Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Realitas Cinta Terasa Memilukan

27 April 2019   16:10 Diperbarui: 27 April 2019   16:15 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diambil dari pixabay.com

Mungkin aku harus dewasa lagi memandang cinta. Terkadang cinta yang di propagandakan orang-orang adalah cinta dari imajinasinya saja. Drama Korea laris, lagi cinta jadi lagu wajib, indah memang tetapi "tidak seindah realitasnya". Sayang aku adalah bentukan dari mereka memandang cinta. Sedari kecil madu yang diberikan mereka sudah meraih alam bawah sadarku ini. Cinta itu menyelamatkan, berkuasa itu indah, nama besar itu baik. Kini aku akan ubah setanku jadi malaikatku. Bahkan setanku akan kujadiakan "dia bertekuk lutut pada pendapatku".

Kesadaran melihat diri merupakan hal yang penting. diri sendiri seharusnya bisa memenggal mana ruang imajinasi mana ruang realitas. Manusia terkadang dibuat terkecoh olehnya, terkecoh oleh logika formalnya sendiri. Yang baik bukanlah kebaikan itu sendiri dan buruk bukan selalu keburukan itu sendiri. Kehidupan memang bercabang namun "kau harus mengerti kemana cabang itu akan berlabuh". Satu hal yang harus kita semua tahu, mental adalah akarnya manusia menjalani hidupnya, termasuk mental menjadi pengelana mencari cinta sejati atau mengemis pada orang yang akan memberikan cinta secara cuma-Cuma yang hanya akan mengundang deruta tanpa akhir.

Aku seperti gajil kalau beranalisa tentang cinta. Mengapa ganjil? Aku berbeda dengan mereka. Apakah ini nasib? Apakah ini takdir yang harus dibayar? Oh, realitas ini seperti rembulan saja yang tidak bercahaya. Aku bukan iri, hanya meratapi diri mengapa kisah-kisah mereka yang dengan gampangnya bermain cinta dan dipermainkan oleh cinta begitu dekat dan monggoda kesendirianku. Menjadi sendiri tanpa hubungan yang lebih khusus memang getir. Mampu tidak mampu, bisa tidak bisa dan sadar tidak sadar, ungkapan pas terhadap diriku itu seseorang yang miskin cinta.

Aku miskin cinta bukan berarti aku mau mengemis-ngemis dan mengais kata-kata cinta tanpa bobot yang lumayan. Cinta memang sedikit rancu karna "menceritakan kisah bahagia yang terdramatisir". Pertanyaan besar mengapa aku belum mampu mendramatisr kisah cintaku sendiri?. Ah, bukit-bukit akan gundul dengan sedirinya, persetanlah kisah cinta yang membuat bebal ini. Sudah dan berkesudahanlah, terkadang realitas ini sedikit menyakitkan pikiran. Aku sedikit percaya bahwa; lebih menyakitkan bermain cinta tanpa tujuan yang jelas. Mereka para pemain cinta terkatung - katung ambiguitas antara cinta munafik dan kesenangan dibalut kesalehan. Semua dan apa yang mereka lakukan tak jelas bahkan menerobos apa dari yang mereka yakini. Mereka yang bermain cinta layaknya bermain diwahana taman kanak-kanak yang berbahaya bercapur derita dengan iming-iming bahagia dengan tetap masih soleh dan solehah.

Cinta ibarat bahagia dan kesedihan. Mereka yang bercinta saling pengaruh dan mempengaruhi. Oh, sungguh malang mereka yang terjebak cinta tanpa hasil makna. Menurutku cinta yang baik itu bermakna. Yang baik adalah mereka yang mempermainkan cinta dengan rasionalitas. Tujuan-tujuan diuraikan secara baik, seperti apakah tujuan cinta itu? Aku pun berpendapat tujuan cinta hanyalah sex dan keturunan.

Hasil keburukan cinta yaitu menjalarnya "kemunafikan dibalut rasa ingin tetap saleh". Uraikanlah para pemain cinta sebagaimana adanya. Cinta tidak harus menutupi sesuatu yang munafik. Tujuan hasrat bercinta tidak jauh dari sex dan keturunan itu sendiri. Sudahilah cinta yang dibalut munafik serta kesalehan. Pilihan cerita cinta yang pasti untuk membawanya, jangan mengikis substansi hasrat, hari ini tentukanlah tujuan-tujuan itu, antara keturunan dan sex agar cinta tidak terlalu pilu.

Mungkin cinta harus memilih salah satu: jika sex, mengapa orang bermain cinta tidak menjalani sex bebas saja? Apakah ini sudah dilakuakan para kau peyembah hasrat atas nama cinta? Jika orentasi dari cinta adalah keturunan, mengapa menunda pernikahan melegalkan hubungan untuk diakui bersama merajut keturunan sebanyak-banyaknya? Aku mengira bukan cinta yang ganjil. Meraka para pencintalah yang menunjukan kegajilannya. Seakan para pemain cinta memadukan kemunafikan berserta kesalehan yang palsu untuk tetap bermain cinta yang menurutnya baik tetapi tetap juga tidak menjadi baik karena hasrat transaksionalnya itu.

Realitas yang ada adalah para perajut cinta sendiri tetap berhasrat pada sex dan keturunan. Tetapi mereka terkesan "munafik" dan ingin nama saleh yang tetap membawa cinta pada sex bebas dan keturunan yang mungkin belum dikehendaki. Tetapi mereka masih melakuakan ritual percintaan itu melalaui pacaran berkedok "agamis" seperti hotel-hotel di pinggir Pantura menyandang nama "syariah" tetapi tetap, alasan ekonomi berjalan, jadi tidak mesti nyata "kelabu yang disembunyikan". Inilah sedikit ironi di dalam realita kehidupan percintaan.

Untuk itu dalam cinta tidak ada kata yang tidak serius aku cerna, apa lagi ketika kata itu punya sangkut paut dengan diriku yang mulai terkelabui imajinasi percintaan. Bagiku kata adalah perisai dimana ialah stimulus untuk merenungi diri. Benar saja, kata dapat membuat manusia menjadi optimis juga sebaliknya "pesimis tiada tara dalam mengundang cinta". Kata membuat tenggelam, hanya dengan berenang dengan nalar seseorang dapat menaklukan kata cintanya sendiri. Memang adakalanya kata itu motif, dimana jiwa kita tergugah-pun sebaliknya tenggelam bersama matahari sore yang semakin tidak terlihat. Tidak ada upaya lebih baik selain manusia menyelami kata, mencoba hidup dengan kata, apakah kata menjadi berarti ketika hayal dan angan ini terasa tak terbendung? Sepertinya kata merupakan abstraksi yang jelas, penuh makna dan rancangan bagaimana sesuatu yang akan terjadi kedepannya.

Aku seakan dibuat tidak lagi berdaya dengan kata, itu karena aku bukanlah orang yang gampang mengumbar janji dari kata-kata. Mungkin aku lah yang hati-hati itu, selalu menyelami yang ada pada diriku. Cukupkah aku dengan janji-janji kataku sesuai dengan segala harapan seseorang terhadapku? Mungkin iya, bila kepercayaan itu ada, bersabar dalam berjuang dan semesta menerimaku apa adanya, mendoakan kita dan membantuku. Cinta memang perlu dibuktikan, perlu juga dikejar, seberapa dua insan menginginkan untuk bersama. Tetapi apakah menjadi mungkin ketika rasa tidak menerima apa adanya menjadi murninya cinta? Semua memang serba ambigu, terasa ada anomali, tetapi ketika kita berjuang bersama kita pasti kuat dalam meyakinkan cinta, manusia harus percaya itu!

Tetapi sepercaya-percayanya aku, masih saja aku skeptis pada diriku sendiri. Mungkinkah seseorang mau aku tinggal berjuang untuk waktu yang lama demi kita? Untuk memperbaiki harapan kita? Jika berkelana bersama akankah seseorang mau hidup seadanya? Mencari-cari rezeki kita memenuhi hidup bersama? Seorang yang tercintai memang tak pantas mendapatkan perlakuan semua itu, ia bisa memilih yang lebih baik, dengan janji yang lebih nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun