Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pola Asuh Orangtua China adalah Bentuk Toxic Relationship, Benarkah?

23 November 2020   09:32 Diperbarui: 23 November 2020   09:38 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pola Asuh Orangtua China (sumber: brilio.net)

Sewaktu kecil penulis pernah dikurung dalam toilet gelap dan bau selama beberapa jam. Penyebabnya karena baru saja kena jewer di sekolah gegara lupa membawa buku pelajaran. Bukan hanya sekali atau dua kali, namun terlalu sering.

Bukan hanya itu, kata makian "tolol, tak berguna, hingga babi malas" juga sudah sering tersematkan dalam jiwa yang masih muda kala itu. Mau tahu lebih serunya? Uang jajan dipalak, karena sudah memecahkan vas bunga warisan kakek.

Semua ini adalah kisah nyata tanpa rekayasa yang dialami penulis sewaktu masih imut dulu. Yang lebih menghebohkan lagi, semuanya dilakukan oleh ibunda tersayang. Terkejut? Ya, ada korelasinya dengan judul pada tulisan ini.

Penulis dibesarkan dalam nilai budaya orang Tionghoa. Bukannya protes tapi memang tidak bisa memilih. Ayah dan bunda adalah sepasang muda-mudi yang menikah di saat belum memiliki apa-apa. Umur 20 dan 19 tahun adalah usia yang masih labil dalam menjalankan bahtera keluarga yang mantap.

Berada di tengah kemiskinan, membuat mereka memiliki pandangan sendiri terhadap kehidupan. Ayah harus melukis untuk membelikan kakak sekaleng susu, sementara bunda dengan teratur menjual perhiasan yang diberikan oleh nenek sebagai hadiah perkawinan untuk membeli sekarung beras.

Menjadi berhasil memang membutuhkan perjuangan yang sulit. Jangangkan cengeng, mengeluh pun tidak ada gunanya. Yang ingin bunda terapkan kepada anak-anaknya, adalah jangan pernah jatuh dalam kemiskinan.

Syukur alhamduliah, sebelum menanam nilai yang keras tersebut kepada anak-anaknya, ayah dan bunda telah membuktikan kepada dirinya sendiri. Setelah kurang lebih lima tahun berjibaku dengan usaha kecil-kecilan yang mereka rintis, hidup sudah membaik pada saat penulis dilahirkan.

Masa lalu tidak untuk dilupakan, penderitaan adalah pelajaran berharga, dan tidak diharapkan sebagai warisan kepada anak-anaknya. Itulah yang terjadi dengan pola asuh ayah bunda kepada penulis.

Sampai sekarang, tidak sedikitpun dendam yang tersemat. Semuanya dipenuhi dengan rasa syukur, meskipun penulis harus menjalani pola asuh gaya "Cina Totok" yang keras. Apa yang telah penulis capai hingga usia kini, adalah bentuk dari pola asuh ini, dan semuanya baik-baik saja.

Bagaimana penulis menerapkan pola asuh kepada anak-anak? Gaya yang lebih demoratis ala bule yang menjadi pilihan. Tidak ada paksaan, hukuman, atau makian yang beredar. Semuanya melalui pembicaraan yang baik tentang pemahaman perilaku dan konsekuensinya. Semuanya dijalani dengan baik-baik saja.

Untungnya ayah bunda tidak hidup di zaman sekarang. Jika tidak, maka gelar "Toxic Parents" sudah dimiliki. Belum lagi KUHP mengenai KDRT, bisa-bisa kena pasal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun