Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia "Pencipta yang Dungu"

17 April 2019   23:39 Diperbarui: 17 April 2019   23:44 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi diambil dari gontornews.com/ Saling menunjuk kedunguan

Menjalani hidup penuh resiko mau tidak mau harus di jalani "ikan Tuna". Tetapi yang kita tidak sadari "Ikan Tuna" memiliki begitu banyak pilihan. Salah satu pilihanya adalah tidak menjadi kontingen. Ikan Tuna bisa saja berdiam dengan apa yang ada, namun harus menerima kepastian yang ada di depanya. Nasibnya sekarang ada pada kondisi luar-nya.

 Jika datang badai makanan berlimpah ruah. Batu yang berbentuk goa, cukup untuk dirinya sendiri sekedar mencari keamanan. Pada akhirnya Ikan Tuna memilih mandiri dan menerima dengan apa yang ada. Dia pun berujar dengan penuh kesadaran bahwa ber-investasi intelektual menghadapkan diri pada harapan ketidakpastian dan cenderung merasakan tindakan eksploitatif.

Setiap hari yang manusia inginkan adalah bagaimana hidup lebih bermakana, tetapi tidak semua manusia sadar akan semua kebermakanaanya. Bagi kita yang hidup di jaman modern, kebermaknaan merupakan kesesuaian dengan program pikiran yang setiap hari bercokol di otak kita. Perwujudannya menghadapkan diri dengan paradoks merupakan makanan sehari-hari manusia modern.

Ketika manusia membutuhkan hidup yang bermakna itu bukan kebutuhannya melainkan itulah keinginannya. Tetapi pada saat dia "manusia" menginginkan kebermaknaanya, apakah dia mengerti akar dari makana itu? Makna terkadang juga diartikan dengan sebuah cita-cita, keinginan, kepuasan diri bahkan bahagia yang tidak pernah usai.

Dengan pandangan-pandangan seperti itu memungkinkan kita setiap hari menganalisa suatu cara, bagaimana keinginan akan bermakna itu tercapai? Kita sangat mengetahui bahwa menggapai keinginan sangatlah sulit, apalagi keinginan kita dikaitkan dengan modal yang sama sekali kita tidak punya. Perjalananan mencari keinginan makna sendiri memungkinkan dua hal yaitu tercapai dan tidak pernah tercapai.

Jika keinginan kebermakaan yang kita inginkan tercapai, kita mungkin merasa kita adalah manusia yang paling bermakna. Tetapi bagaimana jika keinginan itu tidak tercapai? Hal yang paling memungkinkan adalah kita menyalahkan segala sesuatu yang ada dan apa yang kita punya dalam diri kita sendiri.

Menurut hemat saya hidup bermakna bukanlah kebutuhan dan keinginan. Bermakna adalah menyadari setiap tanggung jawab yang ada, terkait dengan diri manusia itu sendiri. Terkadang manusia mau tidak mau harus berjuang dalam kehidupanya dengan cara mempertahankan eksistensi dirinya. Bukankah itu makna sebelum kita dilahrikan? Ketika kebermaknaan hidup serasa membuat ambigu, kesadaran akan suatu makna haruslah tersadarkan. Kita semua merupakan makna, makna dari semua makna yang ada.

Dahulu itu saya melihat puncak tinggi dengan kemeralap lampu yang begitu menyala. Saya dengan gagah berani melawankan diri pada setiap rintangan yang ada. Keterasingan dalam mencoba tidak punya banyak keterpengaruhan. Pengaruh rasa pada sesuatu yang terlihat sublime membuat semangat lambat laun menyala bagai api yang tak terkira panasnya. Ketika itu, saya memulai langkah untuk mendaki, setapak demi setapak asalkan sejengkal merangkak maju.

Perjalanan saya seperti mendaki sebuah Gunung Pangrango yang tingginya mencapai 3019 meter diatas permukaan laut. Melewati jurang yang terjal, bukit menipu, dan air belerang yang panasnya tidak terkira. Setengah perjalanan pertanda harapan mulai ada, mungkin puncak itu sebentar lagi akan saya injak. Semakin tinggi saya daki, semakin ekstrim jalan yang ditempuh.

Dinginnya udara membuat saya merasa mungkin atau tidak puncak itu akan tercapai. Saya memberi kesan perjalanan ini tidaklah mudah, tetapi kesenangan pada hal yang baru membayarnya. Bagaikan embun siang yang menetes dari dekatnya awan, saya lagi-lagi terbuai dengan harapan.

Saya tempuh tanpa memperdulikan rasa lelah yang ada, karena harapan baru menunggu disana. Imajinasi seakan-akan hanya berdiam di kepala, dia berputar tanpa arah bahkan tidak terkendali. Saya pandang langit jaraknya sudah begitu dekat namun yang mendekat bukanlah puncak itu, yang mendekat hanya harapan palsu berbentuk awan kelabu. Walapun hanya awan, sangat cukup membuat semangat di sore hari ini. Waktu berlalu, saya melihat struktur tanah yang mulai mengerucut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun