Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bantuan Uang atau Barang, yang Mana Lebih Tepat bagi Korban Bencana Alam?

16 Januari 2021   20:53 Diperbarui: 17 Januari 2021   07:42 1984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gempa Sulbar (sumber: antaranews.com)

Gempa berkekuatan 6,2 Skala Ritcher menerjang Sulawesi Barat pada hari Jumat 15.01.2021. Hingga kini telah dilaporkan 35 orang yang tewas akibat peristiwa tersebut.

Selain itu, dilaporkan ada 637 orang luka-luka dan 15 ribu orang mengungsi. Ratusan gedung dan rumah ambruk, termasuk kantor Gubernur Sulbar dan RSUD Sulawesi Barat.

Situasi masih belum kondusif, kondisi di lapangan masih sangat dinamis. Masih banyak hal yang bisa terjadi. Masalah masih belum bisa diprediksi.

Nurani mulai tergugah. Berbagai kegiatan amal mulai ramai bermunculan. Tidak memandang bulu, rasa empati berhasil menggugah altruisi.

Semoga provinsi Sulbar segera pulih, dan semoga para korban diberikan kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi musibah ini.

Apakah Anda termasuk yang tergugah dan ingin berdonasi? Jika demikian, apakah anda bingung harus mulai dari mana?

Indonesia sudah terbiasa menghadapi bencana. Kabar baiknya, setiap peristiwa tak butuh lama untuk mengumpulkan bantuan. Kantong-kantong donasi dari berbagai pihak sudah langsung siap menyalurkan sumbangan dari masyarakat.

Cara yang termudah tentunya adalah donasi dalam bentuk uang. Selain cepat, efektif, adil merata, bisa juga membantu perputaran roda ekonomi. Tapi, pertanyaan yang paling penting, apakah tidak akan disalahgunakan? Atau lebih parahnya lagi, dikorupsi.

Ada gula, ada semut. Inilah salah satu dilema negara kita. Di mana ada bencana, maka sumbangan dan bantuan akan datang berjibun. Di sini pulalah lahan bagi para tikus-tikus rakus. Lantas bagaimana agar sumbangan kita tidak disalahgunakan?

Melalui Lembaga Terpercaya

Yang pertama tentunya menyalurkan melalui lembaga resmi. Bisa pemerintah maupun swasta, sepanjang kredibilitas sudah terjamin. Jika anda ragu, Informasi di internet sanggup menyuguhkan informasi ini.

Hindari Berdonasi Secara Impulsif

Seringkali kita melihat banyaknya pihak-pihak tertentu yang bergerombol di lampu merah. Tujuannya sih baik, "bantuan untuk bencana gempa Sulbar." Namun, apakah mereka bisa dipercaya?

Meskipun membawa nama organisasi atau lembaga yang kedengarannya familiar, tetap masalah tanggung jawab pribadi masih perlu pembuktian. Pastikan kamu mengetahui latar belakang sebelum menyumbang. Hal ini untuk memastikan agar setiap donasi bermanfaat.

Foto Gempa Sulbar (sumber: jawapos.com)
Foto Gempa Sulbar (sumber: jawapos.com)

Hindari Berdonasi karena Tidak Enak

Ada semacam rasa tidak enak jika tidak berdana. Begitulah perasaan yang sering muncul di saat bencana sedang viral. Akhirnya, daripada tidak sama sekali, uang yang ada di kantong pun langsung diberikan kepada yang kira-kira dianggap bisa meyalurkan.

Gempa di Sulbar baru saja berlangsung sehari, sudah ada 3 organisasi dan komunitas yang meminta sumbangan kepada penulis. Ini menjadi hal yang sangat biasa terjadi. Maksudnya sih baik, karena tindakan cepat perlu dilakukan.

Namun, apakah komunitas tersebut memang memiliki pengalaman menyalurkan sumbangan? Atau hanya sekadar ikut-ikutan saja? Penulis berpikir, daripada menyumbangkan dana kepada komunitas tersebut, mengapa tidak langsung saja ke rekening donasi yang lebih umum. Toh tujuannya juga sama bukan?

Yang harus dihindari adalah berdonasi atas dasar tidak enakan. Jangan atas nama pribadi atau sebagai anggota komunitas, hingga sumbangan menjadi salah arah.

Atur Waktu Donasi

Bencana alam hanya sekejap, tetapi dampaknya bisa makan waktu bertahun-tahun lamanya. Mispersepsi yang terjadi di masyarakat adalah pada saat bencana baru saja meruak. di sanalah saat yang tepat untuk berdonasi.

Ada sebuah ide yang menarik. Jika kamu sudah berencana mengalokasikan dana bagi korban bencana, maka lakukanlah secara bertahap. Idealnya, durasi donasi harus bisa berlangsung selama masa pemulihan yang membutuhkan waktu. Wajarnya, setahun.  

Masa pemulihan termasuk pembangunan infrastruktur dan hak untuk hidup kembali secara normal. Menurut informasi seorang sahabat, kejadian tsunami Palu Donggala yang telah berlangsung hampir 3 tahun, masih menyisakan banyak korban yang hidup tak layak dan terlupakan.

Foto Gempa Sulbar (sumber: cnnindonesia.com)
Foto Gempa Sulbar (sumber: cnnindonesia.com)

Bagaimana jika Dana yang Disumbangkan Dikorupusi?

Menurut penulis sih, jika sudah beramal, apa pun hasilnya diiklhaskan saja. Kita tidak mentolerir tindakan korupsi. Namun di sisi lain, korupsi masih menjadi PR terbesar di negeri ini.

Bantuan dana bencana alam juga tidak terlepas dari sasaran para koruptor. Pemerintah sudah melakukan langkah yang terbaik, meskipun belum dianggap maksimal untuk menghukum para koruptor di negeri ini.

Dengan demikian, janganlah jadikan alasan karena takut dikorupsi hingga bantuan tidak jadi diberikan. Sepanjang kehendak kita baik, maka biarkanlah sang koruptor yang menanggung dosanya.

Bantuan dalam Bentuk Barang

Sebagian masyarakat mengumpulkan bantuan dalam bentuk barang. Pertimbangan utamanya adalah barang-barang tersebut bisa langsung digunakan. Sebabnya bencana alam biasanya tidak menyisakan apa-apa.

Barang utama yang paling dibutuhkan biasanya adalah; sembako, pakaian layak pakai, makanan siap santap, air bersih, keperluan bayi, tenda, selimut, dan obat-obatan.

Cara penyaluran biasanya melalui organisasi yang memiliki akses. Di grup whatsapp penulis, sudah banyak foto-foto aktivitas yang siap berangkat ke Sulawesi Barat untuk menyalurkan bantuan.

Tentu persiapan yang matang juga dibutuhkan. Bukanlah perkara mudah untuk melakukan perjalanan panjang dan berbahaya ke daerah tujuan gempa. Ancaman bencana susulan hingga penjarahan adalah hal yang sangat mungkin terjadi  

Di Amerika Serikat, bantuan swadaya masyarakat dalam bentuk aksi keterlibatan langsung ini sangat diperketat. Hanya organisasi resmi kemasyarakatan pemegang izin saja yang bisa melakukannya. Itu pun melalui koordinasi dengan pihak pemerintah yang sangat intens.

Foto Gempa Sulbar (sumber: antaranews.com)
Foto Gempa Sulbar (sumber: antaranews.com)

Penyaluran Bantuan Non-tunai yang Tepat

Jika Anda sudah menemukan lembaga yang tepat untuk menyalurkan bantuan non-tunai, maka pastikan menyediakan barang yang dibutuhkan di lokasi bencana. Bisa saja barang yang sudah dikumpulkan akhirnya menjadi mubasir.

Julia Brooks, peneliti dari Harvard Humanitarian Initiative pernah menulis pada laman The Conversation. Ia berkata bahwa banyaknya barang tidak tepat bahkan tidak berguna yang dikirimkan ke area tedampak bencana.

Selain itu, sebuah studi yang dipimpin oleh Joze Holquin-Veras, seorang pakar logistik kemanusiaan, menemukan ada sekitar 50 hingga 70 persen barang yang dikirimkan seharusnya tak dilakukan.

Area terdampak bencana hanya akan menanggung beban baru dengan menjadi TPU bagi barang donasi yang tidak terpakai. Hal ini sudah ia buktikan pada beberapa bencana Tornardo di Amerika Serikat dan tsunami di Fukushima Jepang (2011).

Jangan Mendonasikan Diri Anda

Rasa iba bisa menjadi prioritas. Namun, harus ingat jangan sampai merepotkan. Banyak aksi impulsif yang dilakukan oleh beberapa orang atau kelompok tertentu. Sesaat setelah kejadian, mereka langsung terjun ke daerah bencana tanpa persiapan yang matang.

Tujuannya mungkin baik, namun keahlian profesi serta kondisi kesehatan sangat dibutuhkan di sini. Untuk menjadi relawan bencana, pengalaman dan keahlian sangat dibutuhkan. Berada di lokasi bencana tanpa perencanaan yang matang dan keahlian yang mumpuni hanya akan membuatmu menjadi salah satu dari korban bencana.

Foto Gempa Sulbar (sumber: kompas.com)
Foto Gempa Sulbar (sumber: kompas.com)

Apa yang dilakukan Pemerintah?

Banyak mispersepsi yang beredar, bahwa pemerintah selalu telat melakukan langkah penyelamatan pada daerah terdampak bencana. Padahal tidak demikian.

Tujuan penanggulangan bencana telah diatur pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007. Menurut UU ini, pemerintah pusat dan daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaran penanggulangan bencana.

Setiap bagian dari pemerintah telah memiliki tupoksi yang harus dilakukan dalam keadaan darurat. Bukan hanya itu saja, wewenang dalam penanggulangan bencana juga sudah tertulis secara jelas.

Kesimpulannya, pemerintah telah memiliki procedural yang jelas dalam penangangan bencana alam dan telah melakukan hal yang terbaik. Lagipula, cobalah lihat di media, apakah memang tidak ada aparat pemerintah yang berada di sana?

Untuk lebih jelasnya, sila klik link dari laman kompas.com ini

Foto Gempa Sulbar (sumber: tribunnews.com)
Foto Gempa Sulbar (sumber: tribunnews.com)
Hingga kini, situasi masih belum pasti. Per Sabtu 17.01.2021 dilaporkan telah terjadi 32 gempa susulan. Namun, untungnya produktivitas gempa susulan sangat rendah (lack of aftershocks).

Akan tetapi menurut Daryono, Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Setiap kemungkinan bisa saja terjadi. Menurutnya fenomena ini agak kurang lazim. Gempa kuat di kerak dangkal dengan magnitude 6,2 seharusnya diikuti oleh banyak aktivitas gempa susulan.

"Jika kita bandingkan dengan kejadian gempa lain sebelumnya dengan kekuatan yang hampir sama, biasanya pada hari kedua sudah terjadi gempa susulan sangat banyak, bahkan sudah dapat mencapai jumlah sekitar 100 gempa susulan," ujarnya.

Fenomena ini bisa saja semakin baik atau justru semakin buruk. Jika membaik, berarti kondisi tektonik sudah stabil, Jika buruk, bisa saja medan tegangan utama belum rilis, alias gempa besar yang signifikan belumlah terjadi.

Daryono melanjutkan, sebaiknya kita patut waspada. Fenomena ini mencurigakan. Perilaku gempa sulit diprediksi dan menyimpan banyak ketidakpastian.

Marilah berdoa, semoga hal buruk tidak akan datang menghampiri dan rakyat Indonesia senantiasa diberikan kekuatan dalam menghadapi cobaan. Ingatlah doa tulusmu adalah donasi terbesar yang bisa engkau berikan.

Referensi: 1 2 3 4 5 6

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun