Ternyata orang China sangat sulit menerapkan kepercayaan dan sekaligus menjaga kepercayaan. Yang jujur dikadalin, yang tidak jujur ngadalin. Akhirnya, bukan cinta pada pandangan pertama, tapi curiga pada kesan pertama.
Jelas habitat ini membuat pemerintah China gerah. Jika semua warganya saling curiga, bagaimana kehidupan sosial bisa berjalan harmonis?
Hal yang sama juga berlaku bagi perusahaan. Perusahaan yang ingin bekerja sama bisa dengan mudah melirik nilai poin sosial bakal partnernya. Yang buruk, sebaiknya jangan diladeni.
Bagi institusi pemerintah, lebih mudah lagi sistem kerjanya nanti. Perusahaan bandel yang harus sering diawasi adalah mereka yang poin kreditnya rendah. Yang tinggi, tidak perlu terlalu dikhwatirkan.
Tapi, sistem ini bukannya tanpa sanggahan. Adalah Samantha Hoffman dari Australian Strategic Policy. Ia mengatakan jika sistem ini adalah ambisi dari Partai Komunis China untuk menancapkan kekuasaannya.
Sebagai pemerintah dan juga partai penguasa, PKC akan dengan mudah menggunakan teknologi untuk menyatukan ekonomi, sosial, dan politik dalam sebuah kelikan jari. Untungnya Samantha bukan orang China, kalau tidak maka bisa dipastikan ia susah beli tiket bis.
Bisakah Anda bayangkan jika sistem poin sosial ini diterapkan di Indonesia. Mungkin hape-hape bunyinya pada melengking semua ya, kali?
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI