Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Nusantara, Kawasan Remang-remang Kota Makassar, di Sana Aku Dilahirkan

21 Mei 2021   03:35 Diperbarui: 21 Mei 2021   03:48 3720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Nusantara, Kawasan Hiburan Malam Kota Makassar, Tempat Aku Dilahirkan (tribunnews)

Judul tulisan ini bukan clickbait. Isinya juga bukan kisah cerpen kamasutra murahan. Ini adalah kisah nyata. Tempat aku dilahirkan. Di jalan Nusantara kota Makassar. Daerah yang terkenal sebagai wilayah remang-remang kota Makassar.

Bangunan berukuran 4 x 12 meter itu adalah rumah pertamaku. Modelnya semi permanen, tersebab tingkat dua masih menggunakan lantai dari kayu balok.

Lantai bawah adalah toko, sementara kami sekeluarga tidur berhimpitan di lantai atas. Berdampingan dengan barang dagangan yang belum sempat laku terjual.

Lokasinya tepat. Berada di dekat Pelabuhan kota Makassar. Ramai dikunjungi para pedagang dan pelancong. Terlebih lagi, tempat itu adalah daerah pemukiman orang Tionghoa. Kiri-kanan kenal.    

Syahdan, jalan Nusantara di tahun 70an adalah tempat yang damai dan tenteram. Warga ramai duduk di depan rumahnya setiap malam.

Cukup banyak kendaraan yang lewat, meskipun tidak seramai sekarang. Seingatku, Engkong tidak pernah salah mengenali kendaraan yang lalu-lalang. Semua pengendara motor maupun pemilik mobil dikenalinya baik.

**

Menjaga toko menjadi rutinitasku setelah pulang sekolah. Di sore hari, waktunya duduk-duduk di depan. Saat yang tepat menikmati keramaian, terlebih jika ada jadwal kapal Pelni.

Pakappala-tallang namanya. Yang berarti awak kapal tenggelam. Mereka adalah sekelompok pemuda berbaju rapih mirip a.rafiq. Penyanyi dangdut era 70an.

Mereka berjualan barang kawe dua kepada para pelancong. Aku mengenal salah satunya. Namanya Daeng Baso.

Ada yang bilang jika Daeng Baso adalah penipu. Tapi, bukan aku. Si Daeng hanya mencoba menjual barang murah dengan untung yang sebesar-besarnya. Tidak ada salahnya.

Jalan Nusantara zaman dulu jauh dari kesan remang-remang. Tak satupun tempat esek-esek yang berada di sana. Kecuali sebuah lokasi yang berada di ujung jalan. Dekat dengan Fort Rotterdam yang terkenal.

Namanya Jambatang Bassi. Disingkat Jambas. Merupakan dermaga sederhana tempat berlabuh perahu ukuran kecil. Di sore hari, tempat itu sudah sepi.

Entah bagaimana, marak dengan tenda biru. Entah kapan, jadi tempat prostitusi terselubung.

Saya masih ingat Engkong memarahi Moktar. Ia adalah pegawai toko. Tersebab Moktar mengeluh sakit. Kelaminnya bengkak setelah berkunjung ke Jambas. Di sanalah baru aku tahu jika Jambas adalah tempat esek-esek.

**

Akhir tahun 80an, jalan Nusantara sudah mulai ramai. Semakin banyak toko yang bermunculan. Area Jambas pun mulai terlihat kumuh. Tidak pantas berada di daerah perdagangan.

Dianggap jorok dan sering menjadi pusat keributan, Jambas pun dirobohkan. Para PSK tidak lagi memiliki pangkalan. Mereka kemudian berpindah tempat. Di lorong-lorong kecil yang sepi dan gelap, masih di jalan Nusantara.

Beberapa pengusaha melihat peluang. Tempatnya yang kosong disewakan. Dibuatkanlah kamar-kamar kecil lengkap dengan tempat cuci-cuci. Ternyata, menarik minat banyak pelancong.

Para PSK yang biasanya sembunyi-sembunyi, kini mendapatkan markas baru. Jalan Nusantara memulai giatnya sebagai area remang-remang.

**

Awal tahun 90an, pemerintah meluaskan area Pelabuhan. Makassar menjadi kota metropolitan. Sederet rumah harus digusur. Termasuk toko keluarga kami.

Warga yang kena gusur terpaksa harus pindah. Sementara yang tidak kena gusur, tidak lagi menetap di sana. Mereka masih membuka toko, tapi tidak dijadikan rumah lagi.

Syahdan, jalan Nusantara menjadi sepi di malam hari. Suasana yang pas bagi para peminat dunia malam.  

Semakin banyak peminat, semakin banyak penyedia. Wanita-wanita pekerja seks komersial semakin banyak yang datang ke Makassar.

Konon mereka bekerja secara bebas. Tidak ada yang terikat kontrak dengan satu germo saja.

Yang ada hanya makelar. Pemain dunia malam yang sudah lama berada di sana. Mereka pandai membedakan pria hidung belang atau yang hanya sekedar lewat saja.

Usaha penginapan jam-jam-an pun berubah fungsi. Sebagian menjadi penginapan melati, sebagian lagi menyediakan jasa pijat plus-plus.

Bar dan karaoke tak mau kalah. Tumbuh bak jamur di musim hujan. Dari yang biasa-biasa saja, hingga kelas eksklusif.   

Rumah kosong yang ditinggalkan warganya pun ramai dikontrak. Turut menambahkan pilihan. Menjadikan jalan Nusantara sebagai paket lengkap dunia malam.

Namun, jangan mengira bahwa jalan ini hanya terkenal dengan esek-eseknya saja. Berbagai macam kuliner lokal terkenal juga tersedia di sini. Seperti Coto Nusantara dan Bolu (Bandeng) Bakar Daeng Masalle.

Wacana terakhir sebelum covid mewabah adalah menjadikan jalan Nusantara sebagai pusat kuliner. Rencana ini diprakarsai oleh Walikota Makassar, Danny Pomanto.

"Jalan Nusantara rencananya akan dibuat semacam tempat wisata kuliner. Jadi, semua makanan khas kota Makassar akan terpusat disana," pungkas Danny.

Namun, pusat wisata malam sudah terlebih dahulu melekat. Jalan Nusantara tidak akan dengan mudah beralih fungsi.

Lagipula, orang Makassar itu tidak mesum. Kawasan ini tidak pernah menjadi lokalisasi prostitusi. Yang ada hanya lokasi legalisasi Tempat Hiburan Malam.

Saya cukup beruntung. Lahir di kawasan remang-remang kota Makassar, tapi jejakku tidak lagi berada di sana. Tidak sama seperti Hardi, sahabatku. Rumah tuanya disewakan ke sebuah tempat hiburan malam.

"Jadi bekas kamarmu dijadikan tempat 'begitu-begituan,' Hardi?" Candaku setiap kali bertemu dengannya.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun