Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wanita Bekerja di Ranah Pria, Benarkah Bukti Kesetaraan Gender?

7 Mei 2016   11:58 Diperbarui: 8 Maret 2020   14:45 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja wanita. (sumber gambar: kompas.com)

Pada 21 April lalu satu momentum diperingati oleh seluruh warga Indonesia. Hari Kartini, merupakan saat yang tepat selain untuk mengenang jasa R.A. Kartini dalam perjuangan kebebasan wanita, momentum ini juga sangat tepat untuk melihat bagaimana kesetaraan laki-laki dan perempuan di Indonesia.

Kesetaraan di sini memiliki cakupan dalam lingkup yang luas. Mulai dari kebebasan berpendapat, hak, otoritas, pekerjaan, dan lain-lain. Khususnya dalam dunia kerja, Laki-laki dan perempuan saat tidak memiliki sekat pembatas. Perempuan bisa bekerja di ranah laki-laki, begitu juga sebaliknya.

Ada banyak profesi yang sejatinya biasa digeluti oleh kaum adam, namun kini juga dilakukan oleh kaum hawa. Misalnya pilot, kepala instansi atau perusahaan, bahkan hingga menjadi seorang pengendara ojek/angkutan umum.

Melihat hal ini beberapa waktu lalu Kompasiana tertarik untuk membuat jajak pendapat dengan mengajukan sebuah pernyataan bahwa, "Perempuan yang bekerja di ranah laki-laki merupakan bukti kesetaraan gender," Hasilnya, sebanyak 7 Kompasianer menyatakan Pro dengan pernyataan ini dan 9 Kompasianer menyatakan Kontra.

Kompasianer Tjiptadinata Effendi menyatakan Pro pada pernyataan ini. Menurutnya, memang benar profesi seperti Pilot, Nakhoda, atau menjadi pemimpin di perusahaan dan instansi didominasi dan diisi oleh kaum pria. Namun, kini ceritanya sudah berbeda.

"Boleh dikatakan profesi yang dulunya hanya didominasi pria kini sudah banyak diisi oleh kaum wanita. Contoh, pilot, sopir bis, nakhoda, tentara, polisi, sudah bukan tabu bagi wanita," tulis Tjiptadinata.

"Bahkan kerja kasar seperti di bangunan, juga banyak wanita yang mengambil bagian dalam pekerjaan tersebut. Namun pesan Kartini, apapun yang dikerjakan, tetaplah menjadi seorang wanita," lanjut Tjiptadinata.

Senada dengan Tjiptadinata, Efrem Gaho menyatakan hal yang serupa. Menurutnya, setiap manusia diciptakan sama tanpa ada perbedaan, kecuali tentu saja perbedaan biologis dalam hal ini adalah gender. Ketika berbicara tentang gender, maka topik yang dibicarakan adalah tentang konstruksi sosial.

"Gender merupakan hasil konstruksi sosial yang terlepas dari sifat biologisnya. Apa yang dikonstruksi? yakni sifat dan peran manusia itu sendiri. Maka secara sosiologis sifat dan peran manusia bergantung pada konstruksi sosial masyarakat," tulis Efrem.

Namun ia juga mengemukakan bahwa tidak berarti selalui konsturksi sosial itu mutlak dan tidak bisa diganggun gugat. Muncunya kesetaraan gender karena terjadinya diskriminasi gender sebagai hasil konstruksi sosial tersebut. Dan bentuk diskriinasinya adalah, laki-laki lebih mendominasi dari pada perempuan, serta hak-hak perempuan untuk menempati posisi laki-laki istimewa di ruang publik tidak diberikan secara adil.

"Jadi, ketika setiap posisi laki-laki dapat diperankan oleh perempuan adalah merupakan bukti yang sangat jelas bahwa telah terjadinya kesetaraan gender, tanpa diskriminasi," ujar Efram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun