Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Miyawaki Sakura, Louis Vuitton, dan Hubungan Toksik Korea-Jepang

21 April 2022   20:27 Diperbarui: 23 April 2022   07:15 2522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miyawaki Sakura, eks member IZ*ONE(Soompi ) 

Namanya Miyawaki Sakura, ia adalah seorang selebriti asal Jepang yang terpilih menjadi model Louis Vuitton.

Secara visual, Sakura tampil tanpa cela. Wajahnya cantik dan body goals banget. Secara prestasi, mantan member IZ*ONE tersebut juga tidak bercela.

Tidak pernah diterpa rumor miring di tengah kejamnya hutan belantara K-Pop. Seharusnya, prestasi Sakura juga membanggakan negara kelahirannya.

Nyatanya tidak. Bisa dilihat dari nyinyiran warga net di akunnya;

"Ia akan mempromosikan Louis Vuitton di Jepang, kupikir untuk Korea [...]"


"Jika dia berpromosi dalam bahasa Korea, sebaiknya berhati-hati, jangan membuat gerakan sayap kanan [...]

Jadi, bukan rahasia lagi jika sudah lama orang Jepang dan Korea Selatan saling tidak akur.

Dikutip dari sumber (1), hasil survei menunjukkan 52% warga Jepang tidak menyukai orang Korsel. Sebaliknya 78% warga Korsel tidak suka dengan orang Jepang.

Alasannya? Survei juga menunjukkan bahwa warga kedua negara ini percaya bahwa perang hanya persoalan waktu saja.

Senada dengan hal tersebut, hasil survei dari Japan Times (2021), menunjukkan hanya 16,7% warga Korsel yang bersahabat dengan orang Jepang. Sementara, hanya 20,2% warga Jepang mengaku memiliki teman Korsel.

Apa penyebabnya?

Luka lama sudah terbentuk lebih dari seabad lalu. Tepatnya pada tahun 1910 saat pendudukan Jepang di Korea yang berakhir hingga 1945. Selama masa sulit itu, Jepang telah melakukan banyak eksploitasi.

Militernya melakukan kejahatan perang, menyiksa ribuan pria dan menjadikan wanita Korea sebagai budak seks.

Nampaknya, waktu tidak membuat Korea memaafkan sejarah. Isu tentang kekejaman Jepang telah menjadi warisan budaya Korsel dari generasi ke generasi.

Tahun 1950 adalah awal normalisasi hubungan kedua negara ini. Korea Selatan mengajukan syarat, Jepang harus meminta maaf. Tapi, Jepang menolaknya. Mereka tidak mengakui adanya kejahatan perang. Pemerintah mereka melihat dari sisi berbeda, mengakui sejarah versi mereka.

Akibatnya posisi setara dari kedua negara ini sulit tercapai.

Pada tahun 1953, perang Korea yang berlangsung sejak 1950 menciptakan dua kubu. Utara yang berpaham komunis dibeking oleh Soviet dan China. Sementara Selatan bertahan dengan dukungan Amerika Serikat.

Atas nama kepentingan ideologi, Amerika pun memaksa agar Tokyo dan Seoul kembali berdamai. Kedua negara ini sepakat. Korea Selatan sadar jika Jepang adalah sekutu utama Amerika di Asia.

Di sisi lain, Jepang mengkhwatirkan ancaman dari China dan Korea Utara. Tentunya bersatu dengan Korea Selatan adalah cara yang paling tepat andaikan Amerika tidak lagi melindungi mereka.

Kondisi politik membuat Jepang dan Korea Selatan kembali mesra.

Pada tahun 1960, Korea bukanlah negara besar seperti saat ini. Karenanya hubungan diplomatik dengan Jepang harus kembali sehat. Agar Jepang dapat membantu mereka dalam pembangunan ekonomi.

Jepang menyambut baik keputusan Korea Selatan. Bagi mereka, itu adalah langkah yang tepat untuk memperbaiki citranya. Menjadi semacam tindakan "balas budi" kepada bekas daerah jajahan.

Kendati demikian, Boyu Cheng dalam artikel "Decolonizing Japan-South Kore Relations (2020), ia menyebutkan jika saat itu Korea Selatan berada pada posisi dilematis.

Menolak bekerja sama atas pertimbangan sejarah atau melupakan luka lama untuk masa depan cerah. Akhirnya Korea Selatan memilih opsi kedua.

Pada 22 Juni 1965, Korea dan Jepang mencapai kata sepakat untuk pertama kali. Dua poin utama yang tercipta adalah; (i) hubungan diplomatik resmi kembali normal, dan (ii) kegiatan ekonomi bersama.

Seiring waktu berjalan, Jepang terlena. Mereka menganggap normalisasi hubungan yang terjadi sudah membuat Korea Selatan menghapus luka masa lalu.

Nyatanya tidak...

Miyawaki Sakura, Louis Vuitton, dan Sejarah Panjang Kebencian Jepang-Korea (gambar: suara.com)
Miyawaki Sakura, Louis Vuitton, dan Sejarah Panjang Kebencian Jepang-Korea (gambar: suara.com)

Korea Selatan pelan-pelan bangkit sebagai salah satu Macan Asia. Usaha mewujudkan persahabatan sejati tidak semudah yang dibayangkan. Tuntutan kepada pemerintah Jepang untuk memintaa maaf pun berlanjut.

Bahkan lima tahun sekali pada saat pemilu berlangsung, isu ini selalu menjadi janji-janji politik para calon presiden.

Sebagai contoh, pada 2019 lalu Pengadilan Korsel meminta beberapa perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada korban kerja paksa pada masa penjajahan dulu.

Tokyo lalu membela diri. Bagi mereka perjanjian tahun 1965 telah menyelesaikan seluruh permasalahan masa lalu.

Seoul menampik, hubungan kedua negara kembali memanas. Perang Dagang pun dimulai, dan sentimen anti Jepang merebak hingga ke masyarakat.

**

Saya teringat perjalan saya ke Vietnam beberapa saat yang lalu. Kebetulan di dalam rombongan, ada seorang kawan dari Jepang. Dia adalah petinggi perusahaan supplier tempat saya biasa membeli barang.

Di sebuah taman kota, ada dua orang anak kecil yang datang menawarkan perangko. Sohib Jepang ini tampak ramah dan berbincang-bincang dengan keduanya.

Akan tetapi, tetiba si Jepang ini meninggikan suaranya; "Japan... Japanese" ujarnya.

Sesaat kemudian, si Jepang tiba-tiba marah besar dan mengumpat dalam bahasa Jepang. Sontak kedua bocah Vietnam tersebut lari terbirit-birit sambil terbahak-bahak.

Apa yang terjadi?

Ternyata menurut penerjemah dari si bos Jepang, kedua bocah tersebut berbicara bahasa Korea dengannya, meskipun dirinya telah berulang kali berkata bahwa ia adalah orang Jepang.

Sesederhana itukah pokok permasalahannya?

Masalah gengsi mungkin? Orang Jepang tidak sudi disetarakan dengan warga bekas jajahannya. Sementara orang Korea juga mungkin tidak ingin disamakan dengan penjajah. Cocoklah!

Biarkanlah si Jepang bersiteru dengan orang Korea. Ia lupa jika di dalam rombongan banyak orang Indonesia. Tidak pernah membenci orang Jepang, meskipun 3,5 tahun hidup sengsara dijajah.

Memang benar ya, Orang Indonesia baik-baik ya

**

Referensi: 1 2 3 4

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun