, kita sesama perempan. Jika saling mengagumi satu orang lelaki, tentu persaingan tidak sehat,bukan?" menohok sekali kata-katanya, walau aku belum mengerti arah pembicaraannya.

"Maksudmu?" 

"Aku tahu banget kekagumanmu pada Mas Dien. Tapi kuingatkan padamu, sore ini tak usah menemui dia," Tanti mendikteku.

"Apa urusanmu? Aku mau ketemu si A, si B atau Z sekalipun, tak ada yang berhak melarangku! Paham?" ujarku ketus. Heran aku sama Tanti yang memang tersohor suka  memecah persatuan dan kesatuan persahabatan. Selalu saja tidak bahagia lihat orang bahagia. Aku tinggalkan saja dia di teras rumahku. Dia tertawa sumbang, lalu ikut pergi tapi berbeda arah denganku. 

Gerimis mulai menetes satu-satu. Kuhentikan sepeda motorku ke pinggiran jalan buat mengambil jas hujan di bawah jok.  Akh! Tak ada di tempatnya. Teringat aku, kemarin sore Puspa ke rumah dan ketika akan pulang, dia pinjam jas hujanku karena jas hujannya tertinggal di rumahnya. 

Duh, aku melirik jam tangan, sudah lebih 15 menit dari janjiku sama Mas Dien. Untung aku masih berada di jalan deretan toko-toko yang memajang jas hujan, terpaksa merogoh dompet untuk membeli yang baru. Aku tidak mau terlihat seperti kucing yang habis jatuh di selokan saat bertemu Mas Dien. 

Akhirnya, pada menit ke-30 aku baru bisa tiba di tempat yang sudah dijanjikan oleh Dienara. Tapiiii...siapakah yang sudah menemaninya duduk di sana? Sontak aku membalikkan badan, tak niat lagi bertjumpa dengan seorang Dienara. Ternyata ini maksud kalimat yang tadi kudengar. 

"Widyaaa!" teriakan suara Mas Dien  memanggilku. Tapi aku memilih pulang .

Entah mengapa rasa cemburu menyergapku.  Apakah ini tandanya aku benar-benar mencintai Dienara? Kutepis pikiranku sepanjang perjalanan. Kudengar dering telepon genggamku. Aku tak ingin menerimanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun