Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Percikan Perasaan

29 Maret 2020   14:46 Diperbarui: 29 Maret 2020   14:49 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dan aku memilih diam, ketika jarak menjauhkan kita  pada hari-hari berdebu, serupa air yang datang  lalu pergi lalu datang lagi  lalu pergi lagi, mengaliri bening mata air hidupmu ; tapi bukan untukku

dan aku memilih kelu, ketika jarak mencemooh dialog dini hari kita, tentang senja yang selalu ingin bersua malam tapi tak pernah sungguh melepas siang, serupa bayi yang rindu menyusu pada ibunya, sementara ibu telah menggeletakkannya pada beranda panti asuhan berbalut kain batik lusuh sambil dengan kesadaran penuh menuliskan ; titip buah rahimku, karena aku tak mampu mengalahkan aibku

dan aku memilih rindu, ketika  cahaya wajahmu memberiku cinta tak terbantahkan, serupa kunang-kunang yang menuntun jalan seperempat malamku agar aku tak pernah tersesat pulang ke bilik hatimu  sambil kutuliskan aksara di keningmu : kenang aku entah sampai kapan

dan aku memilih metamorfosa lini hidupku, serupa kupu-kupu cantik, ketika engkau menuliskan jarak di antara kita, menghapus antologi puisi hatiku  yang setia kutulis malam- malam berteman  hujan rintik dan rindu teramat sangat   : tapi aku tak memiliki kepompong untuk memintal sayap 

dan kamu?
bawalah serta imajiku
mungkin kita tak akan berjarak lagi ; olehnya

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun