Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Syarif Adil Sagala, Penyintas Bom Atom Hiroshima dan Penemu Mi Instan di Indonesia

27 Juli 2020   14:17 Diperbarui: 27 Juli 2020   14:08 1672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Mahasiswa Indonesia di Hiroshima, Jepang, 1945 (sumber; steemit.com)

Foto taman perdamaian yang sekarang menjadi monumen titik nol tempat jatuhnya bom atom di Hiroshima pada tahun 1945, terpajang di rumah Syarif Adil Sagala di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan.

Ia adalah salah satu dari sekian banyak orang Indonesia yang menjadi penyintas atas serangan bom atom yang telah menorehkan kisah kemanusiaan yang akan dikenang sepanjang masa.

**

"Tolong, saya disini! Saya terjepit!" teriak Sagala ketika dua kawannya sesama mahasiwa dari Indonesia, Arifin Bey dan Hasan Rahaya datang ke puing asrama dua lantai mereka yang baru saja luluh lantak.

Beberapa saat sebelumnya, Sagala masih melongok keluar jendela melihat sebuah pesawat besar terbang rendah di langit Hiroshima. Asap putih memanjang yang berpadu dengan birunya langit, terlihat sangat jelas dan indah dan memesona.

Sesaat kemudian, hanyalah cahaya terang yang menyilaukan mata, diikuti dengan suara gemuruh bak gempa bumi, dan udara yang panas luar biasa. Setelah itu, Sagala tak lagi sadar diri.


**

Kejadian yang sama juga dialami oleh dua kawannya, Arifin dan Hasan. Pagi itu mereka sedang berada di ruang kampus Bunridai Tokubetsu Gakka di Hiroshima. Bangku kelas kosong karena sebagian mahasiswa dan dosen muda telah bergabung ke angkatan perang Jepang, sebagai tenaga bantuan menghadapi serangan Amerika Serikat di kota-kota utama Jepang.

Suara pesawat Amerika terdengar terbang di atas kampus. Petugas keamanan membunyikan sirene tanda bahaya, meraung-raung dan bersahutan dengan bunyi dentuman keras.

Selanjutnya cahaya benderang serupa kilat memasuki ruangan kelas. Dosen tua yang sedang mengajari mereka sigap berlari, namun apa daya, atap bangunan ambruk menimpanya. Arifin, Hasan dan seluruh kawan-kawannya yang berada dalam ruangan kelas pun pingsan.

**

Sagala, Arifin, dan Hasan, adalah mahasiswa dari program Nampo Tokubetsu Ryugakusei, yang merupakan program dari pemerintah Jepang untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak muda di wilayah pendudukan di Asia Tenggara untuk belajar di Jepang.

Ada dua gelombang keberangkatan, yang pertama pada tahun 1943, dan meloloskan 23 orang yang disebar di beberapa kota di Jepang. Sagala, Arifin, dan Hasan termasuk gelombang kedua yang ditempatkan di Hiroshima, bergabung bersama Sukristo Sastrowarsito dan Sam Suhaedi yang sebelumnya termasuk pada gelombang pertama.

Pada saat kejadian, Sukristo dan Sam tidak berada di Hiroshima, karena sedang mengikuti program pelatihan di luar kota. Naas bagi Sagala dan kawan-kawannya yang harus berada di kota Hiroshima pada saat kejadian.

**

Arifin membuka matanya, dan melihat kabut hitam reruntuhan bangunan dan debu di sekelilingnya. Ia melihat Hasan dan dua kawan dari Malaya masih hidup. Setelah tenaga mereka memulih, mereka keluar dari jendela. Entah bagaimana nasib si dosen tua.

Pemandangan miris terlihat sepanjang jalan menuju ke asrama mereka. Bangunan-bangunan roboh, pepohonan meranggas, orang-orang luntang-lantung ke berbagai jurusan.

"Ada ada yang berlumuran darah, ada yang bajunya compang-camping, bahkan ada yang bajunya hangus terbakar," terang Arifin.

**

Sagala terjaga dan mendapati dirinya terhimpit puing bangunan asrama. Ia merasa pusing dan pengap, serta menganggap dirinya sudah mendekati ajal. Hanya bayangan ibunya di kampung yang dapat membuatnya bertahan.

Ia termasuk beruntung, karena bangunan yang roboh tidak menimpa dirinya langsung, sehingga hanya mengalami luka ringan saja. Tak lama setelah itu, dua orang kawannya datang menolong dirinya dari reruntuhan.

Kemanusiaan tidak mengenal suku, agama, maupun ras. Mahasiswa Indonesia yang selamat, tidak begitu saja berdiam diri. Setelah memindahkan Sagala ke tepi sungai dekat asrama, mereka melanjutkan untuk menyelamatkan siapapun yang bisa diselamatkan.

Tepi sungai penuh dengan tubuh-tubuh manusia, sekujur tubuh penuh dengan luka bakar atau memar. Ada yang meringis kesakitan, ada yang menangis, dan ada juga yang tidak bisa lagi berkata apa-apa. Namun satu yang pasti, mereka berhasil diselamatkan.

"Tidak ingat saya berapa orang yang kami gendong, mungkin sepuluh, mungkin lebih," kata Arifin.

Mahasiswa Indonesia tersebut terus bekerja hingga lewat tengah malam. Situasi terasa sangat mencekam, dan kondisi terasa sangat menyeramkan. Keesokan harinya, mereka diangkut ke Kyoto untuk pemeriksaan kesehatan.

Mereka masih belum lolos dari maut. Dua orang wanita yang berhasil diselamatkan dan tampak sehat, akhirnya meninggal dunia akibat paparan radiasi. Pun halnya dengan Sagala, ia menderita gejala yang sama akibat efek letupan bom atom.

Dokter mengatakan, bahwa Sagala memiliki kemungkinan hidup yang sangat tipis, namun ternyata Tuhan berkata lain, ketiga sahabat seperjuangan ini akhirnya lolos dari maut yang merengut lebih dari 200.000 jiwa di Hiroshima dan pulang kembali ke Tanah Air.

**

Tahun 1969, pabrik mi instan pertama didirikan di Indonesia. Produk dengan merek Supermie, adalah merupakan produk mi instan pertama di Indonesia.

Pabrik ini didirikan dengan menggunakan nama PT. Lima Satu Sankyo Industri Pangan yang merupakan usaha patungan (joint venture) antara Sankyo Shokukin Kabushiki Kaisha dari Jepang dengan PT. Lima Satu di Indonesia.

Irjen Departemen Perindustrian Brigjen TNI Barkah Tirtadijaya meresmikan pabrik tersebut pada hari Rabu, 16 Juli 1969 di Ciracas, Cijantung, Jakarta Timur. Dalam sambutannya mewakili Menteri Perindustrian, Barkah mengatakan:

"Akhir-akhir ini kita sudah mengenal super mie yang diimpor dari Jepang. Dengan didirikannya pabrik super mie ini di Indonesia, maka kita dapat menghemat devisa. Di samping itu, kita membuka lapangan kerja baru dan sekaligus mendidik tenaga ahli dalam bidang bersangkutan."

Mungkin Barkah tidak tahu bahwa awal mula mi instan diciptakan oleh Momofuko Ando (1911-2007) adalah karena rasa kemanusiaan yang besar terhadap korban kelaparan di Jepang setelah PD II.

Baca juga: Hikayat Mi Instan, Sebagai Penyelamat dan Pembunuh di Indonesia

Namun mungkin Barkah juga tidak tahu, pemegang saham terbesar "penemu mi instan" di Indonesia ini, adalah Syarif Adil Sagala yang merupakan salah satu penyintas peristiwa kemanusiaan terbesar dalam sejarah, Bom Atom Hiroshima pada tahun 1945.

Referensi: 1 2 3

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun