Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sangkal Dinasti: Fahri Pasang Badan Bela Anak, Mantu, dan Jokowi?

19 September 2020   07:29 Diperbarui: 20 September 2020   22:45 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: publikasionline.id

Setiap pendapat diperhitungkan kebenaranya atau tidak. Seorang yang berpendapat memang tidak pernah salah dalam mengemukakan pendapatnya.

Hanya saja dengan pendapat itu, apakah memang benar-benar dapat menjadi acuan sebagai sebuah kebenaran dari suatu yang tengah menjadi polemik itu?

Wacananya dari sebuah pendapat, sesuatunya memang dapat ditafsirkan apa tujuan seseorang dalam mengungkapkan pendapatnya. Tetapi mayoritas pendapat manusia tidak lain adalah argument mempertahankan diri dan nama baiknya sendiri.

Bukankah dengan alibi tidak mendukung dalam politik dinasti, toh nyatanya dalam demokrasi sendiri dapat dan mungkin menciptakan suatu dinasi politik. Apakah dapat disangkal jika partai Fahri Hamzah mendukung anak presiden tidak dipersepsikan dukung dinasti?

Inilah yang terkadang menjadi suatu sangkalan baru bagi politikus, yang banyak dari mereka sendiri sering kali "ngeles" untuk membenarkan pendapat diri maupun kelompoknya.

Mungkin seperti itulah jurus "ngeles" Fahri Hamzah yang mencoba meluruskan pendapat public, dimana dukungan Partainya Gelora atau Gelombang Rakyat dinilai oleh public keliru sebagai dukungan terhadap politik dinasti mendukung anak dan mantu Jokowi.

Apakah benar demokrasi tidak menciptakan dinasti? Mungkinkah dinasti terjadi didalam tatar monarki saja? Bukankah dalam praktek demokrasi bapak sebagai presiden anak sebagai walikota sah dapat dipilih oleh rakyat?

Apapun itu bentuk dari kekuasaan yang diturunkan pada sekumpulan keluarganya meski dalam demokrasi tetapi nyatanya kekuasaan berkutat pada keluarganya, salahnya apa mempersepsikan dinasti politik?

Jika ingin menyangkal bolehlah bukan dinasti politik mendukung satu keluarga dalam kontestasi politik menjadi pejabat pimpinan publik.

Tetapi apa yang dilakukan Partai Gelora dalam mendukung anak Jokowi Gibran dan Boby di pilkada 2020, menurut Saya yakni: jika bukan dukung dinasti, partai gelora dukung yang punya kekuasaan dan modal politik".

Sebagai alibi menerka dari pada manyangkal pendapat pubik, Partai Gelora mendukung dinasti politik karena pencalonan Gibran dan Boby,  yang di dukung oleh Partai Gelora, memang wajar  ditangapi oleh politikus Partai Gelora yakni Fahri Hamzah.

"Fahri mengatakan tidak ada dinasti politik di negara demokrasi. Proses politik di negara demokrasi tak menjamin siapapun untuk menang".

Saya sepakat dengan ini, tetapi pada praktiknya demokrasi juga memungkinkan memenangkan dinasti politik kembali pada pilihan rakyat.

Seperti keluarga Ratu Atut Gubernur Banten yang saat ini tersangkut kasus korupsi, bukankah keluarga Atut adalah praktik politik dinasi yang terjadi didalam demokrasi? Dimana pusaran kekuasaan provinsi Banten mayoritas adalah kerabat Atut itu sendiri termasuk didalamnya kini walikota Tanggerang Selatan Airin Rachmi Diany.

Dalam negara demokrasi tidak akan terjadi dinasti politik sebab kekuasaan demokratis tidak diwariskan melalui darah secara turun temurun. Tapi dia dipilih melalui prosesi politik, orang yang masuk prosesi politik itu, belum tentu menang dan belum tentu juga kalah," kata Fahri dalam keterangan tertulis, Jumat (18/9) dikutip CNN Indonesia.  

Tetapi menjadi pertanyaan sendiri, bukankah di dalam sistem apapun dalam politik jika kekuasaan kepemimpinan Negara di kuasi oleh kerabat adalah praktik dari dinasti politik, terlepas dari demokrasi pilihan rakyat?

Fahri juga berargumen bahwa satu-satunya dinasti politik yang ada di Indonesia saat ini adalah Dinasti Hamengkubowono di Yogyakarta. Idealnya, menurut Fahri Hamzah, dinasti di kesultanan Jogjakarta pun itu hanya sebagai simbol, hanya mendapat jabatan publik setingkat gubernur.

Mantan Wakil Ketua DPR itu Fahri Hamzah juga mengaku telah mengajak debat orang-orang yang menuding partai Gelora melanggengkan dinasti politik karena mendukung anak dan mantu Presiden Joko Widodo.

Fahri menilai kelompok tersebut tidak paham konsep politik dinasti. Fahri khawatir orang yang tidak sepakat dengan langkah Partai Gelora tersebut bukan mempermasalahkan dinasti politik. Namun mereka hanya membenci Jokowi.

Dalam pembelaannya terebut Fahri mengatakan Partai Gelora mendukung dinasti akhirnya hanya jadi percakapan di pingggir jalan, percakapan orang yang tidak berkualitas. Jadi orang bodoh itu, tidak hanya di istana, tapi juga di pinggir jalan karena tidak berkualitas, ucapnya mengelak orang-orang yang menuding Partai Gelora mendukung dinasti politik..

Jangan karena kemarahan kepada seseorang "Jokowi", lalu mencomot terminologi yang tidak bisa kita pertanggungjawabkan di hadapan dunia akademik dan juga di hadapan Allah SWT kata Fahri membela lagi keputusan partainya dalam mendukung anak dan mantu Jokowi.

Disinyalir dengan mendukungnya Partai Gelora terhadap mantu dan anak Jokowi tersebut juga pertanda bahwa Partai Gelora bersiap untuk masuk dalam koalisi pemerintahan Jokowi mendukung pemerintah.

Sebab panggung politik yang luas diperklukan partai baru seperti Gelora, maka dari itu gabung dengan pemerintah adalah piliahan terbaik untuk mencari panggung.

Jelas siapapun orangnya dihadapan kepentingan pribadi dan kelompoknya dapat saja merubah seseorang termasuk Fahri Hamzah, yang dulu lantang mengkritik Jokowi sebelum dirinya ada di partai Gelora.

Apakah mungkin akan sama narasinya membela Jokowi ketika Fahri Hamzah sendiri tidak ada kepentingann berasama dengan Jokowi yang memegang tampuk kekuasaan pemerintahan?

Mungkin apa yang dinamakan lunak dalam politik, kritis dalam politk, dan bahkan kritik pedas dalam penyelenggaraan politik. Semua berlatar belakang untuk kepentingan pribadi dan golongan memang benar adanya.

Dulu Fahri Hamzah sering mengkrtik pemerintah Jokowi, pasti mencari panggung popularitas untuk dirinya sendiri. Kini Fahri Hamzah diam dan seperti pensiun cenderung membela pemerintah Jokowi karena ada kepentingan partinya yakni Gelora. 

Baiklah lupakan politik dinasti dan sebagainya. Mungkin kita harus sepakat apa yang disampaikan oleh Fahri Hamzah, tidak ada dinasti dalam demokrasi. Kita harus sepakat itu supaya pembicaraan mengenai dinasti politik Partai Gelora dalam mendukung anak dan mantu presiden dalam pilkada selsai.

Lepas dari dinasti politik, saya mengira upaya yang dilakukan oleh Partai Gelora dalam mendukung Gibran dan Boby merupakan salah satu wujud komitmennya pada Jokowi untuk membuktikan benar bahwa Partai Gelora ingin terjun dam masuk didalam kumpulan partai yang mendukung pemerintah.

Kita harus sepakat Partai Gelora tidak mendukung dinasti politik, tetapi Partai Gelora menurut saya mendukung siapa-siapa yang punya kekuasaan dan modal, untuk itu Partai Gelora mendukung Gibran dan Boby di dalam pilkada 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun