Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membandingkan Diri Itu Sesuatu yang Tak Akan Selesai

16 Juni 2021   09:04 Diperbarui: 16 Juni 2021   09:37 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pixabay.com

"Setiap manusia punya nilai dari kehidupannya masing-masing, dan ketika seorang membandingkan diri dengan yang lain, percayalah itu tidak akan pernah menjadi sesuatu yang selesai".

Satu dari banyak hal, tidak dipungkiri salah satu yang terpenting dari bagian hidup adalah bagaimana kita mengoptimalkan diri sebagaimana apa yang kita inginkan. Karena pada dasarnya manusia, ia mengidealkan sesuatu yang harus digapainya sebagai suatu pencapaian hidup.

Maka dari itu tentang sebuah pencapaian, saya rasa manjadi harga mati yang harus diwujudkan oleh setiap manusia, disebabkan manusia hidup ingin rasa hormat dari orang lain secara naluriah manusianya.

Tetapi kembali, apa yang diungkapkan oleh seorang bijak disana dan saya sepertinya harus mengamini apa yang diucapkan itu oleh orang bijak tersebut. Bawasannya sebenarnya rasa hormat itu hakekatnya adalah bagaimana dirinya menghormati dirinya sendiri.

"Rasa hormat tertinggi merupakan rasa hormat pada diri sendiri, bukan bagaimana orang lain harus menghormati kita maupun sebaliknya".

Untuk itu, hidup bukanlah tentang yang lain tetapi tentang bagaimana diri mempersepsikan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang berharga, dimana keberhargaan itu bukanlah kita membanding-bandingkan diri dengan yang lain.

Sebab ketika seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain, itulah masalah yang tidak akan pernah selsai dan hidupnya hanya dipacu dengan persaingan semata dengan orang lain dan ketika kita merasa kalah dalam persaingan itu, tidak menerima diri sendiri menjadi akibat yang harus kita tanggung.

Namun kembali tentang suatu pencapaian, setiap manusia punya kualitas tersendiri yang mungkin setiap manusia berbeda. Karena sejatinya sebuah pencapaian adalah kualitas yang setiap orang punya dan itu tidak dapat dibandingkan. Suatu pencapaian hanya bisa disadari, berkualitas atau tidaknya pencapaian itu hanya dirinyalah yang harus mengerti, bukan apa pendapat yang dilontarkan orang lain.

Realita saat ini, saat dimana kemajuan dari hidup begitu kompleks, media-media untuk pembuktian eksistensi diri menjalar sebegitu kuat. Disanalah kita seakan semakin hilang untuk bagaimana menghargai diri dan hanya menatap miris diri ketika melihat sesuatu yang lain dan tidak kita punya.

Terkadang menjadi sesuatu yang rancu bagaimana melihat geneologi sebuah perbandingan, disaat kita memiliki apa yang kita miliki dan kita tidak punya sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, disanalah membanding-bandingkan diri dengan orang lain menjadi alasan kita bahwa kita kurang dengan diri kita yang saat ini, itu membuat kecederungan menyalahakan diri dan tidak bersyukur apa yang telah kita sendiri capai saat ini padahal setiap manusia mempunyai pencapaiannya sendiri.

Apakah saat ini orang-orang benar sangat kurang bahkan mendekati krisis dalam memaknai dirinya sendiri dengan segala pencapaian apa yang bisa dicapainya? Mungkinkah hidup dengan penghargaan itu adalah milik orang lain bukan milik kita sendiri, dimana belum berharga ketika belum ada pengakuan dari orang lain?

Inilah pertanyaan besar abad 21, abad dimana tekonolgi menjadi bagian dari eksistensi kita yang terus dipertontonkan banyak pencapaian-pencapaian orang lain dimedia social masing-masing.  Saya rasa saat ini, hidup kita ini keberhargaannya dipegang orang lain lewat social media atau kondisi posisi structural masyarakat yang mungkin dianggap sudah mapan dan itu disampaikan oleh pesan-pesan media.

Sebagai suatu contoh yang real didepan mata kita, dimana menjadi perbicangan hidup sehari-hari diabad ke 21 ini. Saya ingin mencontohkan kisah Andi Purnomo (28) tahun yang tentu bukan nama sebenarnya, dimana dirinya begitu insecure terhadap dirinya sendiri ketika dirinya ingin mencari pendamping hidup dengan kondisi apa yang telah dicapainya saat ini.

Menurut saya, Andi sendiri merupakan orang yang punya propose dan punya tujuan hidup yang jelas, bagiamana dirinya membawa diri sendiri begitu optimal dengan sumber daya dari keluarganya yang memang secara taraf ekonomi sendiri kelas menengah kebawah pedesaan. Andi sudah dapat bekerja di Perseoran Terbatas dan menjadi karyawan sungguh itu adalah pencapaian yang baik.

Sebab tidak dipungkiri, factor kelas saat ini, secara garis besar berkontribusi dalam status social menjadi apa seorang tersebut. Banyak fakta di desa-desa yang menjadi aparature Negara baik dari kalangan sipil atau militer didominasi oleh kelas ekonomi atas dikalangan masyarakat desa, tentu karena kelas ataslah yang dapat mengakomodasi kepentingan mereka sehingga mampu mengoptimalkan dengan sangat baik potensi terbaik dalam structure masyarakat.

Tetapi lagi-lagi ketika Andi membandingkan dengan diri-diri yang lebih dari dirinya sendiri, dimana saat ini melihat pencapaian orang lain dimedia merupakan aktivitas sehari-hari dan sepertinya media social tidak pernah lepas dari gengaman tangan manusia melalui smart phone.

Ketika dihadapkan pada pencapaian orang lain, Andi tidak menghargai dirinya sendiri yang dikelasnya disudahlah optimal dalam pencapaiaanya. Banyak justru yang taraf ekonomi keluarga sama dengan Andi terseok-seok menjadi pengangguran, bahkan banyak dari mereka tidak tahu apa potensi diri mereka.

Namun dengan Andi adalah orang yang berbeda, dimana sisi dirinya dalam pembaharuan pengetahuan sendiri membawa Andi saat ini juga punya sebuah tujuan lain dari hidup melalui passionnya yakni menulis yang secara tidak langsung menambah nilai hidupnya.

Memang dengan potensi diri seorang manusia, itu tidak terikat pada ekonomi yang hanya bersifat sebagai akomodasi melainkan potensi diri dicari dan dikembangkan oleh dirinya sendiri dan itu adalah tantangan bagi sebauah pencapaian hidup setiap manusia.

Tetapi realita yang sangat miris saat ini membandingkan diri dengan orang lain adalah batu sandungan diri manusia menghargai dirinya. Seperti Andi yang masih saja insecure dalam memandang pencarian pasangan hidup meski secara tidak langsung dirinya juga mempunyai nilai pencapian yang optimal didalam kelas sosialnya yakni kelas ekonomi menengah kebawah.

Andi terus saja membandingkan bagaimana sempurnanya jika dirinya seperti orang lain yang secara ekonomi maupun structural masyarakat dipandang tinggi saat ini seperti ASN dan sebagainya yang lebih mentereng dari karyawan biasa perseoran terbatas dalam memandang hidup berpasangan.

Dan atas dasar membanding-bandingangkan itulah Andi tidak selsai dengan dirinya sendiri, bahkan seringkali ia merendahkan nilainya dan sangat rendah ketika dia menilai dirinya sendiri dihadapan orang lain yang mungkin dia inginkan sebagai pasangannya melihat betapa sempurnanya orang lain berpasangan jika secara strukural masyarakat dan ekonomi lebih tinggi dari dirinya, yang dibagikan melalui media social.

Maka menjadi masalah ketika membandingkan diri dengan orang lain, dimana terserang insecure merupakan hal yang rasional akan dirasakan siapapun bukan hanya Andi. Untuk itu membanding-bandingkan diri dengan orang lain adalah masalah bagi dirinya sendiri, dimana dirinya tidak dapat melihat secara jernih apa yang telah dicapinya sendiri yang tentu tidak kalah dengan pencapaian orang lain.

Ya benar, memandingkan diri dengan setiap bentuk pencapaian tentu tidak akan pernah selsai dan setiap manusia harus berhenti membanding-bandingkan.

Ibaratnya saat ini, jika pencapaian adalah barometer dalam seseorang mencari pasangan hidup, tentu ketika kita sudah sadar dan menghargai pencapaian yang sudah kita usahakan, orang lain yang mempunyai rekam jejak sama mengusahakan sebauah pencapaiannya, sama mengahargai dirinya masing-masing, jelas juga akan menghargai siapa-siapa yang memang diinginkan sebagai pasangannya kelak.

Dan pengahrgaan akan suatu pencapaian terjadi ketika diri memang sudah mengahargai semua bentuk pencapaiaanya sendiri. Untuk itu harapan berpasangan dalam hidup adalah bagaimana diri masing-masing pasangan tersebut sudah mengahargai dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum berpasangan. Karena hidup berpasangan adalah upaya dari saling menghargai dan yang paling utama itu menghargai diri sendiri terlebih dahulu.

Saat diri mampu menghargai dirinya, pasti akan secara tulus ia akan menghargai orang lain, sebab yang perlu dihargai dari manusia adalah prosesnya yang membawa sebauah kebaikan bagi diri masing-masing manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun