Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tumbuhan Itu Cerdas, Mereka Hanya Tidak Memiliki Otak Saja

19 September 2020   10:04 Diperbarui: 22 September 2020   16:07 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tumbuhan cerdas (sumber: youtube.com)

Shania adalah seorang ahli botani S3 dari Malaysia. Sebagai seorang keturunan India yang tinggal di Malaysia, busana Saree yang selalu melekat pada tubuhnya, sangat jauh dari kesan modern.

Pun halnya dengan subyek yang ia senangi mengenai tanaman. Alih-alih menjelaskan tumbuhan dari sisi sains, ia lebih senang membicarakan tentang kebiasaan kuno yang diyakininya terhadap tumbuhan.

Salah satunya adalah berbicara dengan pohon. Menurutnya, pohon dan tanaman di sekitar kita, juga adalah mahluk hidup. Meskipun mereka tidak bisa berinteraksi layaknya manusia dan hewan, namun mereka tumbuh.

Ia juga menjelaskan bahwa pohon sebenanya memiliki perasaan layaknya manusia. Pohon dapat merasa sedih, merasa gembira, bahkan berhubungan batin dengan mahluk hidup lainnya di sekitar.

Bukan hanya Shania saja, Tomi, seorang pensiunan ASN, teman golf saya, juga memercayai hal ini. Setiap kali sebelum bermain golf, ia menyertakan sebuah ritual yang tidak biasa.

Berdiri diam di teebox (tempat pemain golf memulai permainan), ia berbicara kepada seluruh pohon yang berada di lapangan.

"Para pohon, rumput, dan tanaman, izinkanlah aku bermain golf dengan tenang."

Menurutnya cara ini cukup efektif untuk mencegah para pohon menyembunyikan bolanya, dan para rumput mendukung pukulannya agar bisa berakhir dengan skor yang baik.

Entahlah...

Namun, apakah benar tanaman adalah mahluk hidup yang dapat berinteraksi dengan manusia dan alam sekitar? Paling tidak itulah yang diyakini oleh para saintis.

Ide ini sudah tertuang dalam sebuah buku, pada tahun 1848. Komunikasi yang diciptakan, ternyata berhubungan dengan cara berasosiasi, perilaku interaksi, gelombang suara, karbondioksida, dan tentunya juga perhatian.

Para saintis telah lama direcoki dengan ide-ide seperti ini. Sudah lebih dari satu abad lamanya, penelitian mengenai gaya komunikasi dari 'mahluk yang bukan mahluk' ini telah dilakukan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, penemuan-penemuan baru terhadap dunia flora semakin mengejutkan. Berikut ada beberapa fakta yang mungkin jarang diketahui terhadap perilaku tumbuhan.

Tumbuhan belajar berasosiasi dari sinyal alam dan buatan.

Berdasarkan laporan The Age, serangkaian percobaan di University of Western Australia, beberapa jenis tanaman mampu mengingat dan merespon sinyal manusia.

Peneliti menempatkan tanaman kacang di dalam tabung dengan dua lubang. Selama tiga hari, mereka meniupkan kipas dan memberi sinar warna biru pada lubang yang sama.

Pada hari keempat, peneliti meniup kipas dari arah yang berbeda, tanpa cahaya. Sebagian besar tanaman tumbuh ke arah kipas, seolah-olah mereka paham asosiasi antara kipas dan kedatangan cahaya.

Dalam percobaan lain, tim peneliti juga membuktikan bahwa akar tanaman kacang tumbuh ke arah suara air mengalir, yang menyatakan bahwa akar tersebut memberi respon terhadap bunyi air.

Tumbuhan memiliki pola pertahanan diri yang unik.

Beberapa tanaman seperti lavender dan jeruk, terbukti dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mengusir nyamuk. Namun, ternyata hampir semua tanaman memiliki kemampuan untuk mengeluarkan semacam bau yang dapat melindungi diri mereka dari serangan serangga.

Bisa dikatakan jika selembar daun dimakan ulat, maka tanaman tersebut dapat mengeluarkan bau peringatan yang ditangkap tumbuhan terdekat untuk mengeluarkan senyawa lain untuk mengusir serangga, atau menarik pemangsa seperti burung atau lebah untuk memakan ulat tersebut.  

Tumbuhan berkomunikasi dengan tetangganya. 

Pada saat ancaman kekeringan melanda, tanaman akan menutup pori pada daunnya sebagai langkah melindungi diri. Pada umumnya, sinyal kekeringan ini diterima dari 'tanda-tanda alam', seperti kelembaban udara, atau cahaya matahari.

Namun ternyata, para ilmuwan dapat membuktikan, bahwa sinya ini juga bisa diperoleh dari 'bisik-bisik tetangga'.

Sebuah percobaan dilakukan oleh Prov. Ariel Novoplansky, dari Ben-Gurion University, Negev, Israel. Ia menempatkan sederet tanaman pot dan memastikan setiap tanaman hanya memiliki dua akar, satu di potnya, akar lainnya di pot tetangga.

Seluruh tanaman pada pot disiram dengan air, kecuali pada pot pertama yang dibiarkan kering. Menariknya, tanaman pot terakhir, justru menutup pori pada daunnya layaknya tanaman yang sedang kekeringan. Seolah-olah, pesan kekeringan dari pot pertama tersampaikan.

Tanaman memberi makan kerabatnya.

Pohon dapat berbagi nutrien, dengan sistem simbiotik yang bernama mycorhizza atau wood wide web. Polanya adalah dengan menggunakan jamur bawah tanah yang mengaitkan akar pohon yang berbeda.

Namun demikian, Prof. Suzanne Simard, pencetus istilah ini, menemukan fakta bahwa pada umumnya, hubungan 'bawah tanah' ini dilakukan oleh para tumbuhan yang berasal dari jenis kerabat yang sama. Mereka enggan berbagi dengan jenis tumbuhan lainnya, meskipun tumbuh bersebelahan.

Untuk membuktikan hal ini, penelitian lebih jauh pun dilakukan. Prof. Simard bekerja sama dengan Dr. Brian Pickles dari University of Reading, menguji teori pada biji pohon.

Satu pot berisikan dua jenis biji yang sama, sementara pot lainnya diisi dengan dua jenis biji dari pohon yang berbeda. Dan memang mereka menemukan bahwa pot yang berisikan saudara, lebih banyak berbagi.

Dengan demikian, mereka menyimpulkan bahwa membagi nutrien melalui  jamur bawah tanah, adalah kemauan dari pohon, bukan jamurnya.

Fakta lain lagi yang ditemukan adalah, pohon dengan kerabat yang sama, lebih banyak melepaskan karbondioksida, daripada kepada pihak asing.  

Tanaman memiliki logat daerahnya masing-masing.

Dua orang Jawa bertemu. Satunya berasal dari Indonesia, satunya lagi berasal dari Suriname. Meskipun sama sama berkomunikasi dalam bahasa Jawa, namun dialek daerah plus intonasi lokal, membuat kedua orang Jawa ini tidak saling memahami.

Pun halnya dengan sagebrush, sejenis semak wangi kayu yang tumbuh di daeah kering, Amerika Serikat. Professor Rick Karban dari University of California, Darvis, melakukan penelitian mengenai hal ini.

Lahan sagebrush yang berada di selatan, ditanam dengan potongan sagebrush yang diambil dari sebelah utara California. Hasilnya, semak sagebrush yang berasal dari selatan, tidak bereaksi atas isyarat dari kumpulan yang berasal dari utara.

Malahan, kedua jenis sagebrush ini cenderung tumbuh dalam kumpulannya masing-masing. Professor Karban kemudian menyimpulkan bahwa reaksi yang tidak sinkron ini berasal dari dialek (pola lokal) yang tidak sama, bukan pembicaraannya.  

**

Lebih lanjut, Prof. Karban juga menjelaskan bahwa cara berinteraksi tanaman, sangat unik dan kadang tidak masuk kedalam penjelasan nalar berlogika.

Sebagai contoh, tanaman tidak memiliki indra perasa, namun ia dapat membedakan ancaman dari air liur pemangsa tanaman yang memakan daunnya.

Tanaman tidak memiliki indra penglihatan, namun ia dapat merespon cahaya. Tidak memiliki indra pencium, namun dapat bereaksi terhadap informasi bau kimiawi. Tidak memiliki indra pendengar, namun dapat merespons suara hewan, gesekan, bahkan pada musik tertentu.   

Selain itu, penelitian baru juga membuktikan bahwa tanaman dapat memahami isyarat listrik, suhu, gaya elektromagnetik, logam kuat, patogen, gravitasi, dan lainnya.

Semua hal yang dilakukan oleh tanaman, adalah pola manusia yang dibantu oleh otak, indera, dan sistem saraf pada tubuh. Padahal, tanaman sama sekali tidak memiliki semua hal itu.

Dengan demikian, bagaimana kita mendefinisikan 'kecerdasan' pada tanaman?

Perbuatan menebang pohon, merusak lingkungan, hingga membakar hutan, mungkin dilakukan dengan pertimbangan, bahwa tanaman bukanlah siapa-siapa.

Namun, apa yang terjadi jika mereka bisa merasa sedih, bahkan menangis, jika dimusnahkan? Atau, jangan-jangan, seluruh tanaman di dunia bisa saling berkomunikasi, menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam atas keangkuhan umat manusia?

Setelah menulis artikel ini, aku kok merasa ngeri ya, melihat jejeran tanaman di kebun rumahku, yang tidak pernah aku urus lagi! Hiii...!

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun