Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengubah Nama, Mengubah Nasib dalam Budaya Tionghoa

20 Desember 2020   19:09 Diperbarui: 21 Desember 2020   16:35 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mengubah Nama Mengubah Nasib (sumber: mandarinhouse.com)

Pada saat aku duduk di bangku kelas 4 SD, prestasi akademik tidaklah 'jelek-jelek amat.' Menjadi nomor 3 dari urutan terbawah, membuat diriku bukanlah yang terbodoh di dalam kelas.

Kendati demikian, ibunda tercinta tetap menanam bekas rotan pada kedua betis. Permasalahannya karena dua urutan terbawah adalah golongan yang tidak naik kelas. Aku sendiri, masih 'hoki' karena mendapat hukuman percobaan 3 bulan. Tetap bisa naik ke kelas 5, namun jika gagal, maka akan diturunkan kembali ke kelas 4.

'Hoki' tidak diartikan baik olehku. Ibunda yang sakit hati sudah tidak tahan lagi dengan kadar otak anaknya yang ia samakan dengan seekor udang. Kepasrahan meliputi, harus ada yang diperbaiki. Kata nenek, mengubah nama mestinya bisa menjadi solusi.

Dipanggilah seorang encek yang namanya sudah terlupakan. Mengakunya sebagai seorang ahli fengshui, tapi wajahnya lebih mirip seorang dokter dengan kacamata tebalnya. Nama pun berubah. "Cong," yang berarti 'setia,' disulap menjadi "Chong," yang berarti 'pintar.'

Tidak ada acara khusus, apalagi ritual serius. Kelas 6 SD, diriku lulus dengan rangking 3 teratas di kelas.

Hingga kini, peristiwa tersebut masih membekas bebas dalam benak teratas. Apakah ini adalah sebuah motivasi bagiku untuk memperdalam ilmu Numerologi? Tidak juga, karena semua terasa serba kebetulan.

**

Numerologi yang kupahami adalah Numerology Pythagoras. Konsepnya berdasarkan pemikiran filsafat dari Pythagoras yang juga dikenal sebagai bapak matematika modern. Falsafah dasarnya adalah angka dan abjad pada dasarnya memiliki energi yang disebut dengan kualitas angka.

Sementara keyakinan pergantian nama ala Tionghoa adalah bagian dari ilmu metafisika Tiongkok Kuno tentang aliran energi Lima Elemen (Wu-xing) dan prinsip keseimbangan (Yin-yang).

Seorang bayi akan diberikan nama, setelah analisis mendalam terhadap waktu kelahiran. Lima elemen Wu-xing (Logam, Kayu, Air, Api, Tanah) kemudian disandingkan dengan prinsip keseimbangan. Setelah menemukan elemen yang tepat, maka oretan aksara mandarin pada nama kemudian ditentukan.

Prinsip Lima Elemen Wu-xing dan Keseimbangan Yin-yang pada sebuah nama, bukanlah sesuatu yang baku. Seiring waktu berjalan, elemen-elemen ini akan berubah. Perubahannya disebabkan oleh dua pemicu, yaitu eksternal (faktor kondisi alam dan semesta), serta internal (perubahan sikap perilaku akibat pengaruh orang lain di sekitarnya).

Jadi, teorinya adalah jika segala sesuatu berjalan tidak lancar, maka perubahan nama mandarin diperlukan dengan memasukkan elemen-elemen baru pada nama untuk mencapai keseimbangan agar nasib baik menghampiri.

**

Mungkin ada yang nyinyir, apakah ini efektif? Ilmu metafisika bisa saja menjadi sebuah pemahaman yang dahsyat, jika ditilik dari sisi esensi filsafat, bukan hasil akhirnya.

Bagaimana pun juga, tradisi pergantian nama pada masyarakat Tionghoa sudah menjadi sebuah hal yang cukup umum terjadi.

Dikutip dari bbc.com, pada bulan September 2020, Hong Kong mencatat tingkat pengangguran tertinggi selama hampir 16 tahun. Dampak pandemi plus situasi politik yang tidak stabil ditenggarai sebagai penyebab utamanya.

Menurut data biro kependudukan pemerintah, selama lima tahun terakhir jumlah aplikasi untuk pergantian nama selalu meningkat. Di tahun 2019, terdapat 1600 aplikasi. Sementara sembilan bulan pertama di tahun 2020, sudah mencapai 1252, alias peningkatan sebesar 5%. Apakah hal ini berhubungan dengan nasib sial para warga Hong Kong selama masa pandemi? Tidak ada laporan resmi.

**

Masih dari bbc.com, seorang warga Hong Kong bernama Mandy Pang. Pada bulan April 2020, ia dipanggil oleh bosnya melalui rapat Zoom. Warga berusia 29 tahun itu dipecat akibat kemerosotan ekonomi di Hong Kong.

Marah dan sakit hati melanda dirinya. Mandy kemudian memutuskan untuk mengganti namanya. Pada saat itu, ia masih dalam kesulitan mendapatkan pekerjaan. Atas saran ibunya, mengubah nama resmi diharapkan bisa membuang 'nasib sial' yang menyandera dirinya.  

Mandy berkata, "Kata teman ibu saya, nama baru dapat membantu saya menangkis 'orang-orang usil' yaitu mereka yang memiliki pengaruh negatif dalam hidupnya."

Bagi Mandy, makna di balik pergantian nama sangatlah penting. Legenda yang diturunkan dari para nenek moyang adalah setiap orang memiliki tanggal lahir yang dijadikan sebagai nomor stanbuk selama mereka berada di dunia ini.

Pada saat lahir, nomor stanbuk ini tidak berisikan apa-apa. Seiring waktu berjalan, setiap kegiatan yang dilakukan sejak hari pertama terlahir sebagai manusia, akan dicatat pada nomor stanbuk ini.

Adapun nama, adalah faktor kedua yang terpenting setelah tanggal lahir. Nama diyakini sebagai bekal utama seseorang untuk menjalani kehidupan. Bagaikan seseorang yang akan mengarungi samudra yang luas, bekal apa yang dibawa dalam perjalanan akan sangat memengaruhi mulusnya perjalanan. Bekal ini diharafiahkan sebagai nasib baik atau hoki seseorang dari berbagai aspek, seperti keuangan, kesehatan, kinerja akademis, hingga kehidupan asmara.

Jika bekal sudah 'habis' karena kesalahan diri sendiri atau dikerjain orang lain, maka tibalah saatnya untuk mencari bekal baru, atau hoki baru dengan mengubah nama. Tidak semua orang bisa mencari nama baru. Seharusnya saran berasal dari mereka yang memahami ilmu agar nama baru tidak justru semakin merosotkan. Ia harus terdengar bagus dengan elemen dan jumlah oretan karakter yang menguntungkan.

**

Kisah berbeda tentang pergantian nama juga datang dari Chin Foukin, seorang warga Guandong, China. Ia berusia sekitar empat tahun ketika namanya ditambahkan dengan karakter elemen 'logam.'

Sejak kecil, dirinya mengalami sakit paru-paru. Seorang ahli fengshui lantas menyarankan penyempurnaan nama, karena elemen logamnya yang tidak berimbang. Ajaibnya, penyakitnya langsung hilang dengan cara yang misterius. Hingga kini, ibunya yakin bahwa kesembuhan sang anak disebabkan oleh perubahan nama.    

Keyakinan ibunda Chin adalah gambaran umum terhadap keyakinan masyarakat Tionghoa terhadap ritual ini. Zhang Yan, seorang professor pemasaran dari National University of Singapore pernah melakukan penelitian ekstensif terkait fenomena psikologi unik di balik keyakinan tradisi perubahan nama ini.

Tidak ada bukti bagaimana cara kerja perubahan nama, kecuali efek plasebo yang kuat. Perubahan nama dengan segala warisan legenda di belakangnya membuat seseorang seakan-akan memiliki 'tenaga super' baru. Mereka menjadi semakin percaya diri, rajin bekerja, serta merasa seolah-olah memiliki kendali dalam menjalani hidup.

**

Tidak semua ahli Fengshui berpikiran bahwa perubahan nama adalah hal tahyul. Secara logika, nama yang baru juga bisa membantu seseorang lebih mudah mendapatkan pekerjaan.

Mak Ling-ling, seorang praktisi Fengsui terkenal asal Hong Kong mengatakan bahwa pergantian nama sama seperti mengganti pakaian yang mewakili kepribadian. Ia dapat membantu memberikan sebuah nama yang lebih kekinian dan unik. Dengan demikian, maka penyandang nama baru tersebut akan lebih kelihatan menonjol di antara ribuan aplikasi lamaran pekerjaan dengan nama-nama lain yang membosankan.

Kendati demikian, Mak juga memperingatkan para pengubah nama untuk tidak mengharap keajaiban instan. Sebagai contoh, orangtua yang ingin anaknya menjadi juara kelas, tidak akan bisa tanpa adanya usaha ekstra untuk menuju ke arah situ.

"Mengubah nama dapat membawa kepada kemudahan nasib, namun tidak akan melampaui hal fundamental yang dimiliki seseorang," demikian ujar Mak.

**

Seringkali orang lain melihat seseorang lebih hebat dari apa yang dirasakan sendiri oleh sang pemilik nama. Sebagai contoh, Chin Foukin yang terbebas dari penyakit paru setelah berganti nama. Meskipun ibunya meyakini itu sebagai penyebab, namun ia sendiri lebih memilih logika bahwa imun tubuhnya semakin kuat seiring bertambahnya usia.

Mandy Pang juga masih belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai setelah mengubah namanya. Ia akhirnya berhenti dari pekerjaan barunya yang baru digeluti selama sebulan dan memutuskan untuk melanjutkan studinya.

**

Di bagian lain Asia, tepatnya di Korea Selatan, telah terjadi 725.000 pergantian nama dalam kurun satu dekade terakhir. Tidak ada data statistik lebih lanjut mengenai motivasi tersebut. Namun menurut informasi, pergantian nama bagi lelaki dimaksudkan untuk lebih mudah mendapat pekerjaan, sementara untuk wanita dikhususkan untuk masalah asmara. Sebagaimana kisah dari Yu Do-hyung yang dipetik dari sumber voa-indonesia.

Ketika ia pertama kali mendapatkan KTP, Do-hyung merasa bingung. Wajah di foto terlihat akrab, namun nama yang tertera terasa asing. Do-hyung tidak bisa menerima nama barunya yang berkonotasi seperti lelaki. Namun ayahnya tidak bermaksud demikian. Semuanya hanya untuk membawa keberuntungan bagi sang gadis.

Hingga kini, masyarakat Korsel masih mempercayai bahwa ketiadaan jodoh bagi seorang wanita adalah hal pembawa sial bagi keluarga. Syahdan, hal ini lantas melibatkan orangtua yang khwatir turut serta terlibat dalam mempertahankan marwah keluarga dari ancaman nasib sial.

Akan tetapi menurut Grace Chung, seorang dosen studi keluarga di Seoul National University, kesialan yang muncul justru berasal dari budaya Korea yang konformis. Perempuan yang belum menikah dipandang sebelah mata oleh para keluarga dan koleganya.

Bagi wanita-wanita muda yang tidak tahan banting, hal ini tentu sangat memberatkan. Akhirnya mereka melakukan apa saja untuk menyenangkan orangtua dan orang dekat mereka, termasuk mengganti nama.

**

Pendapat lain dikemukakan Jasper Kim, dari kelompok Asia-Pacific Global Research Group. Menurutnya, perkembangan ekonomi yang sangat pesat membuat banyak orang merasa tertekan menjalani hidupnya. Pergantian nama bagi beberapa orang Korea tidak hanya dipandang sebagai pembawa keberuntungan, namun semacam 'avatar' dalam bentuk personafikasi baru.

Nama baru bagi mereka adalah semacam wujud resolusi baru untuk melupakan pengalaman pahit masa lalu dan siap untuk menghadapi tantangan baru. Nama baru adalah solusi terbaik sembari harap-harap cemas, siapa tahu saja ada rejeki nomplok datang melawas.

**

Tidak sama seperti di China yang melakukan berbagai perhitungan elemen Fengshui dalam pencarian nama baru. Di Korea Selatan, tugas ini diserahkan kepada Tae-eul (dukun) yang bertanya kepada para dewa atas saran dari sebuah nama yang terbaik.

Namun demikian, seorang Tae-eul mengatakan bahwa nama baru hanyalah harapan baru. Ia mengatakan bahwa "orang Korea seharusnya lebih berfokus kepada masalah yang membuat dirinya stres, bukan mengharapkan keajaiban tanpa berusaha."

Bagaimana dengan nasib Yu Do-hyung? Pada akhirnya ia merasa lebih percaya diri dan nyaman dengan nama barunya.

"Sekarang saya merasa nama itu sangat cocok untuk saya. Nama baru tidak mengubah seluruh hidup saya. Perubahan ini memberikan kekuatan energi yang baik. Saya kira nama baru ini membuat saya merasa lebih baik."

Sayangnya, Do-hyung juga mengatakan bahwa nama barunya belum bisa membantunya menemukan jodoh.

**

Sekali lagi, sebagai seorang Numerolog yang seharusnya berspesialis pada perubahan nama, saya dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada yang instan di dunia ini.

Numerolog meyakini bahwa perubahan nama adalah penanda adanya suatu perubahan dalam hidup. Namun hubungan ini bukanlah mujizat instan terhadap perbaikan nasib. Keduanya ada atas azas hukum sebab dan akibat.

Sayangnya apakah nama menyertai nasib, atau sebaliknya, masih seperti pertanyaan yang mana lebih dulu, telur atau ayam. Namun jangan terlalu kecewa, karena setiap nama pasti memiliki energi yang positif, anda hanya perlu memahaminya untuk membuat ia menjadi sebuah senjata yang dahsyat dalam kehidupanmu.

**

Oh ya, fase kedua perubahan nama Tionghoa, saya alami pada akhir tahun 2018. Saat itu seorang kawan memperkenalkan diriku dengan seorang ahli Fengshui yang akrab dipanggil dengan nama A-Suk (paman).

Kali ini motivasinya tidak berasal dari ibunda tercinta, namun karena keisengan diriku yang akhir-akhir ini sangat menyukai eksperimen dengan nama. Nama 'Chong' yang berarti 'pintar,' kemudian diubah lagi menjadi 'Weng-Chong,' yang berarti 'pengetahuan yang tak terbatas' (abundant knowledge).

Kata si Asuk sih, perubahan nama ini bisa membuat karyaku semakin terkenal dan dikenal oleh masyarakat luas. Tepat setahun setelah itu, saya bergabung di Kompasiana dan selalu meninggalkan jejak di ruang blog bersama ini.

Ada korelasinya? Entahlah. Yang pasti senang berada di sini bersama para Kompasianer dan berbagi ilmu yang tak terbatas.  

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia - versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun