Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Otak Manusia Didesain untuk Mencari Masalah, Saling Memaafkan Itu Luar Biasa

13 Mei 2021   06:36 Diperbarui: 13 Mei 2021   06:36 2819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Otak Manusia Didesain untuk Selalu Mencari Masalah, Memaafkan Itu Perlu (tribunnews)

Sewaktu duduk di bangku SMP, aku menjadi anak revolusi. Tersebab si Musi tidak berfungsi. Ia pun dicopot oleh wali kelas, dan aku menjadi ketua kelas.

Alangkah naifnya, menerima mentah-mentah pesan guru kelas. Aku disuruh untuk mencatat nama-nama murid yang bertingkah pada saat kelas sedang takada guru.

Awalnya aku berhasil. Budi yang terkenal badung, hingga Edi yang terkenal pemalas mulai kena getahnya.

Suasana kelas pun menjadi lebih tenang. Budi hingga Edi tak lagi berulah. Seharusnya aku turut tenang. Takada lagi teman kelas yang bertingkah.

Tapi, guru kelasku tetap memintaku untuk melaporkannya setiap hari. Mungkin ia tak percaya jika takada murid yang tak badung.

Alhasil, otakku mulai mencari "masalah." Ani yang kedepatan merenung hingga Wati yang sering dirudung pun masuk dalam catatanku.

**

Ini adalah sekelumit kisah, bagaimana wewenangku dapat dengan mudah "mencari" masalah. Padahal, mungkin saja semuanya akan baik-baik saja jika aku tak menjadi ketua kelas.

Lalu, ketika aku duduk di bangku kuliah. Watanabe, teman se-kos menyatakan kekagumannya terhadap berita-berita di televisi Amerika. Katanya seru, tidak beda jauh dengan film-film Hollywood. Mulai dari penembakan di jalan, hingga kasus orang hilang.

Tidak sama seperti di Jepang. Di negara yang relatif aman pada masa itu, tetangga yang mencuri daleman wanita bisa menjadi breaking news.

Lantas, apakah hal ini membuktikan mengapa banyak masalah dalam hidup yang tak pernah habis-habisnya? Ternyata ada sebuah fakta yang unik dalam diri kita.

Kita senang mencari masalah meskipun masalah sudah tidak lagi ada.

Riset psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku ini adalah konsekuensi dasar otak kita memproses informasi.

Perbandingan Relatif dan Absolut

Ketika diriku mencatat Ani yang kedapatan merenung sebagai "masalah" dalam kelas, aku membandingkannya secara relatif dengan kawan-kawan yang takut dimarahi guru killer.

Diriku tidak membandingkan dengan betapa badungnya si Budi ketika ia belum dijinakkan. Saya bahkan lupa jika si Ani adalah juara kelas.

Survei mengatakan bahwa otak kita lebih senang melakukan perbandingan relatif dibandingkan dengan membandingkannya dengan situasi absolut yang sudah lewat. Konon, energinya lebih berkurang.

Manusia memiliki memori masa lalu. Itu akan menjadi sebuah beban bagi otak jika harus diunduh kembali. Kondisi sekarang lebih mudah diproses. Melihat kenyataan dan membandingkannya dengan kondisi terkini.

Concept Creep dan Moving Post Goal

Konsep perbandingan relatif terkadang sangat bermanfaat. Dalam kasus yang dikisahkan Watanabe, mungkin saja televisi di Jepang akan bangkrut jika tidak pernah menayangkan breaking news daleman. Tersebab menunggu aksi penembakan di jalanan mungkin tidak pernah terjadi.

Namun, dalam kasus diriku sebagai ketua kelas, konsep perbandingan relatif seolah-olah membuat diri kita tidak pernah tenang. Tidak pernah menghargai kesuksesan atau bersyukur dengan keadaan.

Manusia tidak pernah puas dalam segala hal. Orang kaya selalu memikirkan uang, orang sehat selalu mengkhwatirkan kesehatan, dan seorang istri akan selalu mencurigai suaminya berselingkuh.

Hal ini disebut dengan concept creep (pergeseran konsep) dan moving post goal (mengganti peraturan).

Ternyata hal ini bukan hanya konsep psikologis saja, tapi juga biologis

Tidak ada bedanya dengan hewan, manusia dirancang untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Manusia tidak dianjurkan untuk merasa puas, dan itu adalah naluri.

Mungkin saja ini yang menjelaskan mengapa orangtua saya terlihat lebih khwatir menjelang usianya yang sudah 70an. Pada usia tersebut, resiko manusia untuk kelangsungan hidupnya sudah menjadi lebih besar.

Menurunkan kewaspadaan akan membuat diri kita terbuka terhadap ancaman bagi kelangsungan hidup. Otak manusia telah dirancang untuk selalu berpikir. Kemajuan teknologi yang konsisten adalah bukti bahwa manusia tidak pernah puas.

Segala kemajuan tidak akan pernah didapatkan, jika otak manusia dirancang untuk selalu merasa puas. Pada akhirnya, stres dan depresi juga memiliki manfaatnya di saat-saat tertentu.

Stres bisa membantu diri kita untuk lepas dari situasi yang beresiko. Depresi bisa membuat seseorang belajar untuk memperbaiki kehidupannya, jika ia bisa melewatinya.

Manusia selalu mencari jalan untuk menemukan kedamaian dan ketenangan. Nyatanya manusia tidak akan pernah mampu menikmati kebahagiaan secara konsisten.

Jika terlalu memaksakannya, maka mabuk-mabukan hingga pencandu narkoba adalah contoh yang salah. 

Konsep Keseimbangan Alamiah

Tapi, di sisi lain, kita juga tidak memahami arti kebahagiaan jika tidak pernah merasa stres. Ingatlah bahwa alam telah mengajarkan kita konsep keseimbangan. Ada siang dan malam yang datang silih berganti.

Ingin menerima kebahagiaan tanpa merasakan kesusahan adalah hal yang tidak mungkin. Semuanya sudah tertera pada konsep cetak biru (blue print) diri manusia.

Para ilmuwan telah menunjukkan bahwa belahan otak kanan berfungsi untuk memproses emosi negatif. Sementara emosi positif adalah tugas otak kiri. Kenyataan ini membuktikan bahwa emosi positif dan negatif adalah dua hal yang hidup berdampingan.

Sekali lagi, manusia tidak dirancang untuk hidup damai. Manusia ditakdirkan untuk selalu waspada agar keamanan dapat tercapai. Kepuasan akan sulit diraih, rasa sakit akan selalu dirasakan, kebahagiaan hanya bersifat sementara.

Dengan menerima fakta ini, paling tidak kita mengenal rasa syukur. Bahwa segala penderitaan yang kita alami, segala masalah yang muncul, adalah satu-satunya jalan agar kehidupan kita bisa berlangsung dengan lebih baik.

Kegagalan dan segala penderitaannya bukanlah masalah pribadi. Ini adalah masalah manusia. Fluktuasi kebahagiaan dan kesedihan adalah instrumen yang menjadikan kita lebih manusiawi.

Bagaimana dengan orang lain yang telah menyakiti kita? Memaafkan adalah cara terbaik. Karena kebahagiaan dan kesedihan masih milik kita bersama.

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1442 H

Mohon maaf lahir batin atas segala khilaf dan salah. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, keberkahan, dan kesejukan hati kepada kita semua. Aamiin Ya Rabbal' Allamin

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun