Secara definitive saya berasumsi bahwa; acara  diskusi tersebut sangatlah subyektif jika dilihat dari materi diskusi itu sendiri. Memang jika menurut dengan tema, Industry Rokok yang di bahas pokok pembahasan pembicaraan mereka. Saya tidak begitu paham siapa saja pembicaranya, yang jelas, diskusi ini melibatkan perwakilan penggiat HAM, Aktivis, Pebisnis dan Kaum Muda diwakili Mahasiswa. Dalam penyerapan esensi dari diskusi tersebut, saya menagkap, tetapi saya menilai mereka berdiskusi hanya dalam lingkup konteks permukaannnya saja.
Bagi saya diskusi dalam bentuk apapun, jika itu merupakan diskusi tentang bagian dari sistem yang sama, tidak akan ada titik temu yang kongkrit terkecuali ada keberanian berbicara. Asumsi saya sederhana, paradoks! Bagaimana menelanjangi industri di Negara penganut sistem Kapitalisme seperti Indonesia? Â Dimanapun Negara itu, ketika sistem ekomoninya Kapitalis Industri pasti kuat. Mungkin ini sudah hukum alam sejarah pemikiran Manusia akan bagaimana cara yang baik dalam mengatur ekonomi..
Menariknya dalam diskusi itu muncul kata "dictator" dan kita harus melawannya. Bagi saya diskusi tersebut sangat tendensius mengerucut pada industri Rokok saja yang "dictator". Karena industri rokok-lah yang menjadi pembahasan tersebut. Saya berasumsi bahwa semua Industri itu "dictator", mereka berkuasa dengan uang mereka.Â
Kuatnya industi menjadikan merkapun dapat membeli apa yang dapat menguntungkan mereka termasuk mempengaruhi keputusan Politik muktahir dan menciptakan para Politkus busuk.
Mari kita masing-masing menalar dan pembaca merumuskan sendiri jawabnnya. Bagaimana industri pariwisata berdampak pada lingkungan? Tanah pertanian kita sebagai ketahanan pangan kita habis untuk industri Trasportasi dalam bentuk "Jalan Toll" dan pabrik-pabrik penunjang industri? sadarkah?Â
Masih banyak perumusan dari dampaknya Industri masing-masing dibidangnya. Saya mengira semua Industri merusak tatanan kehidupan masyarakat di masa yang akan datang. Bukan hanya kesehatan tapi ruang lingkungan hidup semesta itu sendiri. Sangat tidak imbang jika kita menganggap "dictator" pada industri Rokok saja. Indutri lain-pun harus mendapat lebel yang sama.Â
Seperti contoh Industri Tradisonal Batik  Pekalongan sekalipun. Limbah mereka mencemari sebagian Sungai di Kota Pekalongan. Menjadi pertanyaan konsumen, apakah mereka menaruh perhatian pada dampak yang ditimbulkan?      Â
Berangkat dari asumsi Kapitalisme mempengaruhi harga, jika itu terjadi surplus Industri benar. Ada kalanya banyaknnya industry menjadi jawaban penekan harga di pasar sesama Prodak induterial. Seperti ungkapan dari salah satu pembicara berlatar belakang bisnis dalam acara tersebut. Dia memberi contoh pada Industri Telekomunikasi.Â
Ketika Provider itu tunggal, harga di Monopoli. Dalam sebulan dulu  Pulsa untuk akomodasi komunikasi sangat mahal, dirinya mengakui bahwa setiap bulan habis bisa mencapai 16 juta Rupiah. Namun dengan banyaknya industri telekomunikasi harga turun, menurutnya paling tinggi biaya dalam komunikasi kini paling maksimal habis 200 ribu Rupiah.
Untuk pengaruh dalam harga saya setuju; banyaknnya Industri akan mempengaruhi harga konsumi. Tetapi tentu saja persaingan harga sesama industri itu sendiri. Namun bukan itu masalahnya, pergerakan Industri maju merengut kehidupan masysrakat, baik petani atau buruh di dalammnya yang bertindak sebagai konsumen Prodak Industerial.Â