Melakukan ritual-ritual yang sungguh sangat absrud itu sebagai bagian dari kehidupan berperadaban manusia diabad yang ke-21 ini?
Abad ke 21, bukan saja akan melahirkan manusia-manusia rasional, tetapi juga manusia-manusia yang penuh dengan hitung-hitungan akan nilai tersebut.Â
Semua serba dihitung seperti rumus matematika yang telah mereka pelajari bertahun-tahun didalam sekolahnya, yang berbayar mahal dan katanya gratis tetap saja cetakan buku itu tidak akan pernah gratis.
Kini menjadi percuma saja, sekolah yang dahulu menjadi pioner manusia untuk pintar, karena bukan saja pintar secara pengetahuan, tetapi pintar secara hitung-hitungan, bagaimana jika kebutuhan itu terus dihitung-hitung supaya menjadi manusia sejahtera?
Entahlah semua ini hanya menjadi pertanyaan bagi Budi sendiri. Mengapa jumlah uang antara didalam negeri dan diluar negeri begitu sangat jauh berbeda sebagai nilai tukar?Â
Padahal bukankah uang tetap sama saja uang?Â
Tetapi sudahlah, pada intinya bekerja keluar negeri adalah solusi paling rasional abad ini, untuk meraih potensi sejahtera itu tanpa syarat yang berat, menjadi mistikus dalam goa atau gunung, juga bersaing dengan jutaan orang didalam negeri untuk "bekerja" supaya bisa sejahtera.
Budi nekad ke luar negeri meninggalkan anak istri
Budaya dalam negeri sendiri memang siapa yang tidak pernah bilang itu tidak gelamor? Mungkin karena telah membudaya, keglamoran yang tertutupi sebagai yang katanya budaya tersebut menjadi sangat bias. Namun apakah dalam pelaksanaanya sendiri tidak terasa didalam batin dan pikiran manusia?
Dangdut dalam pesta hajatan yang harus digelar, atau dengan kambing-kambing jantan itu yang harus terbeli, lalu dipotong untuk kebutuhan ritual meng-akekahkan seorang anak yang lahir, mungkinkah semua itu bukan beban berat yang harus dirasakan manusia oleh budayanya sendiri dalam membeli?
Dalam kebudayaan selalu ada filosofi bagaimana budaya itu harus dilahirkan oleh leluhur, tentu filosofi itu bukanlah sesuatu yang rumit dan memberatkan manusia.Â