Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagaimana Orang Tionghoa Mengejar Hoki?

4 April 2021   05:39 Diperbarui: 4 April 2021   08:34 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagaimana Orang Tionghoa Mengejar Hoki? (en.people.cn)

Lu Chao adalah "Kabayan" dari negeri China. Usianya 28 tahun, orangnya polos. Naik pesawat untuk pertama kali, ia tidak mau menjadi orang sial.

Sepertinya nama penerbangan "Lucky Air" tidak cukup untuk membawa keberuntungan. Alhasil Lu pun melempar dua koin ke arah mesin pesawat.

Tidak pakai lama ia dibekuk. Penerbangan terpaksa ditunda hingga beberapa jam ke depan. Beritanya viral, dan semua orang mencibir. Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2019.

Sayangnya, Lu bukan orang pertama. Di tahun 2018 saja, insiden serupa juga terjadi. Totalnya sebanyak 6 kali. Pelakunya mulai dari nenek berusia 80 tahun hingga mahasiswa berusia 26 tahun.

Bukan hal lucu. Otoritas penerbangan bahkan sampai harus memasang pengumuman di bandara. "Dilarang membuang koin ke dalam mesin pesawat."

Masih banyak lagi ritual lain yang bisa disebut sebagai tahayul. Melempar koin hanya salah satunya. Tidak jelas asal-usul ritual ini, tapi tidak ada salahnya dilakukan.

Mengapa? Siapa sih yang tidak mau dapat hoki jika yang harus dilakukan hanya hal sepele saja?

Namun, hoki bagi masyarakat Tionghoa bukan hal sepele. Hampir seluruh hal dilakukan untuk mendapatkannya. Dari terminal bandara, ujian sekolah, di rumah, di meja judi, hingga di pasar saham.

Contoh sederhananya saja. Angka 8 selalu dikejar. Memiliki makna keberuntungan. Tersebab memiliki pelafalan yang sama dengan kata "Makmur."

Warna merah identik dengan hoki. Bahkan celana dalam warna merah dianjurkan untuk dipakai dalam acara-acara besar. Seperti imlek atau bermain mahjong.

Lupakan Lu Chao yang seorang Cina Totok. Para keturunan China di seluruh dunia pun meyakini hal yang sama. Hoki harus dikejar.

Menyambut tahun baru imlek atau hari besar lainnya. Pemandangan yang sama terjadi di depan kuil. Saya termasuk salah satu korbannya. Di sela-sela kunjunganku ke Singapura, saya selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke kuil terkenal di sana. Tepatnya di Bencoolen Street.

Saya termasuk yang paling cepat berdoa dibandingkan istri atau keluarga lain. Sambil menunggu, biasanya saya mencari kursi kosong di bawah pohon rindang.

Ibu-ibu tua datang menghampiriku dan menawarkan beberapa lembar kertas lottery. Tanpa pikir panjang, dengan harapan hoki akan datang setelah bersembahyang, aku biasanya menghabiskan 5 dollar Singapura untuk memilih angka-angka keberuntungan. Hasilnya? Nol besar.

Namun, pemandangan seperti ini wajar terlihat di beberapa kota besar di Asia. China, Taiwan, Malaysia, Singapura, atau Hong Kong. Semuanya seragam.

Bagaimana orang Tionghoa memandang keberuntungan?

Stevan Harrell, Professor Antropologi dari Universitas Washington menjelaskan bahwa hasrat orang Tionghoa terhadap hoki sudah berasal dari masa lalu.

Orang barat (atau bangsa lain) melihat keberuntungan adalah sesuatu yang acak. Namun tidak bagi orang Tionghoa. Mereka memandang Hoki adalah sesuatu yang tidak kebetulan.

"Tidak ada konsep bahwa sesuatu muncul secara acak. Ada keyakinan pada keteraturan, semacam alasan di balik segala sesuatu," kata Harrel.

Dilansir dari sumber (bbc.com), Liu Qiying seorang pendeta Tao di Taipei, mengatakan bahwa secara tradisional ada prinsip sederhana yang diyakini;

"Thian Zuding (Surga Menentukan)."

 Segala sesuatu bisa diitung. Astronomi China Kuno hingga ritual Tao meyakini bahwa hidup seseorang ditentukan oleh keinginan langit. Mulai dari kelahiran hingga tanggal kematian, semuanya telah tertulis dengan jelas.

Para kaisar zaman dulu sering menempatkan dirinya secara politik sebagai perwujudan dari Dewa. Mereka melegitimasi kekuasaan dengan meyakinkan konsep "Mandat dari Surga." Kekuatan tersebut untuk menjaga perdamaian rakyat, sekaligus menghukum para pembangkang.

Menghormati, mematuhi, bahkan memohon kepada penguasa dapat mengubah nasibya. Sesuatu hal yang tidak mungkin akan menjadi mungkin dengan titah dari kaisar.

Bahkan di zaman komunisme berjaya, sosok Mao Zedong banyak dipandang sebagai seorang "dewa." Tidak heran jika rakyat China masih menghormatinya, terlepas dari berbagai kekejaman yang pernah ia titahkan dulu.

Dengan demikian, meskipun semuanya telah diatur, tapi selalu ada pintu bagi setiap orang untuk memperbaiki nasibnya. Bisa dilakukan sepanjang diri rajin berdoa atau meminta bantuan beberapa orang yang diyakini memiliki akses ke pusat permohonan surgawi.

Pendeta Tao semacam Liu Qiying adalah salah satu contohnya.

Tidak heran jika di Taiwan, banyak layanan untuk memperbaiki keberuntungan. Termasuk yang modern.

Sejumlah kuil telah menawarkan paket online. Isinya adalah ritual rutin yang dilakukan pemuka agama untuk mengusir sial secara bulanan bagi pemesan.

Bahkan toko buku modern, seperti Elite Bookstore menjual kiat-kiat memperbaiki keberuntungan secara mandiri. Tentunya bukan buku motivasi. Lebih tepatnya ritual sederhana yang lebih mirip tahyul bagi yang tidak percaya.

Pendeta Tao melakukan jasa pelayanan untuk memperbaiki nasib. Ganti nama adalah salah satu yang paling populer. Saya telah membahas hal ini di Kompasiana.

Baca juga: Mengubah Nama, Mengubah Nasib Dalam Budaya Tionghoa

Selain nama masih banyak lagi jasa pelayanan lainnya, misalkan mendesain ulang kartu nama, mengubah nomor ponsel, berjualan jimat keberuntungan.

Tidak terlupakan juga ramalan nasib. Beberapa paranormal dianggap memiliki kemampuan untuk mengintip "buku kehidupan" yang telah tercantum di atas sana.

Saking larisnya profesi paranormal, sehingga untuk bertemu dengannya harus membuat janji. Layaknya janji dengan dokter gigi.

Yang lebih menarik, jasa ini tidak memandang agama. Atau lebih tepatnya, hoki tidak memandang agama.

"Tidak peduli apakah Anda percaya kepada Dewa-Dewi. Jika Anda berdoa, Anda akan diberkahi." Jelas Liu.

Lantas bagaimana tingkat keberhasilannya?

Di Taiwan, mencari keberuntungan tidak perlu menunggu. Orang Tionghoa sangat fokus kepada hasil. Jika ada sebuah kesaksian tentang kesaktian sebuah kelenteng atau paranormal tertentu, maka orang akan datang berbondong-bondong.

Sikap pragmatis ini kemudian membuat banyak orang lebih bersikap terbuka. Apa pun akan dilakukan untuk mengejar hoki. Lantas, apakah hal tersebut bisa dikatakan sebagai sikap yang menduakan keyakinan? Mereka tetap berdoa menurut keyakinannya masing-masing. Tapi, sekali lagi. Hoki tidak memandang agama.  

Fengshui

Keberuntungan bukan hanya milik rakyat jelata. Dua perusahaan finansial raksasa di Hong Kong malah mengaimininya.

Sebuah rumor dari dunia gaib beredar. Ada pertempuran yang terjadi di pusat kota Hong Kong. Gedung pencakar langit Bank of China mendesain gedungnya menyerupai ujung gergaji. 

Dalam Fengshui, istilah ini disebut dengan "Sha-qi." Atau energi pembunuh bagi bangunan yang berad di sekitarnya. Tepat di depan gedung Bank of China tersebut, berdirilah gedung tinggi yang telah lebih dulu berada di sana. Milik Hongkong and Shanghai Bank Corporation (HSBC).

Tak lama setelah Bank of China meresmikan gedungnya pada tahun 1989, konon harga saham HSBC turun hingga ke titik paling rendah sepanjang sejarah. Tidak mau kalah, HSBC pun mengundang ahli Fengshui. Mereka menambahkan dua alat yang kelihatan seperti meriam di atapnya.

Secara harafiah, alat tersebut adalah bentuk pertahanan. Untuk menangkis energi negatif dari gedung seberang. Sejak saat itu, konon performa HSBC kembali meroket.

**

Liu Qiying juga mempercayai aksi lempar koin. Ia sangat menginginkan seorang anak lelaki. Pada tahun 2013 ia pun mengunjungi Kuil Dahuaxing di daratan China.

Kuil tersebut memuja Dewi Kwan-Im yang juga dikenal dengan nama Dewi Welas Asih. Di bawah patung Dewi Kwan-Im ada kolam permohonan yang dihiasi kepala naga.

Kepercayaan setempat mengatakan jika koin dilempar dan masuk ke dalam mulut naga, maka permohonannya akan dikabulkan.

Liu Qiying pun mencoba peruntungannya dengan membalik badan sambil melempar koin. Koin itu langsung meluncur masuk ke dalam mulut naga dengan mulus.

Tak lama berselang, istrinya hamil dan mendapatkan anak lelaki.

Koin yang dilemparkan Liu terbukti membawa kemujuran. Lain bagi Lu Chao. Si pelempar koin ke mesin pesawat tersebut harus membayar denda sekitar 250 juta rupiah, setelah kalah di persidangan.  

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun