Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Praktik Omiai, Aplikasi Kencan yang Sudah Berusia Ratusan Tahun

20 Oktober 2020   18:13 Diperbarui: 20 Oktober 2020   18:18 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Omiai (sumber: freepik.com - fb.omiai-jp.com)

Susah untuk menerima fakta bahwa di zaman sekarang, jodoh masih ditentukan oleh orangtua. Seribu satu asumsi berkumandang, atas nama gengsi dan asasi, perjodohan oleh keluarga sudah tidak pantas untuk disandang.

Perkawinan melalui proses perjodohan adalah bagian dari masyarakat kuno. Memiliki sejarah yang cukup panjang, praktik ini berlangsung sebagai maksud untuk menjaga keutuhan status sosial.

Hingga kini, ada beberapa negara yang masih menganggap proses perjodohan adalah hal yang normal. Khususnya di negara-negara dunia ketiga seperti India, Pakistan, dan belahan benua Afrika.

Praktik semacam ini sudah sangat jarang terjadi di negara maju. Namun, siapa sangka di negara modern seperti Jepang, tradisi perjodohan oleh keluarga masih bebas bergerak liar.

Mengenal Omiai, Praktik Perjodohan Jepang Zaman Kuno

Adalah Omiai alias praktik perjodohan tradisional di Jepang. Secara harafiah, Omiai berarti "bertemu dan bertatap muka". Akan tetapi peranan biro jodoh yang menangani Omiai ini jauh lebih besar bagi masyarakat Jepang dari hanya sekedar bertatap muka saja.

Sekitar 30 hingga 40 persen orangtua di Jepang pernah melirik Omiai sebagai ajang untuk mencari jodoh buat anak-anaknya, dan sekitar 5 hingga 6 persen di antaranya berhasil mendapatkan jodoh melalui cara tradisional ini. Hal ini disebabkan oleh faktor budaya Jepang dalam melihat sebuah pernikahan.

Usia yang wajar untuk sebuah kehidupan rumah tangga bagi lelaki adalah 30 tahun, sementara wanita adalah 25 tahun. Wanita yang belum menikah di usia 25 tahun menyandang stigma negatif. Istilah "Kue Natal" yang berarti "Tidak laku setelah 25" menyiratkan hal ini.

Selain itu, konon perusahaan Jepang lebih memilih pria yang sudah menikah untuk bekerja dibandingkan mereka yang masih lajang. Alasannya karena pria yang sudah berkeluarga memiliki tanggung jawab yang besar, sehingga cenderung untuk bekerja lebih serius.

Tradisi Omiai sebenarnya dimulai dari perjodohan yang diorganisir oleh pihak keluarga. Kalaupun ada pihak ketiga atau mak comblang, peranannya hanyalah memperkenalkan dua keluarga yang tidak saling mengenal.

Namun Omiai modern adalah sebuah biro professional yang memahami apa yang diinginkan oleh para klien mereka. Oleh sebab itu, Omiai tidak boleh hanya diikuti oleh muda-mudi saja. Keluarga, dalam hal ini ibu, memiliki peran yang sangat besar, karena Omiai masih memegang tradisi yang kuat bahwa pernikahan di Jepang adalah merupakan perkawinan antar dua keluarga.

Memulai Tradisi Omiai

Hal pertama yang harus dilakukan adalah menjadi member melalui pendaftaran dan melengkapi berbagai persayaratan administratif yang penting. Di saat yang sama, klien juga bisa memeriksa file-file dari pasangan yang sekiranya menarik di hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun