Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia dan Romansa Kebudayaan

8 Agustus 2020   09:26 Diperbarui: 11 Agustus 2020   09:36 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by pixabay.com

Dalam romansa sendiri justru pria lebih sederhana dalam memilih. Hanya ada dua pilihan pria, kesemua pilihan itu tetap mengacu pada realitas, dimana cantik atau tidak cantik menjadi acuan mereka para pria menetukan pilihan. 

Tetapi narasi pilihan wanita sendiri menentukan pria sangat tidak sesederhana yang pria pikir, bahkan kompleksitasnya sendiri melampaui rasionalnya pikiran seorang pria.

Sebab apapun jenis wanita itu, mereka akan terus berimajinasi. Tidak heran wanita suka dengan drama sinetron atau film-film romantic untuk terus mengaktifkan imajinasi mereka tentang pria dan romansa. 

Repotnya pria, ketika mereka dituntut harus mendapatkan wanita, salah satu caranya adalah menjadi peran dari berbagai imajinasi yang ada dalam pikiran mereka "wanita".   

Seharusnya manusia tetap bereproduksi karena pilihan menembus batas-batas norma agama jika berbeda agama, materi berlebih sebagai pemanding, atau latar belakang lain yang menghambat sesama manusia "kemanusiaan" untuk hidup bersama dalam reproduksi merupakan titik-titik dari berbagai sandungan itu, yang semakin nyata terlihat dalam budaya yang menuntut manusia untuk berpikir dan memilih.

Apakah untuk bereproduksi manusia harus mengandalkan insting saja? Dimana ketika memilih mereka tidak memandang apapun latar belakang manusia itu, yang terpenting dalam instingnya sendiri mereka cocok untuk menjadi ibu maupun bapak dari anak-anaknya?

Bisakah manusia di abad ke-21 ini dengan kompleksitas pemikiran yang ada akan dengan mudah "manusia" itu memilihnya mentukan pasangan untuk bereproduksi?

Setiap zaman memang selalu mempunyai kesan pada permasalahannya sendiri. Wanita yang mungkin telah dewasa karena sudah teramat banyak pria yang mendekatinya seperti sudah mempunyai insting yang baik. 

Pria mana yang terbaik untuk terus melajutkan reproduksi sebagai bagian dari kehendak alamiah manusia.

"Begitu pula pria harus berpikir, ujung dari pilihan romansa adalah bereproduksi, hanya saja karena budaya yang justru diriwehkan sendiri oleh manusia itulah yang sebenarnya telah memberatkan hidup seluruh manusia didalamnya banyaknya refererensi pilihan dalam memilih".

Moderintas memang akan terus bertrasformasi. Seperti kereta api yang selalu ingin berbenah menjadi transportasi yang lebih nyaman, cepat, dan layak sebagai pilihan manusia karena minimnya resiko kecelakaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun