Mohon tunggu...
Abdul Salam Atjo
Abdul Salam Atjo Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuluh Perikanan

Karyaku untuk Pelaku Utama Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Money

Peluang Bisnis Benur di Pinrang

9 Maret 2014   20:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:06 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kabupaten Pinrang, Sulawesi selatan pernah sukses sebagai daerah penghasil udang windu terbaik di tahun 1980-an, namun setelah itu anjlok ketika wabah bintik putih dan penyakitinsang merah memporakporandakan kawasan pertambakan udang windu di Indonesia. Kini, udang windu (Penaeus monodon) Pinrang mulai bangkit.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang mengkalim produksi rata-rata udang windu saat ini mencapai 200 kg/ha/tahun. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut terkendala pada ketersedian benih udang windu (Benur) dari segi jumlah dan mutu. Melihat potensi luas pertambakan udang di Pinrang mencapai lebih dari 15.000 ha, jika petambak menebar benur 20.000 ekor per tahun maka kebutuhan benur di Pinrang mencapai 600 juta ekor/ha pertahun. Kebutuhan benur saat ini sebagian diproduksioleh 9 unit hatchery skala mini hingga skala besar di kecamatan Suppa Pinrang selebihnya disuplai dari hatchery yang ada di kabupaten Barru dan di pulau Jawa dan Kalimantan.

Staf Bidang Produksi Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang, Parawansyah mengatakan dari 9 unit hatchery yang ada di Pinrang hanya mampu menyediakan 220 juta ekor benur setiap tahun, sedangkan kekurangan sekitar 80 juta ekor disuplai dari kabupaten Barru dan luar Sulsel. Menurut salah seorang pengusaha hatchery di Suppa, Ir. Taufik belum maksimalnya produksi benur dari hatchery yang ada di Pinrang disebabkan oleh ketersediaan induk udang yang berkualitas. Selain itu faktor modal menjadi kendala utama karena semakin hari biaya pakan artemia semakinmahal yang menyebabkan biaya operasional membengkak, sementara harga benur yang dilepas ke petambak tidak mengalamai kenaikan yang signifikan. “Biaya produksi setiap ekor benur mencapai Rp.18 sedangkan harga jual untuk PL 12 paling mahal Rp.25 sehingga margin keuntungannya hanya sekitar Rp.7,” jelas Taufik.

Untuk mengembalikan kejayaan udang windu maka Taufik berharap kepada pemerintah agar memberi subsidi kepada pengusaha hatchery terutama pengadaan induk yang berkualitas. Demikian juga sarana dan prasarana untuk direvitalisasi. Dikatakan Taufik ada tiga point penting yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi udang windu, pertama merevitalisasi hatchery dengan memberi subsidi induk. Kedua, membekali pengetahuan dan keterampilan para pengusaha pentokolan dan ketiga pendampingan teknologi budidaya kepada petambak udang. “Saat ini pemerintah sudah memberi perhatian banyak kepada pembudidaya tambak dengan mengucurkan bantuan sarana produksi melalui PUMP tetapi lupa pada pengusaha hatchery dan pentokolan padahal ini sama pentingnya dan saling terkait,”ungkapnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun