Memang dengan jabatan politik sekelas menteri senyatanya adalah konflik kepentingan kekuatan dalam mempengaruhi kebijakan pemerintahan.
Tetapi pada kenyataanya jabatan politik adalah jabatan yang riskan, lemahnya kekuatan tentu akan mempengaruhi segala kebijakan.
Disamping itu jabatan politik karena berpengaruh penuh pada kebijakan juga rawan dengan kasus korupsi atas dasar kebijakan tersebut.
Maka dari itu kasus korupsi melibatkan elite politik saat ini memang dipandang oleh publik sebagai sebuah kecelaan yang akan terus di ingat jika itu dilakukan oleh figure elite politik sekelas mentri.
Tidak lain adalah polemic penunjukan mentri yang syarat akan kepentingan politik, bukan kepentingan masyarakat secara luas yang mampu professional dan berintegritas.
Bagi-bagi jabatan mentri pada mesin partai politik seperti sudah menjadi hal yang lumrah, tetapi ancaman korupsi tidak serta merta berbanding dengan penunjukan itu.
Karena pada kenyataannya justru kemungkinan bersih dari korupsi sebagai mentri orang-orang diluar partai politik.
"Tanpa kepentingan politik partai mungkin orang-orang yang diluar partai politik dapat bekerja dengan serius dibalik itu juga pengabdian dirinya pada negara, yang memang punya kebanggan sendiri menjadi mentri yang tidak bertujuan untuk korupsi.
Meanggapi kasus korupsi atau tidak korupsi sebenarnya hal yang medasar adalah faktor dari manusianya.
Maka dari itu memilih mentri yang punya integritas dalam membantu seorang presiden, ukurannnya seharusnya adalah faktor manusianya bukan factor partai politiknya.
Tetapi semua kembali pada moralitas pemangku jabatan public itu sendiri, komitmen kuat untuk tidak korupsi seharusnya menjadi alasan kuat seorang presiden memilih seorang mentri dibalik profesionalitas seorang mentri.